PUNDEN LINGGOSONO LEMPUYANG

" PUNDEN SIMBAH KYAI LINGGOSONO, GENTOYONO. DUSUN LEMPUYANG, DESA EBUGAN, BERGAS "

Punden Linggosono Gentoyono Lempuyang

Di wilayah Kecamatan Bergas, Khususnya di Desa Gebugan. Ternnyata memiliki kisah cerita rakyat yang menggambarkan tentang gagalnya sosok tokoh yang bergelar Wali. Yang di utus Pepundennya untuk membangun sebuah tempat Ibadah berwujud bangunan Masjid, dengan durasi waktu yang di tentukan. Yaitu, hanya semalam saja. Di awali dengan waktu yang tidak di sebutkan, dan diakhiri sebelum fajar menyingsing dari ufuk timur. Entah kenapa dan ada kendala apa, berjalannya pembangunan Masjid yang berlangsung agak tersendat. Sehingga prosesnya terhenti, dan tidak di teruskan sampai waktu yang sudah di tentukan. Dengan kronologi sebuah kejadian yang sudah di ceritakan, dengan batas waktu tertentu, sampai Fajar berwarna merah menyingsing di Ufuk Timur, bangunan Masjid tersebut belum selesai dibangun. Sehingga, mendapat julukan Bangunan Masjid Wurung atau Bangunan Langgar Bubrah. Jika kita tarik kesimpulan dari pencocokan cerita tersebut. Cerita rakyat bangunan Masjid Wurung atau Langgar Bubrah, memiliki kesamaan dengan kisah cerita Roro Jonggrang dengan Bandung Bondowoso. Sebagai mana alur cerita atau legenda hanya berbeda dengan karakter penokohan dan Maksud dari tujuan dari Pembangunan. Antara bangunan Masjid untuk beribadah, dengan Bangunan 1000 candi sebagai tempat beribadah. Untuk dijadikan sebagai Mas Kawin atas pernikahan Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Perjalanan dari proses pembangunannya sama sama dengan durasi waktu yang di tentukan. Dan Sama sama menemui kegagalan dalam proses pembangunannya tersebut. Apakah di tempat kalian ada kisah cerita rakyat yang memiliki kesamaan seperti ini. Karena, setelah tahap pengamatan, tidak hanya di jawa tengah saja, melainkan di jawa timur juga banyak di temukan cerita cerita rakyat yang demikian adanya. Setelah mengadakan penelusuran, tidak sedikit waktu yang kita gunakan. Melalui tahap perbandingan dari tempat satu ke tempat tempat lainnya. Pada akhirnya, secara keseluruhan, dari cerita cerita tersebut mendapatkan Jawabannya.

Punden Linggosono, Lempuyang

Punden Linggosono, Lempuyang

Mau tau Jawabannya
Mari kita kupas

Memang benar, yang di maksud dari legenda rakyat, menceritakan sosok tokoh bergelar wali membangun tempat untuk ibadah. Setelah tahap dari penelitian kecil dan sederhana, dari yang kita lakukan telah mendapatkan jawabanya. Ternyata, bentuk dari bangunan yang di ceritakan sebuah bangunan Masjid, dengan kenyataannya memang bukan bangunan Masjid. Melainkan, bangunan candi tempat beribadah atau tempat pemujaan Hindu kuno. Yang sudah runtuh karena faktor Alam dan semakin rapuhnya ketahanan material yang di gunakan. Karena, saking lamanya termakan usia. Sehingga, saat penemuan awal, bentuk dan kondisi bangunan tinggal Puing puingnya saja. Dan orang yang pertama kali menemukan bangunan tersebut, telah membuat dan mengubah alur cerita. Mengkait kaitkan tokoh yang bergelar Wali sebagai pemeran utamanya, yang notabenya penyebar Keyakinan Muslim, dan Sebagai tokoh pertama kali membuka wilayah yang dimaksud. Memang benar, tokoh Wali di ikut sertakan peranannya supaya, bangunan tersebut tetap terjaga dan lestari. Karena, Lapisan masyarakat percaya dengan doktrin yang berkembang seperti, kuwalat, yang berkaitan dengan hal mistis. Ketika di langgar akan mendapatkan musibah pada diri dan keluarganya. Manfaat dari legenda rakyat, atau, manfaat dari cerita rakyat tersebut. Merupakan salah satu wujud, atau bentuk kepedulian Masyarakat kala itu terhadap sisa jejak sejarah di wilayah masing masing.

Punden Linggosono, Lempuyang
Bukan hanya di Dusun Bengkle, Dusun Lempuyang Desa Gebugan saja, yang memiliki kisah cerita demikian. Di Dusun Krajan, Desa Candirejo, Di Dusun Krajan, Desa Gogik, di Dusun Krajan, Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, Desa Manggisan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendallll, Juga memiliki cerita rakyat yang demikian adanya. Bukti dengan wujud dan bentuk obyek memiliki kesamaan. Dari material dan komponen yang disusun sehingga membentuk sebuah bangunan. Berkaitan akan hal itu, penelitian sudah berjalan melalui berbagai tahap blusukan kewilayah yang sudah di tentukan. Dusun Bengkle dan Dusun Lempuyang, ternyata memiliki jejak sejarah yang sama. Yang memiliki latar belakang dengan jejak peradaban Hindu klasik. Walau pun kisah dan alur dari cerita rakyat itu memiliki perbedaan. Dari Dusun Bengkle menceritakan dengan obyek Langgar Bubrahnya, di latar belakangi sisa sisa reruntuhan bangunan Candi. Sedangkan untuk Dusun Lempuyang, menceritakan Sosok tokoh yang memiliki gelar sebagai Kyai. Digambarkan sebagai tokoh sesepuh yang pertama kali membuka wilayah Dusun Lempuyang. Dengan sebutan Kyai Linggosono Gentoyono. Sama sama memiliki latar belakang jejak hindu klasic. Sebutan Kyai Linggosono Gentoyono merujuk ke piranti pemujaan yang berada didalam komplek bangunan Candi. Sisa sisa komponen dari reruntuhan itu, banyak sekali yang disusun ulang, di tata, dengan bentuk punden berundak, dan dijadikan Jirat makam. Tidak hanya di komplek makam warga Dusun Bengkle saja, namun, di komplek makam Dusun Lempuyang, juga banyak sekali di temukan panel sisa dari reruntuhan bangunan kunonya.
Punden Linggosono, Lempuyang

Kita akan bahas Komplek makam Dusun Lempuyang terlebih dahulu. Saat kita memasuki komplek makam, pertama kali yang kita lihat adalah, bagian terpenting yang mendukung berdirinya bangunan candi. Awalnya kita menemukan 2 komponen saja, setelah melanjutkan blusukan ke makam tersebut, tidak membutuhkan waktu yang lama, kita menemukan 2 batang lagi dengan nasib yang sama, beralih fungsi menjadi Nisan makam. Nama benda itu adalah, Lingga Patok atau Lingga Semu. Memiliki peranan yang sangat penting sebelum pembangunan Candi dilaksanakan. Tanah yang akan diberdirikan bangunan Candi, merupakan pilihan Raja yang memerintah kala itu. Setelah Raja memilih lokasinya, barulah tanah tersebut di tandai dengan Lingga Patok atau Lingga semu. Yang mengartikan bahwa, tanah yang di pilih oleh Raja akan di bebaskan dari Pungutan Pajak. Di sebut tanah Perdikan atau Tanah Sima. Sedangkan warga yang berada di sekeliling bangunan  Candi, akan di beri amanat untuk merawat, meruwat atau menjamasnya dengan Ritual tertentu. Lingga Patok, tidak hanya di fungsikan sebagai penyerahan tanah sima untuk berdirinya bangunan Candi saja. Lingga patok, juga di fungsikan sebagai tapal batas tanah sima untuk hadiah dari Raja berupa pertanian.

Punden Linggosono, Lempuyang

Kyai Linggosono Gentoyono, sebagai nama sebutan yang telah di anugerahkan kepada tokoh sesepuh wilayah yang di tuakan. Telah mengadopsi dari bagian paling terpenting dalam kontek pemujaan Hindu Siwa. Yaitu Lingga, merupakan bagian dari piranti pemujaan yang memiliki pasangan berupa Yoni. Yang di jadikan sebagai simbol Trimurti dari ke tiga Dewa dalam keyakinan Hindu Klasic. Trimurti itu terdiri dari Dewa Brahma, yaitu dewa yang menciptakan. 2. Dewa Wisnu, sebagai Dewa Pemelihara. 3. Dewa Siwa, Dewa yang mengawali dan yang mengakhiri. Dewa Siwa, terpahat dengan bentuk Lingga, berbentuk maskulin, atau di simbolkan sebagai alat kelamin Laki laki. Dewa Brahma dan Dewa Wisnu dipahat dengan bentuk yoni, di simbulkan sebagai alat kelamin Perempuan atau Feminim. Telah mengalami perubahan dari ejaan dan penyebutan saja, dari Lingga berubah penyebutannya menjadi LinggOo. Di mungkinkan supaya lebih mudah mengingat dan menyebutnya. 


Punden Linggosono, Lempuyang


Punden Linggosono, Lempuyang
Saya tidak tertarik untuk membahas tokoh Kyai Linggosono Gentoyono. Melainkan, saya pribadi tertarik dengan makam yang saya anggap sepuh. Yang berada pada tempat tertinggi di bagian titik tengah pusar Komplek Makam ini. Ada tiga pusara dengan pahatan Nisan berbentuk kotak persegi panjang, memberikan keterangan bahwa, ketiga tokoh tersebut pernah hidup di periode yang sama. Memiliki guratan sebagai tanda penentu, atau sebagai sumber informasi yang memberikan keterangan tentang jenis kelamin tokoh yang di makamkan. Nisan dengan Langgam Pantura periode abad 20 awal atau tahun 1900 an awal, memberikan banyak keterangan yang mengupas tentang siapakah beliau. Bahwa tokoh yang di makamkan memiliki peranan penting pada masa kolonial Hindia Belanda. Kenapa saya menyebutnya tokoh terpenting di masa itu. Terlihat jelas, ketiga makam tokoh tersebut mendapatkan tempat yang paling istimewa. Dengan mempelajari dari konsep penataan makam yang demikian, ketiga tokoh tersebut memiliki jabatan dalam sistem pemerintahan kala itu. Bisa saja sebagai tokoh sesepuh pinisepuh wilayah Lempuyang. Atau tokoh Masyarakat yang di tuakan, yang di anggap sebagai wali wilayah atau Sokhibbul Wilayah. Karena sudah jelas, orang orang jaman itu sangat memuliakan ketiga tokoh tersebut. Dengan cara membangun makamnya, dengan konstruksi bangunan berbentuk Punden berundak. Yang memiliki kesan yang sangat megah dan berwibawa. Di pemakaman tokoh yang saya maksud, di situ terdapat dua panel yang memiliki perbedaan dari Fungsinya. Walau pun di buat dari jenis material yang sama, sama sama menggunakan bahan baku dari batu Andesit. Akan tetapi, kedua dari panel panel tersebut memiliki perbedaan, digunakan dan dimanfaatkan dengan fungsi yang sama. Antara panel bangunan Jirat makam asli, dengan komponen asli dari bangunan Candi. Yang sama sama beralih fungsi, dan di manfaatkan untuk menjadi Jirat makam ketiga tokoh. Pahatan nisan, dan bangunan Jirat makam yang sangat Sederhana. Akan tetapi, memiliki makna dan keterangan yang sangat Luas.
Punden Linggosono, Lempuyang

Kira kira, Siapakah tokoh yang di maksud dengan Kyai Linggosono Gentoyono itu .. ???
Tokoh dari kerajaan mana .. ???
Sepak terjangnya terjadi pada periode tahun atau abad ke berapa .. ???

Apakah sosok yang di tokohkan dengan sebutan Kyai Linggosono Gentoyono merupakan Alim Ulama, Kyai, atau, pejabat pemerintahan,

Hassssssss Mbuuuh

Syuliiiit

Punden Linggosono, Lempuyang





Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI