PERPADUAN KONSEP BANGUNAN CANDI, KLENTENG DAN MASJID ASTANA SULTAN HADIRIN DAN KOMPLEK MAKAM RATU KALINYAMAT

PERPADUAN KONSEP BANGUNAN CANDI DAN KLENTENG MENJADI MASJID AGUNG ASTANA SULTAN HADIRIN

Ragam Hias Masjid Agung Astana Sultan Hadirin

Kali ini, kita akan mengunjungi salah satu wilayah yang memiliki sejarah tentang peradaban Islam di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Ketiga obyek tersebut memiliki Jejak sejarah tentang pertumbuhan Islam di Nusantara.

1. Masjid Agung Astana Sultan Hadirin

2.  Konsep bangunan Komplek Makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat

3. Pembahasan Nisan yang berada di dalam komplek makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.

Untuk yang pertama kalinya, pokok bahasan tertuju pada sebuah bangunan yang memiliki arsitek campuran. Berupa tempat yang di sucikan, yang di jadikan ajang berkumpulnya para ahli di bidang keagamaan. Sebuah bangunan berdiri dengan kokoh, dengan buah pemikiran yang dihasilkan dari perpaduan antara konsep bangunan Spiritual lain berupa konsep bangunan Candi dan konsep bangunan Klenteng. Kedua bangunan sepiritual tersebut di tuangkan dalam konstruksi pembangunan Masjid. Dengan bentuk dan model bangunan melambangkan sebuah tindakan yang mampu memberikan arti tentang Indahnya Toleransi antar umat beragama. Hal demikian di sebut dengan masa Transisi.  Perpaduan itu sangat terlihat pekat pada bagian lantai atau vondasi bangunan. Pada dinding atau tubuh bagunan bagian sisi luar dan dalam. Pada bagian atap sama sama memiliki tiga tajuk atau yang disebut dengan mustaka. Tidak jauh beda dengan konstruksi kedua bangunan tersebut.

dinding bagian luar, banyak kita jumpai ornamen relief dengan pahatan tanaman berbentuk suluran, belah ketupat, tapak dara, pepohonan dan yang paling menonjol pahatan bangunan di dalam bangunan. Sebenarnya ada dua relief yang sangat menarik untuk di kaji yaitu, percakapan seekor kera penghuni hutan dengan seekor kepiting yang tersesat. Dengan mulut terbuka, mata terbuka lebar, mulut menganga dengan lidah menjulur keluar. Satu tangan dengan sikap seolah menunjukan sebuah tempat. Dengan sikap berdiri tegak, Sikap ekor tegak lurus keatas. Seolah olah, menggambarkan sosok kera penghuni hutan sedang berdialog dengan seekor Kepiting. Jika di lihat dari benruk sikap kedua binatang atau hewan tersebut seolah menggambarkan. Seekor kepiting tersesat di dalam hutan, dan menanyakan jalan keluarnya kepada si kera penjaga hutan. Semua jenis relief tertata rapi menghiasi  semua di setiap sisi bagian dinding. Dan yang paling banyak dindin bagian depan bangunan masjid. Selain relief yang terpahat sedang marah, bagian luar ruang pengimaman terdapat satu relief yang sangat menarik. Mungkin, sekilas relief tersebut terpahat bentuk suluran, yang sering di jumpai pada bangunan bangunan candi di jawa. Maka, ketika kita mengamati dengan cermat, relief tersebut terpahat bentuk dari beberapa huruf yang di sambung, hingga membentuk sebuah ejakan dengan kalimat bacaan Muhammad. Kaligrafi arab pegon ini sengaja di pahat dengan metode cermin atau saling berhadapan. Sedangkan di bawah kaligrafi bertuliskan Muhammad, terdapat serangkaian bunga yang terpahat di dalam bidang ruang hias berbingkai bunga ceplok piringdengan kalimat bagian sisi dalam terlihat pada ruangan kasepuhan atau ruangan Daleman. Sedangkan bagian bawah terlihat pekat pada bagian kaki atau vondasi. Seangkan untuk bagian atas terlihat pada konstruksi bangunan atap.

Kita kupas pada bagian sisi dalam bangunan terlebih dahulu

Masjid Astana Sultan Hadirin contohnya adalah bentuk atap tumpang bersusun tiga atau lebih di kenal dengan sebutan tajuk bersusun tiga menyerupai bangunan piramida di mesir. Selain itu, bangunan Masjid Astana Sultan Hadirin mengadopsidari konsep konsep dari bangunan Candi di jawa tengahan. Konsep tersebut memiliki arti sebuah tingkatan Spiritual yang mengacu pada sebuah Pengabdian makhluk kepada Tuhannya. Kalau konsep bangunan Candi memiliki tiga tahap diantaranya.

Kaki Candi yang di sebut dengan Bhurloka, dengan konsep dunia bawah atau kehidupan di bumi. Badan atau tubuh candi, Bhuvarloka, dengan konsep dunia yang di sucikan, dengan arti, dalam kehidupan Manusia tidak luput dari sebuah kesalahan, kelalaian, iri, dengki dan keangkuhannya. Maka dari itu, ketika ingin membuang sifat sifat yag demikian, manusia harus mensucikan diri, beribadat, melakukan pengabdian dan berserah diri kepada tuhan penciptanya. Ata bangunan candi, atau yang di sebut dengan Svarloka, dengan Konsep Dunia para Dewa. bagian ini, telah memberikan keterangan tentang unsur paling tinggi sebagai pencipta alam jagad raya. Tidak ada bedanya dengan konsep bangunan Masjid tersebut. Bangunan Masjid Astana Sultan Hadirin berdiri menggunakan tiga tahap dengan konsep sebuah Pengabdian. Kaki atau Vondasi bangunan Masjid, Tubuh bangunan masjid, atau ruang daleman untuk kasepuhan, Mustaka dengan tiga tajuknya. Tajuk yang pertama dari bawah besar dan mengecil pada bagian puncaknya. Bagian mustaka merupakan akulturasi dari arsitektur bangunan candi bagian Svarloka, yang sama sama memiliki tiga tingkat. Yang di padukan dengan bentuk bangunan ciri khas Tionghoa. Selain itu, bangunan masjid tersebut memiliki 3 konsep yang di padukan menjadi satu. Sangat terlihat sekali perbedaan dari ketiga identitas bangunannya. Masa Transisi, Konsep bangunan dengan budaya Hindu Bhuddha, beralih ke Konsep kebudayaan Muslim. Dan semua itu dapat kita lihat pada bagian pagar bumi yang mengelilingi bangunan dan gapura yang menuju ke halaman masjid. Gapura dengan konstruksi demikian memiliki langgam Majapahitan yang di sebut dengan gapura Bentar. Konstruksi pembangunan Gapura memiliki kesamaan dengan Konstruksi Bangunan Gapura Ringin Lawang tinggalan Majapahit yang berada di Wilayah Jawa Timuran. Gapura tersebut masih bertahan hingga sampai saat ini.

Unsur Kebudayaan Muslim terlihat pada konsep Pintu masuk ke ruang utama, atau ruang daleman atau ruang kasepuhan Masjid. Unsur tersebut juga masih di tuangkan dalam ruang pengimaman, di mana  kedua bangunan tersebut berbentuk Mihrab atau Kusen Melengkung setengah lingkaran. Konsep penyangga atap, dengan soko guru utama yang berjumlah 4 tiang. Ke empat tiang, atau ke empat soko guru tersebut memiliki fungsi menyangga tajuk ke tiga atau bagian tajuk paling atas. Konsep seperti ini, memiliki persamaan dengan konsep bangunan masjid Agung Demak

Sedangkan untuk konsep Tionghoa, terdapat pada pahatan pahatan ornamen yang menghiasi dinding bangunan masjid. Yang berada di luar dan di dalam bangunan masjid. Bentuk bangunan atap tersusun dua, atau memiliki dua tajuk berbentuk limasan. Konstruksi bangunan ini menyerupai atap bangunan kuil atau klenteng yang di sangga tiang yang berjumlah 24 batang. Kuil atau Klenteng merupakan tempat suci untuk melakukan ritual bersembahyang umat Buddha yang berada di China. Ciri khas berikutnya, model dan bentuk arsitektur bangunan pendamping, bangunan serambi yang berada di sisi selatan bangunan Masjid Astana Sultan Hadirin. Pada konstruksi atap bangunan kedua serambi tersebut, sama sama memiliki dua tajuk yang berbentuk limas tumpang bersusun. Dengan berdirinya tiang penyangga atap berjumlah 16 batang. Pada Bagian Vondasi Masjid, bagian depan serambi di buat anak tangga dengan jumlah yang banyak. Susunan anak tangga ini di buat panjang membentang, hampir memenuhi lebar selasar serambi Masjidnya. Konstruksi demikian, telah mengadopsi dari bangunan Klenteng yang berada di daratan China.

Dari berbagai macam banyak bentuk pahatan atau ukiran, ada satu ukiran yang tidak kalah menariknya untuk di kupas.

Poto Dokumentasi Belanda Tahun 1910
Masjid Agung Astana Sultan Hadirin

Sebagaimana di ketahui bahwa entitas bentuk Bangunan Masjid Agung Astana  Sultan Hadirin, memiliki kesamaan dengan Bangunan Masjid Agung Demak di bentuk dengan unik dan khas. Membedakan Masjid masjid wilayah lain di dunia. Tampak bangunan masjid memiliki atab tumpang bersusun tiga, yang merupakan bagian mustaka Masjid. Dalam Poto Dokumen Belanda, pada tahun 1910 Menapilkan fasade bandunan masjid yang khas dan membedakan dengan jenis dan tipe bangunan masjid jawa lainnya. Dengan bentuk atap geometris piramida tersusun tiga semakin ata semakin mengecil pada bentuk bangunan induknya ( dalem atau daleman) dan atap limasan pada bangunan serambi atau pendopo, masjid ini dinamakan masjid dengan tipe tajuk yaitu atap dengan model piramida, meskipun pada bangunan serambinya beratap limasan.

Tipe tajuk adalah tipe masjid jawa merupakan, dasar bangunan ibadah yang sangat spesifik pada bangunan Masjid masjid di Pulau Jawa. Seperti halnya, bangunan Masjid Agung Demak dengan Bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin.

Masjid Agung Astana Sultan Hadirin yang memiliki karakter Bangunan bangunan sebagaimana yang ada pada arsitektur Jawa. Memiliki typologi tertentu yang mendasari dan menjadi ciri ciri khas bangunan Masjid tersebut. apa bila di bagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Vondasi berbentuk persegi dan perjal atau ( massive ) yang agak tinggi.

2. Tidak berdiri di atas panggung, tetapi di atas dasar yang padat.

3. Memiliki atap berbentuk piramida yang meruncing ke atas, terdiri dari tiga tingkat yang di sebut dengan Tajuk, dan diakhiri puncaknya dengan Mahkota atau Mustaka.

untuk tambahan bangunan berikutnya

4. Mempunyai tambahan ruang diarah barat untuk mihrab.

5. Mempunyai serambi dengan komponen kedelapan jumlah soko pengaraknya.

6. Halaman di sekeliling Masjid, di batasi oleh tembok yang melingkupi wilayah masjid. Atau Pagar bumi yang mengelilingi bangunan utama

7. Penempatan Bangunan Masjid di sebelah barat alun alun.

8. Dibangun menggunakan bahan yang alami yaitu kayu, meskipun kini telah mengalami perubahan dan tambahan material moderen.

9. Awal di bangun tanpa bangunan serambi, melainkan hanya bangunan Induk saja.

10. Bangunn Induk lebih tinggi lantainya jika di banding bangunan serambi.

11. Pada bangunan serambi tidak ada dindingnya, akan tetapi, kondisi dengan keadaan terbuka. Dan bangunan atap berbentuk limasan. Pernyataan ini sangat pas dengan penggambaran relief yang berada di kulit luar bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin.

Denah pada Masjid Agung Astana Sultan Hadirin memiliki unsur unsur ruangan yang terbagi menjadi dua ruangan yang mendasar. Yaitu, ruang induk atau daleman, yang merupakan ruang utama Sholat yang sifatnya ruang tertutup, dan ruang serambi atau pendopo yang merupakan ruang terbuka, yang berfungsi sebagai tempat sholat juga sebagai ruang untuk kegiatan seperti pengajian dan Musyawarah. Konfigurasi denah Masjid membentuk tatanan linier. Memiliki oposisi binner serta tambahan orientasi ke Kiblat. Yang di tandai dengan ruang Mihrab. Secara Linier, Ruangan pada bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin. memiliki kesamaan dengan Ruangan Rumah jawa, namun memiliki kompleksitas Ruang yang lebih sederhana.

Simbul dan ornamentasi telah menggambarkan situasi dan kondisi. Di mana Masjid Agung Astana Sultan Hadirin berdiri. Pahatan relief telah terpasang pada bagian dinding di atas Mihrab atau di atas ruang Pengimaman. Memang paling banyak ukiran atau pahatan Relief yang memenuhi dinding kulit luar bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin. Bahkan, pahatan relief juga menghiasi bagian kaki atau vondasi bangunan Masjid tersebut. Selain terpasang pada obyek atau tempat yang sudah saya sebutkan. Bagian luar ruang Pengimaman juga di hiasi dengan Pahatan relief berbentuk suluran dan kelopak Bunga Berbingkai. Beberapa pahatan relief pada bagian tersebut, telah berhasil di abadikan dalam album Poto belanda yang di terbitkan pada tahun 1910.

Mahkota Masjid atau Mustaka Masjid

yang berada di ujung atau berada di puncak tajuk masjid sebagai simbul sekaligus ornamen yang memberikan makna khusus pada Bangunan Masjid. Dengan adanya mahkota pada ujung tajuk menandakan bahwa atap tajuk bersusun tiga memiliki sakralitas yang semakin kuat, terutama dalam citra wujudnya sebagai Masjid.

Pada pendopo bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin, terdapat delapan tiang penyangga atap. Dalam poto belanda menunjukan perihal demikian. Tiang penyangga itu berbahan material cor. Poto Ifentaris belanda pada tahun 1910. Ke delapan soko pengarak tersebut berdiri di atas umpak yang menopangnya. Dengan cara menanam umpak tersebut ke dalam tanah. Arsitek Jawa tidak mengenal pondasi yang di tancapkan. tTapi, hanya di letakan di atas permukaan tanah. Dengan alasan, disaat gempa yang terjadi adalah mampu bertahan karena dan mampu mengikuti getaran gempa tersebut. Akan tetapi, untuk wujud komponen soko pengarak yang sekarang lebih dari 8 penyangga. 

Pada bagian soko pengarak, terdapat umpak penyangga yang memiliki motif kelopak bunga Padma. Sedangkan pada bagian soko pengarak itu sendiri terdapat berbagai macam ukiran berbentuk sulur gelung atau jenis flowra. Dan, ukiran tersebut terpahat pada setiap soko pengaraknya. 

Di dalam bangunan pengimaman, terdapat gambar sulur gelung, yaitu, tumbuhan yang di perkirakan menjadi endemiknya wilayah sekitar.

Soko Guru Utama

Pada bagian ruang utama terdapat empat soko guru, yang menyangga tajuk utama bangunan masjid. Pada bagian dinding masjid. Motif yang ada pada pada bentuk piring piring tersebut berpola tumbuh tumbuhan atau flora beraneka ragam bentuk. Hampir memiliki kesamaan . Dari semua simbul, mulai dari Geometrik, Organik, hingga yang Abstraktif, dan hiasan yang ada pada Masjid Agung Astana Sultan Hadirin  dapat di ketahui bahwa, masa transisi Hindu Buddha telah melekat erat pada bangunan ini.

Sebagaimana diketahui bahwa entitas bentuk Bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin tersebut, dibentuk dengan unik dan khas. Memiliki perbedaan dengan Masjid-masjid diwilayah lainnya. Bahkan dibelahan dunia mana pun. Atap Tajug adalah atap yang pertama kali bersumber dari konsep Kosmologi. Pajupat, empat kekuatan mata angin pada dirinya dan diri manusia itu sendiri sebagai pancer. Harus mampu menyeimbangkan, menyelaraskan hingga mengharmoniskan kekuatan-kekuatan itu.

Tergambar sangat jelas pada arsitektur atap tajug, empat kekuatan disimbolkan dengan empat soko guru.

Pertama pancer, Mencoba menyeimbangkan atau (rasio).

Menyelaraskan atau (rasa).

Mengharmoniskan atau (qalbu).

Manusia jawa mencoba mewujudkan ketiganya. Perbuatan itu, antara (rasio, rasa, dan albu), maka dia akan menyatu membentuk bentuk atap yang disebut Tajuk.

Sama halnya bangunan Masjid memiliki tiga bagian yang sama dengan Bangunan Candi. Masjid memiliki bagian tersendiri yaitu Kaki, Badan, dan Mustaka. Sama halnya dengan bangunan Candi yang memiliki Kaki Candi, yang di sebut Bhurloka, Badan Candi yang di sebut Bhuvarloka, dan Atap Candi yang di sebut dengan Svarloka. Yang sama sama memiliki konsep ketuhanan. Tampak bahwa Bangunan Masjid ini memiliki Elemen yang berada pada tiga bagian tersebut, termasuk Candi juga memiliki Elemen yang berbeda beda pada tiap bagian struktur bangunannya


Wujud Soko Pengarak yang terdapat pada bangunan Pendopo
Bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin di tahun 1910
Poto Ivebtaris Belanda tahun 1910




Ada satu relief yang sangat menarik. Yaitu, tentang kondisi dan penggambaran bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin kala itu. Jadi, bentuk bangunan Masjid di kelilingi bangunan Benteng yang memutar. Pintu utama bangunan Benteng berupa Gapura Bentar, seperti bangunan Candi Ringin Lawang di Jawa Timuran. Memang, Bangunan Tersebut mengadopsi bangunan Candi Era Majapahitan. Di dalam bangunan Benteng terdapat satu bangunan yang memiliki Mustaka dan tiga tajuk yang menaungi sebuah ruangan. Di setiap sudut ruangan hanya terdapat 4 tiang, di bagian sudutnya. Untuk menyangga kerangka atap bangunan. Dan terdapat 1 komponen tiang, berdiri di tengah tengah ruangan. Yang di fungsikan untuk menyangga konstruksi ke tiga tajuk dan mustaka. Bangunan ini mengingatkan pada salah satu bentuk bangunan masjid yang berada di Desa cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Yaitu Bangunan Masjid Saka Tunggal

Arsitektur Tradisional Masjid Agung Astana Sultan Hadirin, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


1). Pondasi berbentuk persegi dan perjal atau ( massive) yang agak tinggi

2). Tidak berdiri di atas panggung, tetapi diatas dasar yang padat

3). Mempunyai atap piramida yang meruncing ke atas, terdiri dari tiga tingkat yang disebut tajug, dan diakhiri puncaknya dengan mahkota atau mustaka.

4). Tajuk bagian puncak memiliki 4 penyangga yang di sebut Soko Guru     utama. Dalam setiap satu soko di ikuti 3 soko yang di sebut           dengan soko pengapit. Jadi, jumlah soko pengapit tersebut ada 12      Soko yang berada dalam satu ruangan utama.

5). Mempunyai tambahan ruangan di arah barat untuk Mihrab.

6). Mempunyai serambi / pendopo dengan Soko yang disebut soko pengarak.

Ukiran ukiran yang terpahat pada bagian dinding dan soko pengarak bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin, mengadopsi Relief dari bangunan Candi candi Periode Hindu Buddha. Sama halnya dengan konstruksi bangunan Masjidnya, Mengadopsi konstruksi bangunan candi Periode Hindu Buddha. Banyak karya leluhur nusantara yang diikut sertakan pada bangunan masjid. Bahkan tidak hanya pada bangunan Masjid Agung Astana Sultan Hadirin saja. Melainkan bangunan Masjid Agung Demak, bangunan Masjid Kudus dan Bangunan Masjid Kasepuhan di daerah Jogja dan solo atau surakarta.

Kenapa demikian .. ???

karena, dengan cara itulah leluhur meneruskan warisannya kepada leluhur berikutnya. Hingga, sampai kepada kita sekarang ini. Selanjutnya, bagai mana kita kita untuk menyingkapi, menjaga dan melestarikannya.

Warisan dan pesan yang berharga untuk kita

Dari leluhur Nusantara



Ragam Hias Masjid Agung Astana Sultan Hadirin

Ada apa










































































































Gapura Bentar, Langgam Majapahit


Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI