BRONGEBOUW GEBUG

DRING WATER LEIDING GEBOEG

Pagi itu, kami sengaja mengadakan acara blusukan secara mendadak. Kami juga tidak menjadwalkan acara blusukan seperti pada biasanya. Jika biasanya kita menjadwalkan seminggu sebelumnya, kemarin secara serentak kita bisa berangkat bersama,walau pun hanya tiga orang saja. Dan itu pun, benar benar tidak terencana dan tidak ada unsur paksaan. Hari ini memang tidak seperti pada hari sesudahnya, jika biasanya kita blusukan ke makam makam kasepuhan dan jejak jejak bangunan candi. Untuk kali ini, kita mengadakan blusukan ke beberapa tempat, yang secara kebetulan, obyek yang kita pilih adalah, bangunan peninggalan belanda atau jejak kolonial belandan sebelum nama Indonesia terbentuk. Keberadaan bangunan yang kita maksud berlokasi di wilayah Dusun Gebug, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat. Lebih tepatnya berada di sebelah barat laut jantung kota Ungaran. Terdapat bangunan kolonial belanda berupa Brongebouw Ancar atau Tuk Ngancar. Letak bangunan ini lumayan agak Jauh dari pemukiman warga. Jaraknya kurang lebih mencapai 300 meteran. Brongebouw Ngancar sebutanya, Sumber mata air yang di kelola dan di bangun oleh belanda, ternyata memiliki debit air yang sangat melimpah. Mampu menyuplai atau mampu mendistributorkan air ke Brongebouw mudal yang berada di Desa Sumur Jurang. Dalam perjalanan kali ini, saya sempat berkhayal dan membayangkan kejadian masa itu. Di mana masa masa itu, sudah memikirkan tentang fasilitas sumber air bersih, untuk kelangsungan hidup yang sehat dan bersih.

Penerapan seperti itu, sudah di rencakan oleh petinggi dari bangsa belanda. Maka dari itu, bangsa belanda mengadakan expedisi di lereng gunung ungaran untuk mencari sumber air bersih, yang mampu menyuplai kebutuhan warga masyarakat di kota semarang kala itu. Sehingga, pada akhirnya bangsa belanda mampu membangunan, dengan mendatangkan langsung air bersih dari sumbernya ke pemukiman warga semarang kota kala itu. Dengan melalui berbagai tahap tahap untuk penyaluran mata air dari kaki gunung ungaran. Sedangkan masa itu, pembangunan tidak menggunakan alat berat, seperti zaman sekarang ini. Hanya menggunakan alat alat yang masih sangat tradisional. Bahkan, kalau kita membayangkan kejadian itu, warga pribumi yang memindahkan dan memasang pipa pipa besi, yang memiliki ukuran rata rata diameter 14 inci. Sedangkan untuk panjang pipa tersebut mencapai 8 sampai 10 meter, terbayang atau tidak, susah payahnya pendahulu kita, yang ikut andil bagian mengerjakan pekerjaan itu. Hanya itu saja yang terbayang dari pikiran ini. Dengan cerita yang sudah lama beredar, yang sudah di cerna oleh para pendahulu kita, dan di sampaikan secara turun temurun, hingga cerita itu sampai di telinga kita. Gambaran kisah kehidupan jaman itu sangat susah dan sulit sekali, untuk mendapatkan sesuap nasi dan nafkah untuk keluarga yang tinggal di rumah. Sangat miris sekali, ketika cerita itu kita dengarkan langsung dari ucapan secara turun temurun. Akan tetapi, dengan keyataanya, bangunan itu selesai di garap dan masih kelihatan wujud aslinya. Uan existensinya masih berjalan dengan sempurna, dan tidak di ragukan lagi.

Dari cerita dan kenyataan yang telah terjadi, ada titik kejanggalan yang dapat kita cerna. Pada pokok intinya, kita mulai berfikir dengan hasil keputusan demikian. Apakah benar cerita secara sambung dari mulut ke mulut, yang telah di sampaikan oleh para pendahulu kita. Dengan cerita tentang kuatnya fisik dan mental para pendahulu, yang benar benar terbukti bahwa, leluhur kita pada masa hindia belanda telah melakukan pembuktian yang patut kita contoh, kita tiru, dan kita terapkan. Tentang bagai mana menjalankan suatu pekerjaan yang kita dapat, dengan menciptakan semboyan untuk semangat bekerja keras tanpa mengenal lelah. Dan hasil pun tidak akan berbohong dengan apa yang sudah di kerjakan dan di bangun dengan sempurna kala itu.

Kita hanya membayangkan saja, ketika mengingat lokasi tempat untuk membangun sumber mata air itu memiliki medan yang sangat sulit. Harus menaik bukit, menuruni bukit, menuruni lembah yang medannya sangat terjal. Ukuran sudut kemiringannya, hampir mendekati 80 derajad. Harus dengan membawa beban material yang di pikul dan akan di rangkainya. Masih pula melakukan perjalanan panjang untuk penyambungan pipa di sepanjang medan yang di laluinya. Untuk mencapai pembangunan di titik akhir yang telah ditentukan. Padahal, rencana untuk pembangunan pada masa pemerintahan kolonial kala itu, sumber mata air tersebut di bangun, dan di harapkan bisa mencukupi kebutuhan sehari hari warga belanda yang bermukim di semarang kota. Kira kira, sudah terbayang apa belum, tentang resiko suatu pekerjaan tersebut. Yang di jalani dengan susah payah, keluh kesah, dan perasan keringat yang mengalir keluar dari badan. Gambaran perih dan panas yang di terima dan di rasakan kala itu. Akan tetapi dengan kondisi yang demikian, para pendahulu kita, mampu untuk melewatinya. Mampu menunjukan hasil kinerjanya, dan mampu menunjukan jati diri bangsanya, yang giat danpantang menyerah mencapai pembangunan. Asas itu mulai terbentuk dan di kenal dengan asas kegotongroyongan. Memang, yang punya rencana orang orang belanda, bahkan yang menjadi insinyur untuk merancang suatu pembangunan, juga orang orang belanda. Tapi harus ingat, para pelaksana kerjaan itu adalah embah ebah kita semua.

Expedisi belanda kala itu sudah menemukan sumber mata air ancar, sehingga di rubah dengan membangun dan menjadi Brongebouw ancar. Di bangun sebagai penyuplai atau sebagai pendistributor yang nantinya akan di tranfer ke Brongebouw mudal yang berada di sumur jurang. Dari Brongebouw mudal, air tersebut di distributorkan ke Resevoire Sigoth atau rumah transferan air gunung wungkal kasap atau reservoire  mudal dua, yang berada di wilayah Dusun Kalipepe, Desa Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik. Setelah dari rumah transferan gunung wungkal kasap, air tersebut di transfer ke berbagai titik reservoire di kota semarang melalui ondo rante. Air yang di tujukan ke post penampungan antara lain, Reservoire Kepoh, reservoire Gunungpati, Reservoire Siroto, Reservoire setuk, Reservoire Jomblang, Reservoire Siranda dan Resrvoire Park. Dan mungkin masih ada Reservoire reservoire lain, yang belum saya sebutkan dan belum saya ketahui. Begitu sangat panjang jejak sejarah tentang kisah pembangunan yang di lakukan oleh pribumi kala itu. Biar pun bagai mana, dan dengan kenyataanya, bangunan tersebut masih di fungsikan dan masih membawa manfaat untuk mengcukupi orang banyak, dan masih beroperasi hingga sampai sekarang. Dan bermanfaat untuk seluruh warga kota semarang saat ini.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA