BANGUNAN DHARMMASALA ATAU CANDI PEMUJAAN
Pagi itu, seusai pulang dari piket malam. Secara kebetulan hari libur pergantian jaga. Seperti adat biasanya, berhubung saya beserta salah satu teman memiliki hobi yang sama. Sama sama memiliki hobi blusukan, atau mengunjungi situs situs bersejarah. Melakukan kegiatan tambahan di luar jam kerja. Dengan mengadakan, melakukan, rangkaian perjalanan blusukan hanya sekedar untuk mengisi kekosongan waktu di luar kesibukan. Yang biasanya, kekosongan waktu itu, hanya di isi dengan bermalas malasan saja di rumah. Tanpa adanya aktifitas yang bermanfaat untuk saya pribadi dan orang lain, hanya tiduran di rumah saja. Sehingga, membuat Pikiran semakin Suwong dan sumpek. Untuk menghapus kekosongan waktu, dan keluh kesah yang terjadi pada diri kita. Maka dari itu, kita melaksanakan kegiatan blusukan di suwatu wilayah pedesaan yang terkenal dengan wisata cagar alamnya. Terkenal dengan budidaya tanaman Durian hingga buahnya, yang terkenal enak dan mantap. Selain itu, Budi daya tanaman kopi dengan jenis Robusta, yang ikut berperan mendongkrak perekonomian warga sekitar.
Kabupaten Semarang merupakan salah satu daerah penghasil kopi Robusta di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah luasan Kopi Robusta dikawasan gunung kelir mencapai lebih dari 3000 Ha yang tersebar di 4 Kecamatan yaitu Jambu, Sumowono, Banyu Biru dan Bandungan dengan masing-masing ha yaitu 1166 Ha, 1513 Haektar, 213,78 Haektar, dan 206 Haektar, (BPS Kabupaten Semarang, 2019). Pengembangan agribisnis komoditas kopi Robusta di Kabupaten Semarang terus dilakukan, baik melalui program perluasan, intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas, maupun perbaikan mutu dan pengembangan industri hilir. Lingkungan Gunung Kelir memang cocok untuk kedua tanaman tersebut, antara durian dan kopi. Olahan hasil dari kopi itu sendiri di kembangkan produksinya, dipasarkan dengan memanfaatkan kearifan dan keramahan masyarakat desa setempat. Untuk menarik perhatian para wisatawan dari luar wilayah. Buah durian mendapatkan nama paten dengan sebutan Durian Brongkol. Sedangkan untuk olahan kopinya, yang terkenal dengan logo Kopi Gunung Kelir. Keduanya memiliki ciri khas tersendiri, tergantung cara kita menikmati.
Selain tentang keindahan alam, tentang kearifan lokal, dan hasil perkebunannya. Kecamatan Jambu juga memiliki peranan Penting di bidang Revolusi Sejarah Bangsa. Dari peradaban jejak kerajaan Hindu Klasic dengan adanya sisa dari reruntuhan bangunan Candi, Jejak sejarah Peradaban Islam, sebagai bukti dengan adanya makam makam Pejabat pemerintahan dan Ulama'. Jejak jejak kolonial belanda, dengan buktu bangunan Stasiun Kereta Api di Gemawang, Bedono dan Jambu. Jejak kolonial lainnya berupa perkebunan Karet dan termasuk kopi. Jejak sejarah Pertempuran Ambarawa yang terjadi Pada tanggal 20 Oktober sampai 15 Desember 1945. Yang melibatkan 3 wilayah yang memiliki peranan Penting dengan basis Mikiternya. Seperti Kecamatan Jambu, Kecamatan Ambarawa dan Kecamatan Banyubiru. Indonesia itu, kurang kaya apa lagi jika di pikirkan.
Desa Brongkol, Kecamatan Jambu, berada di kaki Gunung Kelir, di sebelah utara Gunung Telomoyo. Dari dulu saya mengira bahwa, desa Brongkol ikut diwilayah kecamatan banyubiru. Setelah saya cek di peta terbitan baru, ternyata wilayah Brongkol ikut di dalam naungan wilayah Kecamatan Jambu. Ini merupakan awal pertama kalinya saya pribadi mengadakan berkunjung dan blusukan di Desa Brongkol, pikiran saya mengacu bakalan pesta buah Durian di sana. Ternyata, bukti menunjukan bahwa, kita hanya numpang ijin melintas saja di wilayah tersebut. Kita mengawali perjalanan untuk menuju kewilayah desa tersebut, kita tidak mengambil jalur utama penghubung antara ambarawa dan magelang. Melainkan, yang kita tempuh melalui jalur lingkar atau Ring Road Bawen ke Ngampin Ambarawa. Kenapa demikian .. ???
Karena, lewat jalur Ring Road, kita dapat menikmati perjalanan dengan Pemandangan pegunungan, Rawa dan hamparan sawah yang membentang luas. Walau pun perjalanan memutar agak jauh, akan tetapi, pikiran kita menjadi segar saat menikmati perjalanan dengan suguhan alam yang demikian indahnya.
Blusukan kali ini, kita akan mengunjungi jejak peradaban hindu klasic. Untuk sejarah jejak kolonial belanda dan jejak sejarah masa perang Ambarawa sudah saya bahas di Video sebelumnya.
Yang konon katanya merupakan tempat untuk pemujaan Hindu siwa yang berada di tengah tengah lahan Produktif milik warga. Obyek tersebut berada di puncak Gumug, atau di puncak bukit kecil yang di kelilingi persawahan. Ternyata, obyek yang akan kita kunjungi bersebelahan atau berdampingan dengan komplek makam umum milik warga. Saya pun mulai berfikir, dan memprediksi. Kalau memang benar, obyek yang akan kita kunjungi saling berdampingan, saya pribadi memastikan, di dalam komplek makam itu, kitaa sudah pasti akan menjumpai beberapa makam sosok tokoh yang di sepuhkan, yang berpengaruh di masanya kala itu.
|
Jejak Hindu Klasic Candi Ngembat
Perjalanan untuk menuju ke obyek tersebut, memang agak panjang dan bisa di bilang memakan waktu walaupun selisihnya setengah Jam, jika di bandingkan dengan perjalanan yang melintasi Jakur Ambarawa Magelang. Tidak hanya melewati jalur penghubung utama di kecamatan Banyubiru saja, kita di arahkan melalui jalan penghubung desa dengan latar belakang pegunungan dan hamparan persawahan. Hamparan sawah Ini bisa kita jadikan acuan, kenapa di wilayah Kecamatan Banyubiru dan Desa brongkol dapat kita jumpai jejak jejak Hindu klasicnya. Dalam rencana blusukan hari ini, kita mengagendakan untuk blusuka atau mengunjungi 3 obyek bangunan masa hindu klasic. Keberadaanya masih di dalam satu wilayah akan tetapi, beda lokasi atau penempatannya. Tujuan awal kita, akan mengunjungi sebuah reruntuhan bangunan pemujaan kuno atau Candi. Warga setempat menyebut dengan Candi Ngembat. Kira kira benar atau tidak, jika reruntuhan bangunan kunobtersebut adalah bangunan candi untuk tempat pemujaan Hindu Siwa. Mari, kita cari tau dari kebenaran tentang reruntuhan bangunan tersebut. Benarkah bangunan candi untuk pemujaan hindu siwa, atau kah bangunan lain di luar untuk pemujaan. Kalau kita amati sisa sisa dari bangunan tersebut. Memang, memang beberapa pendapat merujuk ke sebuah bangunan Pemujaan hindu siwa. Tapi, saya punya alasan sendiri untuk menyatakan hal demikian Walau pun, jawabanya mungkin memiliki kesamaan. Bangunan ini terlihat dengan bentuk punden berundak dan nerdenah persegi panjang yang membujur ke arah barat ke timur. Mungkin, denah bangunan ini sudah mengalami perubahan dengan penataan ulang. Dari awal bangunan ini di ketahui keberadaanya, penataan itu berubah ubah setelah generasi atau periode berikutnya. Kenapa demikian dan apa penyebabnya.. ??? Karena, keberadaan atau lokasi reruntuhan bangunan hindu klasic ini telah di manfaatkan oleh warga sekitar, untuk di jadikan lahan Produktif yang menghasilkan. Jadi, pengelola lahan kan terus berjalan dan berubah ubah sistem tanamnya. Maka dari itu, penatan ulang terjadi ketika ada temuan baru yang berkelanjutan dan penataan ulang itu pun terjadi. Mari, kita amati dari sisi sebelah timur. Reruntuhan bangunan tersebut berbentuk punden yang memiliki dua teras. Dengan kondisi bangunan yang demikian, hanya menyisakan batuan kotak pengisi yang berbentuk balok persegi Panjang. Beberapa panel bangunan yang masihbterlihat unik dari bentuknya, dengan Profil yang terpahat pelipit genta atau kelopak Padma. Di duga, komponen ini berada di bagian selasar, antara penmpang bawah atau penampang atas. Karena, untuk panel dengan profile keduanya memiliki kesamaan bentuk, dan ukurannya. Selain profile pahatan genta, pada reruntuhan bangunan ini juga di temukan batu bata merah, yang di duga sebagai alas utama untuk berdirinya suatu bangunan. Konsep konstruksi bangunan seperti ini, memiliki kesamaan konstruksi bangunan Candi Sewu di Klaten. Batu bata merah kuno, atau banon, memiliki ukuran lumayan cukup besar, dengan ukuran pada umumnya banon. Panjang 36 cm, lebar 24 cm, dan tebal 9 cm. Tidak sama dengan ukuran batu bata merah pada umumnya, untuk yang sekarang ini. Adanya bukti panel yang terpahat dengan relief, dengan seni ukir yang halus dan detail. Menunjukan bahwa, bangunan tersbut pernah berdiri megah dan mewah di masanya. Yang kemungkinan panel tersebut di fungsikan sebagai bidang hias yang ditampilkan pada bagian selasar. Tapi sayangnya, kita hanya bisa melihat 1 panel yang relief dan tidak menjumpai panel yang memiliki relief lainnya. Pada tahun 1990an, menurut cerita warga setempat, yang kebetulan profesinya sebagai petani yang menggarap sawah di seputara situs memberikan informasi bahwa. Di tahun tahun tersebut, sisa bangunan ini sebenarnya masih banyak sekali, jika harus di bandingkan dengan tahun sekarang. Mungkin kurangnya perhatian, pada tahun 1990an, beberapa komponen terpenting dari bangunan Candi tersebut sudah mengalami vandalisme yang tidak di sengaja dan maraknya pencurian kala itu.
Warga juga menjelaskan tentang beberapa benda terpenting lainnya seperti, jenis arca dan panel penghias. Akan tetapi, penjelasan itu tidak bisa menjelaskan secara rinci dari jenis arca dan panel penghias yang di maksud. Hanya menyebutkan, sosok arca yang duduk di atas bunga teratai dengan sikap bersila. Dengan kondisi patah pada bagian tubuhnya. Warga tersebut juga melanjutkan penjelasannya, selain potongan arca yang di sebutkan. Di tempat ini dulu juga terdapat batu berbebtuk setengah bintang, yang di tata sejajar di atas tumpukan batu ini. Untuk saat ini, kita juga bisa melihat watu lumpang kecil, yang baru saja di temukan. Di jadikan satu dengan panel panel candi lainnya. Informasi yang saya terima, watu lumpang tersebut baru saja terangkat dari dalam tanah, saat warga menggarap lahan perkebunannya. Dan jika kita amati memang benar, watu lumpang tersebut memberikan keterangan bahwa, benda itu baru saja di temukan. Terlihat dari warna, yang memiliki perbedaan dengan material yang sudah di naikan. Walau pun sama sama terbuat dari material dan jenis batuan yang sama. Untuk membedakan temuan yang baru dengan temuan lama. Batu temuan baru, memiliki warna cokelat agak kekuningan, sedangkan untuk temuan lama memiliki warna hitam agak abu abu.
|
|
Jejak Hindu Klasic Candi Ngembat
|
|
Jejak Hindu Klasic Candi Ngembat
Selain batu berpola, banyak sekali material batu bulder yang dapat kita lihat. Bentuk material batu bulder masih dengan keadaan asli dan tanpa berpola, bentuk alaminya. Batu burder juga memiliki peranan penting di dalam bangunan Candi. Yang di fungsikan sebagai meredam bencana alam gempa bumi. Penempatan material tersebut biasanya, berada di dalam selasar bangunan Candi. Supaya dapat merdam getaran dan membuat bangunan selasar menjadi kokoh. Dengan kondisi demikian, dugaan saya pribadi, dengan mempelajari keadaan sekitar, Bangunan ini merupakan tempat untuk Pemujaan Keyakinan Hindu Siwa. Hanya rujukan berupa panel sebuah kemuncak yang lengkap dengan konektingnya yang pahatan buah keben.
Memang kedua panel tersebut tidak luput dari tangan tangan jahil. Kedua panel itu hilang di curi orang yang tidak bertanggung jawab. Pada tahun 2017, kedua panel itu masih tertata rapi pada bagian punjer atau titik pusat bangunan. Sehingga, ada tahun 2019, kedua panel tersebut sudah hilang di Gondol kucing Garong berkepala Manusia. Walau Pun tidak menemukan pendukung lain yang menyatakan bangunan itu merupakan sebuah pemujaan Hindu siwa, tapi saya pribadi punya rujukan perdasarkan konstruksi banganunan, terutama ada bagian panel penghias atap. Panel panel ini memiliki kesamaan dengan panel penghias atap bangunan Candi Gedong Songo komplek ke dua, komplek ke 4, Bangunan Gedong Songo komplek ke 5 dan Bangunan Candi Selogriyo, Kecamatan Windusari, di Kabupaten Magelang.
Memang kita tidak pernah melihat atau menemukan Piranti dan bentuk panel lainnya, yang mendukung dan memberikan pernyataan bahwa, reruntuhan bangunan tersebut adalah tempat pemujaan Hindu Siwa, atau bangunan Candi Hindu. Dengan menunjukan keberadaan bagian terpenting seperti Lingga dan Yoni yang di jadikan Piranti Pemujaan Sekte Siwa. Dan juga tidak pernah sama sekali melihat potongan potongan arca, yang meberikan keterangan pasti bahwa tempat ini sebuah bangunan yang di peruntukan Pemuja Dewa Siwa.
Terdapat di sisi sebelah barat insitu dari bangunan candi Ngembat. Terdapat dua makam dengan penataan panel panel menggunakan batuan candi. Saya pribadi belum mengetahui, dua bngunan makam tersebut asli atau tidak. Dan tidak tau secara pasti, antara makam benar atau hanya sekedar tempat yang di permakamkan.
Saya mempunyai dua tanggapan antara positif dan negatif, dari perbuatan yang di lakukan oleh segelintir orang.
Tanggapan negatifnya
Kalau menurut kajian saya pribadi, ini bukan makam yang di dalamnya terbaring jazad tokoh penting yang di rokohkan di masa itu. Secara kebetulan, tempat tersebut sengaja di pilih oleh segelintir orang yang benar benar baru mempelajari dan mendalami ilmu penerawangan, sepiritual dan sejenisnya. Tanggapan saya mengenahi hal yang terjadi saat ini, benar benar menciptakan sejarah dengan jalur pemblawuran. Dan itu sangat berbahaya untuk kaum awam yang sedang mempelajari sejarah dan tingkatan sepiritual.
Tanggapan Positifnya
Dengan pemanfaatan batuan candi, yang di bentuk sedemikian rupa, hingga menyerupai sebuah bangunan pemakaman. Merupakan wujud dari pelestarian dan perawatan. Karena, pada akhirnya, tempat tersebut di sakralkan. Dan tempat yang di sakralkan, akan menimbulkan perasaan yang was was dan mawas diri terhadap benda benda penting yang di lindungi undang undang. Tergantung bagai mana cara menyingkapinya.
Selain komponen Batuan candi yang tertata di sini, beberapa batuan candi banyak.yang keluar dari areanya. Yang di alih fungsikan sebagai nisan makam. Karena, secara kebetulan, komplek makam tersebut tidak jauh dari lokasi keberadaan situs candinya. Jarak radius, kisaran 70 meter sampai 100 meteran. Lebih tepatnya keberadaan komplek makam tersebut di sisi sebelah selatan situs candi Ngembat. Di komplek pemakaman ini juga, kita dapat melihat Sisa sisa dari bangunan Makam kuno dengan langgam tembayat, periode 1900 an awal. Dan bahan material yang di pergunakan berbahan batuan alam. Baru kali ini, saya pribadi menjumpai makam langgam tembayat yang menggunakan material batu kali. Biasanya dan pada umumnya, material yang di pergunakan adalah Batuan Putih.
Selain batuan candi yang di alih fungsikan sebagai nisan makam. Lebih tepatnya berada di sisi sebelah barat keberadaan situs candi, terdapat sendang kuno, dengan sumber mata air yang cukup deras, dan memiliki bangunan untuk penampungan yang lumayan besar Pula. Yang sekarang di bangun oleh P.D.A.M, dan di kelola oleh perusahaan Air Minum tersebut. Untuk kondisi dan bentuk bangunan tidak bisa memastikan. Antara memiliki bangunan dengan panel terpahat, atau sekedar bangunan sederhana dengan susunan batu alam saja. Jadi tidak heran, ketika mengetahui keberadaan sebuah tempat pemujaan, tidak jauh dari obyek tersebut akan terdapat sumber mata air yang di akan di ubah menjadi wujud sebuah bangunan Sendang. Karena, sumber mata air dan Bangunan candi saling berkaitan. Sumber airnya di gunakan untuk sesuci dan sarana pemujaan. Sedangkan untuk bangunan candi, di pergunakan untuk tempat pemujaannya.
Selesai sudah kunjungan pertama ke candi Ngembat, dan kita akan terus berusaha mengexplore Desa Brongkol. Yang kono katanya, masih banyak jejak jejak masa klasic, yang beberapa bulan lalu di temukan secara tidak sengaja oleh warga sekitar. Warga menyebutnya dengan Situs Candi Sari. Situs tersebut di temukan warga saat mencangkul atau menggarap lahan Produktifnya. Kita akan mengupasnya, benarkah situs bangunan Candi atau Situs dengab Sebutan lain. Ikuti terus perjalanan Yang selanjutnya, masih di Desa Brongkol, Kecamatan Jambu
|
|
Jejak Hindu Klasic Candi Ngembat
|
Komentar
Posting Komentar