KAJIAN NISAN MAKAM TUMENGGUNG JAYENGRONO

" KAJIAN NISAN DAN PERBAIKAN MAKAM TUMENGGUNG JAYENGRONO "

Dusun Pete, Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Merupakan sebuah wilayah yang berada di sisi timur Kota Salatiga. Wilayah tersebut memiliki jejak dari peradaban Hindu Klasic Hingga jejak peradaban Islam. Jejak hindu klasic berupa Benda cagar budaya dengan wujud watu lumpang, dan tapal batas wilayah berupa lingga semu atau lingga Patok. Sedangkan untuk jejak peradaban muslim, terdapat dua komplek pemakaman sepuh di dalam satu wilayah namun berbeda lokasinya. Kedua komplek makam tersebut, hanya terpisah adanya aliran sungai sebagai pembatasnya. Makam Sepuh yang pertama terkenal dengan sebutan Makam Mbah Budho. Sedangkan letaknya berada di sisi barat aliran sungai. Dan hanya terdapat satu makam saja yang masih terlihat utuh untuk kedua nisannya. Cerita dari warga sekitar, konon komplek makam tersebut terdapat dua pusara. Satu pusara dengan nisan yang berbahan baku dari batu Alam yang terpahat. Sedangkan untuk makam yang satunya di beri tanda nisan yang berbahan baku dari kayu. Namun sangat di sayangkan, nisan yang menggunakan bahan baku dari kayu tersebut sudah tidak terlihat dan tidak di ketahui lagi keberadaanya. Mungkin nisan tersebut sudah lapuk, lalu hilang atau rusak karena lamanya termakan usia. Belum dapat di ketahui untuk kelanjutannya, berhubung nisannya hanya terlihat satu pasang saja, kita tidak berani memastikan harus sama dengan cerita warga setempat. Akan tetapi, jika kita mngkaji ulang dengan melihat pahatan nisannya, seharusnya komplek makam Mbah budho ada dua pusara.

Kenapa demikian .. ??? 

Jika kita pelajari dan kita baca typologinya, pahatan terebut masih terlihat detail sampai saat ini. Dan memberikan keterangan bahwa, nisan tersebut di peruntukan kepada tokoh yang berjenis kelamin perempuan. Jadi, tidak mungkin, ketika tokoh berjenis kelamin perempuan di makamkan sendirian tanpa suaminya. Atau setidaknya, di kumpulkan menjadi satu dengan makam keluarga atau saudaranya. Kuat dugaan, yang di ceritakan oleh warga ada benarnya. Jadi komplek makam Mbah Budho, seharusnya ada dua pusara tokoh penting yang memiliki pengaruh besar dan kuat di masanya. Selain komplek makam atau jejak peradaban Islam, di komplek makam mbah budho juga terdapat benda cagar budaya berupa watu Lumpang. Dengan ukuran diameter tidak teratur. Dan masih berbentuk batu alam yang tidak beraturan. Memiliki cekungan pada titik sumbu tengahnya. Berbentuk bulat atau lingkaran, dengan diameter 40 cm, dengan kedalaman 30 cm. Juga terdapat lingga semu yang di fungsikan sebagai tapal batas wilayah. Keseluruhan benda cagar budaya tersebut tepat berada di sisi barat makam Mbah Budho. Berjarak kurang lebih sekitar 6 meter saja.

Sedangkan komplek makam yang satunya berada di sisi timur seberang sungai yang memisahkan di antara komplek makam ke duanya. Lebih di kenal dengan sebutan Makam Kyai Tumenggung Jayengrono. Tidak asing dengan Nama tokoh pendahulunya, yang di makamkan di lingkup wilayah tersebut. Yang memiliki nama besar dengan kepemimpinannya, sehingga mendapatkan sebuah Gelar sebagai sebutannya. Kyai Tumenggung Jayengrono, merupakan sosok tokoh yang pernah menjadi pemimpin yang di tuakan dan di hormati. Terdapat lima makam makam tokoh pembesar di masa itu. Dalam tulisan ini, saya akan mengikut sertakan kajian tentang siapakah  tokoh tersebut. Karena, pada tulisan yang sesudahnya, saya pribadi telah menyinggung dan membahas sepak terjang tokoh Kyai Tumenggung Jayengrono. Perihal demikian, kajian itu saya kutip dari beberapa nara sumber yang menurutku sangat menarik. Karena bisa di jadikan perbandingan pokok inti bahasan, tentang mengenahi gelar dan jabatan itu ada di masa pemerintahan siapa saja.

Awal kedatangan kita yang pertama, pada tanggal 12 Maret 2023 lebih tepatnya. Komplek makam ini sangat di keramatkan oleh warga masyarakat setempat. Bahkan, sangat jarang sekali makam tersebut di ziarahi orang. Di samping tempatnya wingit, atau angker. Komplek makam tersebut juga tertutup rimbunan Pohon bambu yang memberikan kesan horor yang terselubung. Dan sangat jarang bahkan tidak mungkin terkena sinar matahari karena rimbunnya pepohonan bambu yang menaungi hampir menyeluruh. Selain tempat dengan keadaan yang demikian, untuk kondisi makam pun sangat memprihatinkan, kurangnya perawatan dan perhatian dari warga masyarakat setempat. Terlihat dari nisan nisan yang patah dan berlumutan. Melihat dengan keadaan yang demikian itu, kita mempunyai keinginan untuk membersihkan makam tersebut.

Sowan ke makam untuk tahap yang kedua, terjadi pada tanggal 19 april 2023, sesuai dengan rencana atau agenda yang sudah kita tetapkan sebelumnya. Yaitu, untuk membersihkan komplek makam dan mengangkat nisan dari tokoh tokoh yang di makamkan. Menyambung nisan yang patah, serta memberikan jirat ala kadarnya, dengan memanfaatkan material batu alam yang berada di sekitaran komplek makam. Tidak lupa, kita juga melibatkan tokoh dan warga setempat untuk melakukan kegiatan tersebut.

Untuk kunjungan yang ke tiga, memang membutuhkan waktu yang agak lama. Kemarin pada tanggal 17 November 2024. Kita, beserta warga dan beberapa tokoh masyarakat sekitar mengadakan Bhakti makam leluhur, dengan membangun makam dan menaikan nisan makam makam tokoh. Berawal dari komplek makam mbah budho. Setelah kita membersihkan, selanjutnya kita menaikan kedua nisan tokoh tersebut. Dengan membangun jirat menggunakan bahan genting atap rumah, sumbangan dari salah satu warga dusun setempat. Setelah itu, kita bersama sama membangun komplek Makam Simbah Kyai Jayengrono beserta makam tokoh lainnya.

Ke Enam tokoh sesepuh desa tersebut pernah hidup sejaman, pernah saling bertemu dan bersinergi di bidang sistem pemerintahan. Secara keseluruhan, bisa kita ketahui dari pahatan batu nisan, masih terlihat dengan jelas di antaranya. Yang telah memberikan informasi bahwa, keseluruhan tokoh tersebut pernah hidup bersama pada masa kejayaan Kasultanan Pajang yang di Pimpin Sultan Hadiwijaya untuk nama gelarnya, atau Jaka Tingkir nama panggilan umumnya. Secara keseluruhan, makam kasepuhan ada enam pusara, dulu mempunyai pengaruh serta peranan yang besar di masanya. Hanya saja, di antara ke enam makam tokoh tersebut, baru ada tiga makam yang dapat di ketahui namanya. Informasi itu kita mendapatkan dari  tokoh masyarakat  setempat. Beberapa nama dari ketiga tokoh yang sudah kita ketahui adalah.

Yang pertama dengan nama gelar Tumenggung Jayengrono, tokoh yang kedua Kyai  Mitro Hadijoyokusumo. Dan yang berikutnya, lebih di kenal dengan sebutan Mbah Budho. Sedangkan untuk makam ketiga tokoh berikutnya, belum dapat di ketahui nama mau pun gelarnya. Disamping itu,  kondisi 2 dari ke 3 makam tersebut, belum di ketahui identitas nama mau pun gelar. Karea, bentuk bangunan fisik makam  sudah tidak berwujud seperti makam makam pada umumnya. Kesannya seperti tanah datar, kosong, yang tidak terpasang nisan aslinya. Kebetulan, ada 1 makam, terdapat pecahan material batu yang di duga komponen dari bangunan jirat, yang di fungsikan sebagai penanda atau nisannya.

Satu makam berikutnya, di beri tanda, dengan menggunakan tumbuh tumbuhan dengan jenis yang berbeda. Satu jenis tumbuhan andong, dan yang satu menggunakan tumbuhan palem. Yang di fungsikan untuk penanda atau nisan. Di komplek makam sini, ada satu makam yang masih memiliki satu pasang nisan yang komplit. Makam tersebut bersebelahan dengan makam  Tumenggung Jayengrono, dan berdampingan dengan makam beliau. Pahatan nisan yang menurut pribadi saya sangat Istimewa, dan terlihat berwibawa. Typologi tersebut terbaca dengan langgam masa peralihan yaitu, akhir Demak awal Pajang. Dugaan, makam tokoh tersebut, pernah hidup di masa pajang sejaman dengan ayah Jaka Tingkir yang bernama Ki Ageng Kebo Kenongo. Dan nisan tokoh ini lah yang memiliki usia paling tua jika di banding dengan nisan nisan lainnya. Walau pun selisihnya hanya beberapa tahun saja.

Dari nisan nisan yang masih terlihat wujud pahatanya, 2 di antara ke 4 nisan memiliki ukuran yang berbeda. Nisan yang pertama, yang di duga kuat sebagai nisan Tumenggung Jayengrono. Dengan dimensi ukuran nisan pada bagian kaki ke bagian puncak mustaka, memiliki ukuran tinggi 55 cm.

Dari bagian sabuk ke bagian puncak mustaka, ukuran tinggi mencapai 42 cm.

Ukuran tinggi dari dasar kaki ke bagian pinggang mencapai 13 cm.

Tebal sabuk pada nisan, di atas pinggang dengan ukuran 2 cm.

Panjang kaki mencapai 30 cm.

Ketebalan bagian kaki mencapai 15 cm.

Tebal tubuh nisan 7 cm.

Lebar tubuh nisan mencapai 24 cm.

Sedangkan untuk nisan berikutnya, yang masih utuh dan rapi dari segi pahatanya,  memiliki ukuran yang tidak sama dengan nisan Kyai Tumenggung Jayengrono. Sangat jelas terlihat perbandingannya. Nisan yang belum di ketahui nama tokoh dan nama gelarnya.

Tinggi nisan secara menyeluruh, dari dasar kaki sampai puncak mustaka, memiliki ukuran 42 cm.

Ukuran tinggi nisan yang berikutnya, dari bagian sabuk nisan sampai mustaka bagian puncak dengan ukuran 30 cm.

Tebal sabuk pada nisan, di atas pinggang dengan ukuran 2 cm.

Panjang kaki mencapai 30 cm.

Ketebalan bagian kaki mencapai 13 cm.

Tebal tubuh nisan 6 cm.

Lebar tubuh nisan mencapai 20 cm.

Untuk ukuran Nisan Kyai Mitro Hadikusumo, dengan ukuran dimensi tinggi, dari dasar kaki sampai ke puncak bagian mustaka 50 cm

Tinggi nisan mulai dari pinggang ke puncak mustaka 37 cm

Tinggi dasar kaki sampai ke pinggang 13 cm

Panjang kaki 20 cm

Tebal kaki 10 cm

Tebal tubuh nisan 3 cm

Lebar tubuh nisan 15 cm

Sedangkan untuk dimensi ukuran nisan Mbah Buddho

Tinggi nisan secara menyeluruh, dari dasar kaki sampai puncak mustaka, memiliki ukuran 42 cm.

Ukuran tinggi nisan yang berikutnya, dari bagian sabuk nisan sampai mustaka bagian puncak dengan ukuran 30 cm.

Tebal sabuk pada nisan, di atas pinggang dengan ukuran 2 cm.

Panjang kaki mencapai 30 cm.

Ketebalan bagian kaki mencapai 13 cm.

Tebal tubuh nisan 6 cm.

Lebar tubuh nisan mencapi 20 cm.

Memiliki kesamaan ukuran dengan nisan tanpa nama yang berada di komplek makam Tumenggung Jayengrono.

Akan sangat membantu, ketika mengadakan pemugaran makam tidak merubah bangunan jirat atau mengganti nisan tokoh yang di makamkan. Jika itu terjadi, tidak ada bedanya dengan menghapus jejak sejarah bangsa kita sendiri. Mari bersama, kita lestarikan dan ikut berperan serta memberikan perhatian jejak jejak leluhur nusantara. Yang menjadi warisan budaya untuk Bangsa dan Negara.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA