" JEJAK KASULTANAN DI BUMI PENGGING PERIODE DEMAK AKHIR, AWAL KASULTANAN PAJANG "
 |
Makam Kyai
|
 |
| Makam Kyai |
Siapakah sebenarnya kedua tokoh yang mendapatkan gelar dengan sebutan Kyai ini. Dari manakah kedua tokoh ini berasal. Benarkah tokoh yang di makamkan sosok Ulama yang mendapatkan gelar Kyai. Dan kenapa keduanya dimakamkan di dalam tata ruang komplek pemakaman yang di bangun megah.
Perjalanan ini menuntun kita untuk mengunjungi situs makam kuno yang berada di Kecamatan Banyudono. Di mana wilayah tersebut terdapat makam makam tokoh penting pada masa Pemerintahan Kasultanan Demak. Tokoh tokoh penting itu memiliki peranan masing masing yang sudah berjalan. Seolah olah memberi tahukan bahwa tokoh tokoh tersebut adalah orang yang mempunyai kedudukan tertinggi di bidang Sepiritual keagamaan, mau pun di bidang pemerintahan. Beberapa buktinya adalah makam tokoh tokoh penting yang sering di jadikan bahan untuk kajian sejarah. Bahkan tokoh tokoh ini terkenal sampai seantero penjuru nusantara. Bumi Pengging, atau Bumi Banyudono, menjaadi saksi bisa sepakterjangnya ketika tokoh tokoh itu masi menempati peranannya. Hingga, sesampainya para tokoh tersebut wafat, Bumi pengging menjadi saksi prosesi pemakaman tokoh tokoh tersebut. Di masa kehidupannya selalu bersama hingga sampai akhir hayatnya. Para tokoh tersebut di makamkan tidak berjauhan. Seolah memberitahukan kepada kita dengan segala ungkapannya.
 |
Nisan Kyai
|
" Saya akan tetap berkumpul di sini, dan menjadi kunci saksi keteguhan di antara kami. Kami ingin memberikan teladan baik untuk anak cucu kami. Kami akan menyaksikan bagaimana perkembangan kehidupan itu terjadi setelah kami. Dan kami ingin menyaksikan tentang bagaimana anak cucu kami, bergerak menjalankan kewajiban untuk menjaga wasiat dari kami "
 |
| Nisan Kyai |
 |
|
Para tokoh yang di makamkan di bumi pengging, di antaranya ada makam tokoh Ki Ageng Pengging Sepuh, atau Sri Makurung Handayaningrat. Beliau di kenal sebagai tokoh yang menurunkan generasi generasi kesatria, linuwih atau punya kelebihan masing masing. Generasi yang ikut mewarnai, generasi yang ikut ambil bagian sepak terjang jejak sejarah Kasultanan Demak. Puter putera dari Pengging yang bernama Ki Ageng Kebokanigoro, Ki Ageng Kebokenongo, Ki Ageng Kebo Amiluhur. Secara keseluruhan adalah sosok tokoh yang di kenal publik hingga sampai saat ini. Ki Ageng Kebo Kenongo menurunkan putera yang pada masanya akan menjadi sosok pemimpin. Yang merintis sebuah wilayah kekuasaan kecil dan membangun sebuah tempat untuk di jadikan pusat pemerintahan. Berupa kerajaan yang nantinya di sebut dengan Kasultanan Pajang, dan mengangkat dirinya menjadi Raja dari Kasultanan itu sendiri. Lebih di kenal dengan sebutan Mas Karebet, Jaka Tingkir, atau lebih di kenal dengan Gelar Sultan Hadiwijaya. Selain itu, terdapat makam tokoh yang lumayan di kenal oleh masyarakat sekitar, sama sama memiliki sepak terjang di periode yang sama. Kyai Tumenggung Barat Ketigo dan Kyai Ageng Kolojengking, ikut mewarnai dan memiliki peranan di dalam jejak sejarah masa keemasan Kasultanan Pajang. Bahwasannya, masih banyak lagi tokoh tokoh penting di masa itu. Dari Kasultanan Demak mau pun dari Kasultanan Pajang. Jika harus di adakan penelusuran, makam makam tokoh penting dari periode sesudahnya pun ikut serta mewarnai jejak sejarah perkembangan suatu peradaban. Seperti periode Mataram Islam awal hingga sampai Periode Mataram Islam Amangkurat. Sehingga bermunculan nama nama tokoh dari abad selanjutnya. Yang berkembang ke generasi berikutnya, hingga munculnya " Kasunanan Pakubuwono, dan Kasultanan Hamengkubuwono " di abad 19 an awal. Kabupaten Boyolali, memang banyak menyimpan peristiwa peristiwa penting kala itu. Sehingga sampai saat ini masih ada dan belum banyak terpecahkan sejarahnya.
 |
Makam Kyai
|
 |
| Makam Kyai |
Disebuah wilayah yang berada di tengah tengah lahan persawahan. Terdapat pemukiman yang lumayan cukup ramai. Tersembunyi sebuah komplek pemakaman para tokoh terkemuka di jaman itu. Komplek makam kasepuhan yang memiliki gelar dengan sebutan Kyai. Dua tokoh besar, yang namanya selalu di ingat ingat oleh warga masyarakat sekitar. Walau pun dari sebuah kebenaran, komplek makam tersebut terbaring jazad tokoh tokoh penting di mas itu. Kisaran ada 5 tokoh penting yang berpusara di komplek makam yang di maksud. Akan tetapi hanya ada dua saja yang masuk dalam ingatan warga masyarakat sekitar yaitu Kyai Sabardrono dan Kyai Mandurorejo. Komplek pemakaman yang memiliki bangunan sebuah ruang berbentuk persegi panjang. Kontruksi bangunan pagar bumi yang mengelilingi makam para tokoh berbahan baku dari banon atau batu bata merah kuno. Dengan ukuran panjang bangunan kisaran 12 meter dan lebar bangunan kisaran 10 meter. Ketebalan dinding mencapai 80 cm, sedangkan untuk ukuran tinggi pagar di duga mencapai 1 meter. Tidak ada ruang bilik melainkan bangunan tersebut di bangun dengan denah ruangan penuh terbuka dan tanpa atap. Memiliki satu pintu yang menghadap kearah selatan dengan serangkaian anak tangga yang berbahan baku dari batu andesit. Dusun I, Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Keberadaan komplek makam tersebut masih ada sampai sekarang. Seolah menjadi bukti, dan menjadi saksi jejak peradaban kala itu. Seolah menggambarkan kehidupan kala itu menunjukan kemakmuran penduduknya. Dengan adanya sistem pertanian yang masih di pertahankan. Seolah olah menunjukan bahwa, wilayah tersebut memiliki banyak sumber kehidupan selain air, berupa bahan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan kala itu.
 |
| Makam Kyai |
 |
| Makam Kyai |
Komplek makam Kyai Mandurorejo dan Kyai Sabardrono, telah mengalami perubahan dengan kerusakan yang signifikan pada jejak sejarahnya. Karena perkomplekan makam tersebut tidak terawat secara keseluruhan. Berbicara tentang konsep atau konstruksi bangunan makam. Bahwa sesungguhnya, bangunan bangunan makam kasepuhan yang berada di seluruh Jawa khususnya, beberapa komponen susunan telah mengadopsi dari bangunan klasic atau tempat pemujaan seperti Candi. Bahkan dari pahatan pahatan yang terukir pada bagian konstruksi jirat makam, miniatur panel penghias jirat makam, juga banyak mengadopsi dari panel panel bangunan candi. Seperti pahatan bentuk antefiks bagian panel penghias bangunan candi yang terdapat pada bagian selasar mau pun mustaka atau svarloka. Untuk nisannya itu sendiri, juga mengadopsi dari jejak klasik seperti pahatan media untuk mengukir huruf huruf dalam penulisan Prasasti, sandaran arca atau stela, bae yaitu tapal batas tanah sima, banyak di jumpai pada bangunan candi di khmer kamboja. Maka dari itu, penyebutan istilah Canden memiliki keterkaitan dengan konsep persemayaman pada bangunan periode Klasic. Istilah canden hingga sampai saat ini masih di gunakan penyebutannya, dalam upacara pemakaman di daerah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
 |
| Nisan Kyai |
 |
| Nisan Kyai |
Para pendahulu kita sebenarnya suddah mengajarkan yang namanya toleransi antar umat beragama. Semua penyampaian itu tersirat pada sebuah kalimat, tindakan, perbuatan, dan juga tersirat pada sebuah bangunan. Seperti yang sudah di jelaskan pada pokok bahasan di atas. Sebenarnya siratan siratan itu bisa di jabarkan atau bisa di singgung lewat pesan yang pernah di sampaikan oleh sahabat sekaligus menantu Rosulullohi Solallohu 'Alaihi Wasalam. Beliau adalah Ali Bin Abi Tholib yang memberikan pesan lewat sebait kalimat " Mereka Bukan Saudaramu Dalam Seiman, akan tetapi mereka adalah saudaramu dalam kemanusiaan " Bahkan dalam Al Qur'an, Kitab Suci Pegangan Umat Islam juga menjelaskan dalam Surat Al Kafirun ayat Ke 6. Lakum Dinukum Waliyadiin yang artinya Bagiku Agamaku, dan Bagimu Agamamu " Semoga dengan pesan moral ini dapat di fahami dan di mengerti dari pada tujuannya.
Komentar
Posting Komentar