AYO DOLAN NANG CANDI DUKUH BANYUBIRU

 " CANDI DUKUH, ROWOBONI, BANYUBIRU, TERKENAL DENGAN SEBUTAN PETILASAN PRABU BRAWIJAYA KE V RAJA AKHIR MAJAPAHIT "

Candi Dukuh

Tempat wisata yang sangat pas untuk anak anak muda jaman sekarang. Mengunjungi, mengenali, dan ikut serta dalam melestarikan jejak jejak sejarah leluhur Nusantara. Rawaboni, merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Yang berada di ujung paling timur Kecamatan Banyubiru, berbatasan langsung dengan Rawapening  Kecamatan Tuntang. Banyak sekali kisah dari sebuah perjalanan yang menceritakan tentang kemajuan di wilayah ini. Di antaranya adalah, di bidang Pariwisata, Kuliner, dan Agrowisata, yang mampu mendongkrak perkembangan perekonomian wilayah tersebut. Jujur saja, memang sangat berpotensi untuk mengembangkan usaha atau membuka lapangan pekerjaan secara mandiri di wilayah ini. Akan tetapi, ada beberapa peranan penting yang memang perlu di perhatikan dan di kembangkan. Mempertahankan kearifan lokal yang mencakup tentang  kebudayaan daerah. Supaya di usulkan untuk dijadikan sebagai maskot, untuk di ikut sertakan mendampingi atau melengkapi kemajun sistem bidang Pariwisata.

 Kala di ambang bilik luar Candi

Perihal itu sangat perlu diperkenalkan kepada masyarakat luar sana, sebagai warisan budaya lokal yang patut di lestarian secara turun temurun. Ekosistem alam yang menjadi penyeimbang atas tumbuh kembangnya pariwisata din wilayah tersebut. Yang seharusnya ikut mendapatkan peran penting di dalam penanganan serius, dan perhatian penuh perihal pelestarian. Mengingan bahwa, Kcamatan Banyubiru merupakan salah satu kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam. Sebut saja potensi dari rawa pening, mata air muncul, wahana wisata bukit cinta, wahana wisata cagar budaya, dan wisata religi.  Ada dua potensi wisata yang sampai saat ini belum terjamah dan di kenal oleh masyarakat luar sana. Padahal, jika keduanya berkembang secara kebersamaan, akan berpeluang untuk menciptakan lapangan kerja yang mandiri. Dengan tumbuhnya usaha mikro di seputaran obyek yang di maksud. Kedua obyek tersebut adalah, jejak sejarah Mataram Hindu berupa bangunan Candi, dan jejak peradaban Islam berupa makam kasepuhan periode Kasultanan Pajang yang berada di Dusun Jambon, Desa Kebondowo. Potensi yang seperti itulah yang membawa Kecamatan Banyubiru sebagai kawasan pengembang Pariwisata Nasional.

Candi Dukuh Banyubiru

Keberadaannya  telah membawa wilayah Banyubiru menjadi sebuah Kecamatan yang berlabel Wisata. Selain itu, kecamatan Banyubiru juga tercatat dalam buku sejarah perjuangan bangsa indonesia kala itu. Semakin lebih mudah lagi untuk memperkenalkan dan meyakinkan khalayak ramai. Karena sudah jelas memiliki peranan penting dalam perkembangan perjalanan sejarah  bangsa Indonesia. Dengan adanya peristiwa pertempuran Ambarawa pada tahun 1945. Suatu peristiwa yang selalu di kenang oleh bangsa indonesia di seluruh tanah air, yang selalu di peringati pada tanggal 15 desember, sebagai hari Juang Kartika. Mungkin di antaranya, ada satu hal yang agak telupakan dan jarang sekali mendapatkan kunjungan. Terutama bagi para pemuda yang kurang begitu minat mengadakan rekreasi ke tempat tempat yang memiliki jejak sejarah berdirinya suatu bangsa. Tempat yang jarang sekali mendapatkan kunjungan adalah bangunan Candi. Padahal, keistimewaan bangunan itu, bisa mengubah expresi yang tumbuh secara kebersamaan, antara senang dan bangga. Ketika, kunjungan itu mampu menciptakan rasa keingin tahuan. Misalnya, ingin mengetahui sejarah berdirinya bangunan candi, Ingin mengetahui tentang kenapa dan ada apa, candi itu dibangun di atas puncak perbukitan. Dan ingin mengetahui tentang bagai mana caranya, leluhur kita membangun candi dengan menggunakan material batu yang terpahat. Memang sangat mudah, untuk memikirkan itu semua.

Candi Dukuh Banyubiru

Akan tetapi, sangat sulit untuk di pecahkan misteri itu, sehingga menjadi pokok  bahasan yang sangat panjang, dan itu tidak mudah seperti yang kita bayangkan. Pada umumnya, sejarah pembangunan candi bersumber pada literasi cerita rakyat atau legenda " YANG DI SAMPAIKAN SECARA TURUN TEMURUN ". Sehingga, perihal demikian sudah tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat luas. Di ceritakan tentang pembangunan Candi yang memanfaatkan bantuan dari golongan mahluk halus berwujud Jin. Panel panel yang terbuat dari material batu andesit di bentuk, di pahat sedemikian rupa, lalu di susun sehingga terbentuk sebuah bangunan yang di inginkan. Terjadi sebuah perjanjian dari tokoh yang di ceritakan, yang menghasilkan rundingan waktu yang sangat singkat hanya semalam saja. Bahkan dalam cerita di kisahkan bahwa, pemasangan panel panel bangunan candi menggunakan  putih telur sebagai daya perekatnya. Dari cerita cerita tersebut, tidak semudah yang kita bayangkan. Dengan kenyataanya, leluhur kita membangun bangunan Candi tidak sesingkat itu. Untuk  waktu yang di butuhkan sangat panjang, tidak hanya setahun atau dua tahun saja. Bahkan berpuluh  puluh tahun, dan itu pun bisa terjadi. Lokasi atau tempat untuk berdirinya bangunan candi juga tidak asal asalan. Semua ada konsepnya, sehingga pemilihan tempat untuk mendirikan bangunan candi ada syarat ketentuan yang harus di laksanakan. Ketika syarat syarat tersebut sudah di putuskan, maka tokoh tokoh yang terpilih, atau tokoh tokoh yang terlibat dalam pembangunan candi, semua bekerja sesua dengan tugas dan keahlian masing masing. Semua ada sumber yang pernah tercatat dan di dokumentasikan dalam kitab silpasastra. Yaitu, sebuah kitab yang di jadikan hhpedoman untuk membangun tempat yang di sucikan.

Candi Dukuh

TATA CARA MEMBANGUN CANDI BERDASAR KITAB MANASARA SILPASASTRA

Kitab Manasara Silpasastra mengungkapkan beberapa langkah yang harus ditempuh di dalam proses pembangunan candi.

Dimulai dengan pemilihan lahan sampai perencanaan " Cetak Biru " atau model miniatur yang menunjukan wujud bangunan yang nantinya akan di kerjakan. 

Yang berikutnya penelitian kontur tanahnya, baik dari segi wujud fisik seperti jenis tanah, warna tanah, dan kadar bau tanahnya.  Selain kontur tanah yang di jadikan sumber penelitian, langkah berikutnya mengetahui dari segi magisnya, seperti badan halus sebagai penghuni atau potensi gaibnya. Di dalam pemilihan lahan ini dilakukan pengujian kelayakan tanah, yang menyangkut kohesi tanah. Tanah yang baik adalah tidak terlalu berpasir, dan tidak mudah menyerap air, juga tidak terlalu keras.

Langkah berikutnya pengolahan lahan dengan membajak, mengairi dan menaburi biji bijian dari berbagai jenis tanaman, guna menguji kesuburannya. Filosofi yang mendasarinya bahwa tanah merupakan penampung benih dari segala yang tumbuh termasuk analoginya adalah benih kuil atau Garbha. Dengan demikian, diharapkan bangunan suci yang didirikan nantinya dapat menyerap dan mengembangkan sari sari yang terpendam dalam tanah yang telah disucikan itu. Upacara tabur benih atau pembenihan itu sendiri disebut sebagai Garbhadana.

Candi Dukuh Banyubiru

Kemudian Sthapaka atas nama Yajamana, meletakan Garbhapatra pada tempat yang sudah ditetapkan pada bagian Brahmasthana atau di pusat site. Garbhapatra merupakan bejana yang bagian dalamnya dibagi bagi menjadi 9 bahkan sampai 24 secara kotak. Masing-masing sebagai representasi para Dewa. Kotak-kotak ini diisi dengan bermacam benda alam seperti batu mulia, logam mulia, tanaman, biji-bijian dan tanah. Dalam bahasa arkeolog di sebut dengan peripih. Sedangkan peripih itu sendiri merupakan, unsur nyawa dari bangunan candi. 

Langkah berikutnya adalah dengan membuat diagram mandala di atas tanahnya, sebagai perencanaan bentuk denah dan perletakan. Setelah itu barulah dilakukan pembangunan fisik suatu candi dari Vondasi sampai bangunan di atasnya.

Candi Dukuh Banyubiru

Terdapat beberapa dugaan yang menunjukkan proses pembangunannya yaitu, dengan penimbunan kemudian dilanjutkan pengukiran dari atas ke bawah. Jika harus menimbunnya, dan melakukan pemahatan untuk langkah berikutnya. Dengan adanya tindakan sebagai berikut, pastinya akan menjadi sumber pertanyaan. Pertanyaan itu berupa perbandingan,jika yang di bangun adalah Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Borobudur, dan Candi Plaosan Lor. Yang benar benar memiliki ukuran yang sangat tinggi dan besar. Kira kira, butuh berapa kubik yang di jadikan sebagai tanah urug untuk membangun Candi candi tersebut. Dan kira kira, berapa gunung yang harus di ambil tanahnya dan dipangkas untuk keperluan itu semua. Untuk cara yang berikutnya adalah, dengan menggunakan rangka-rangka perancah atau Scaffolding, serangkaian alat yang di susun hampir untuk mempermudah memindahkan komponen kmponen Candi dari bawah ke atas yang akan di susun.

Candi Dukuh Banyubiru

Sangat penting untuk mempelajari jejak sejarah kebudayaan yang berada di Indonesia kususnya. Tidak hanya berlaku kepada para ahli di bidangnya saja. Akan tetapi, peran serta para pemuda yang harus ikut mengenal dan mempelajari jejak sejarah bangsanya. Dengan harapan supaya, para pemuda mampu mengenal lebih jauh, dan mengetahui tentang jati diri bangsa dan asal usul bangsanya. Bangunan candi itu mempunyai beberapa arti, bahkan pesan moral pun terukir pada bagian bagian tertentu. Bisa di kaji, bisa di pelajari, pesan moral tersebut menggambarkan kehidupan yang sering kita lakukan setiap harinya. Semenjak dahulu, semenjak kehidupan leluhur kita, sampai sekarang perilaku dan sifat itu masih berlanjut. Pesan pesan moral tersebut paling populer terukir pada bangunan candi candi yang memiliki perkomplekan luas seperti, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Borbudur, dan Candi Sojiwan. Memang ada beberapa bangunan di komplek percandian, sama sekali tidak memiliki relief sedetail candi candi yang sudah di sebutkan.

Candi Dukuh Banyubiru

Contohnya Komplek Percandian yang berada di Kabupaten Semarang sebagai contohnya. Komplek percandian gedong songo kecamatan bandungan, candi dukuh kecamatan banyubiru, candi ngempon kecamatan bergas, candi klero kecamatan klero. Hanya ornamen ornamen sejenis Flowra Fauna, tokoh Dewa dalam Keyakinan Hindu, dan beberapa tokoh Kahyangan yang bukan dewa. Untuk detail pahatan relief yang menceritakan sisi baik dan sisi buruk dari penokohan jarang sekali di temukan. Hanya sebatas cerita rakyat setempat, selalu dikait kaitkan dengan sosok pemimpin yang pernah berkuasa di masa itu. Dari hasil cerita yang berkembang di tengah tengah  lapisan masyarakat. Selalu mengangkat nama tokoh yang memiliki gelar pemimpin di salah satu Kerajaan yang paling berkuasa, dan terbesar di Nusantara kala itu. Tokoh yang di maksud adalah, Raja Majapahit terakhir, atau Brawijaya ke V. Cerita itu sering terjadi diberbagai wilayah di Indonesia, walau pun jejak sejarah dan pelaku sejarahnya berbeda masa atau periodenya. Khususnya di wilayah wilayah bagian Jawa, antara lain, Jawa  Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Candi Dukuh Banyubiru

Cerita ini saya ulang lagi, bahwa itu semua juga terjadi pada perkomplekan bangunan Candi Dukuh. Bahwa bangunan candi itu memiliki keterkaitan erat dengan Prabu Brawijaya ke V, yaitu Raja Majapahit terakhir. Memang belum ada sumber sumber yang mencatat keterkaitan di antara keduanya. Secara bentuk fisik dari bangunan tersebut, periode Majapahit dengan bangunan Candi Dukuh memiliki rentang waktu yang sangat jauh. Keberadaan bangunan candi dukuh lebih dulu, jika di bandingkan dengan periode akhir Kerajaan Majapahit. Tidak ada catatan dan kajian kusus tentang adanya cerita rakyat yang mengupas dan membenarkan tentang perihal tersebut. Bangunan Candi Dukuh diperkirakan, di bangun sejak abad ke 9 masehi.

Candi Dukuh Banyubiru

Keberadaan bangunan candi ini berdampingan langsung dengan luasnya Rawa Pening. Keindahan yang tertuang pada bangunan candi ini, berada pada seni ukir atau pahatan yang menghiasi di bagian bagian tertentu. Memiliki ukiran yang sangat berbeda sekali. Walau pun secara ilmiah, dalam penyebutannya itu sama dengan percandian yang berada di wilayah lainnya. Seperti halnya pahatan seni ukir yang membentuk sosok Mahakala dan Nandiswara sang penjaga, yang berada di samping kanan dan kiri pintu bangunan Candi. Memiliki perbedaan yang sangat menonjol dari seni ukirnya, jika harus di banding dengan seni ukir yang berada pada bangunan candi di wilayah lain. Kesannya lebih halus, hampir menyerupai sosok manusia yang pernah di agungkan pada masa itu. Selain itu, seni ukir yang berada pada bagian dinding luar juga memiliki tampilan yang berbeda. Lebih menampilkan beberapa sosok manusia yang berwujud seperti Brahmana. Dari keseluruhan seni ukir yang di maksud sudah mengalami kerusakan hampir mendekati 65 persen. Sedangkan untuk serangkaian komponen sudah di ganti dengan material baru. Sehingga, sebagian besar arkeolog yang melakukan peneliti dan mengkaji tentang arkeologinya, mengalami kendala. Sangat kesulitan untuk membaca pahatan dari setiap karakter yang dimaksud. Ada yang beranggapan bahwa,  sosok tersebut adalah makhluk kahyangan, akan tetapi bukan Dewa.

Candi Dukuh Banyubiru

Kebanyakan bentuk bangunan candi meniru tempat tinggal para dewa yang sesungguhnya, yaitu Gunung Mahameru. Oleh karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola yang menggambarkan alam Gunung Mahameru.

Peninggalan-peninggalan purbakala, seperti bangunan-bangunan candi, patung-patung, prasasti-prasasti, dan ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Budha. Pada hakikatnya, bentuk candi-candi di Indonesia adalah punden berundak, di mana punden berundak sendiri merupakan unsur asli Indonesia.

Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.

Candi Dukuh Banyubiru

Kaki candi merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau bhurloka. Pada konsep Buddha disebut kamadhatu, yaitu menggambarkan dunia hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya berupa bujur sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar. Tangga masuk candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga masuk hanya terdapat pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk terdapat di empat penjuru mata angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga masuk dihiasi ukiran makara. Pada dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora dan fauna berupa sulur-sulur tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur penjaga seperti dwarapala. Pada bagian tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini biasanya diisi sisa hewan kurban yang dikremasi, lalu diatasnya diletakkan pripih. Di dalam pripih ini biasanya terdapat abu jenazah raja serta relik benda-benda suci seperti lembaran emas bertuliskan mantra, kepingan uang kuno, permata, kaca, potongan emas, lembaran perak, dan cangkang kerang.

Candi Dukuh Banyubiru

Tubuh candi adalah bagian tengah candi yang berbentuk kubus yang dianggap sebagai dunia antara atau bhuwarloka. Pada konsep Buddha disebut rupadhatu, yaitu menggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Pada bagian depan terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi. Gawang pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala kala tepat di atas-tengah pintu dan diapit pola makara di kiri dan kanan pintu. Tubuh candi terdiri dari garbagriha, yaitu sebuah bilik (kamar) yang ditengahnya berisi arca utama, misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di candi itu. Di bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-relung yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling ini diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah. Terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk melakukan ritual yang disebut pradakshina. Pada lorong keliling ini dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi maupun dinding pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat naratif (berkisah) ataupun dekoratif (hiasan).

Candi dukuh Banyubiru

Atap candi adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau Svarloka. Pada konsep Buddha disebut arupadhatu, yaitu menggambarkan ranah surgawi tempat para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Pada umumnya, atap candi terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil ukurannya. Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan yang membentuk kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang mengesankan bangunan terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau lingga semu. Pada candi-candi langgam Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau silinder dagoba. Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen antefiks, yaitu ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan dinding bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap candi ada yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa, relief dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau sulur-sulur untaian roncean bunga.

Ayo Dolan Candi Dukuh

Bagian terpenting dari bangunan Candi adalah Lingga dan Yoni, memiliki kedudukan lebih tinggi untuk di jadikan simbul Trimurti yang berada di dalam ruangan candi.

Simbol lingga yoni dalam Hinduisme melambangkan penyatuan dan kesuburan, di mana lingga mewakili energi maskulin yaitu Dewa Siwa, dan yoni mewakili energi feminin yaitu Dewi Parwati atau Shakti istri dari Dewa Siwa. Serta menjadi lambang penciptaan dan regenerasi alam semesta melalui penyatuan dua kekuatan tersebut. Lingga umumnya berbentuk seperti pilar atau Phallus, sementara yoni adalah bentuk dasar seperti Vulva yang menopang lingga dan memiliki lubang serta cerat untuk mengalirkan air persembahan. 

Relief Sulur Gelung

Lingga, Bentuknya menyerupai pilar atau bagian dari alat kelamin pria, melambangkan energi maskulin, Dewa Siwa, dan kekuatan generatif. Yoni, berbentuk kotak bujursangkar, memiliki lubang bagian penampang atas sebagai pengunci lingga saat diletakkan, menyerupai alat kelamin perempuan. Melambangkan energi feminin, Dewi Parwati atau Shakti, dan kesuburan. Secara fundamental, lingga yoni adalah lambang penyatuan antara energi maskulin dan feminin yang menciptakan harmoni dan keseimbangan. Penciptaan dan Regenerasi: Penyatuan ini melahirkan penciptaan dan regenerasi alam semesta, serta merupakan representasi dari penyatuan antara Purusha atau kesadaran murni dan Prakriti materi primordial. Pemujaan: Lingga yoni merupakan objek pemujaan penting dalam agama Hindu, terutama bagi umat Siwa, di mana lingga sering dijadikan fokus utama dalam ritual di dalam bangunan candi. Simbol ini juga melambangkan kesuburan dan keperkasaan, serta merupakan tanda wilayah yang subur.


Yoni Candi Dukuh

Candi Dukuh Banyubiru


Relief Brahmana, di dinding luar bangunan candi


Lingga semu atau lingga patok, Tapal batas tanah sima di wilayah komplek percandian


Makara, hiasan pipi tangga bangunan candi




Yoni Candi Dukuh


Candi Dukuh Banyubiru

Candi Dukuh Banyubiru

Lingga semu, tapal batas sima


Yoni piranti emujaan hindu

Panel bidang hias antefiks

Panel Makara


Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA