SOKO WOLU PRASASTI ANGKATAHUN

 SITUS SOKO WOLU DAN PRASASTI TAJUK

Siapa sih, yang tidak tau dengan Gunung Merbabu

Gunung yang di gandrungi sebagian lapisan masyarakat di indonesia, terutama bagi para pendaki. Mulai dari anak kecil, sampai yang sudah tua pun, masih banyak yang melakukan pendakian gunung yang satu ini. Hal demikian di lakukan karena, dapat memacu adrenalin dan mengukur keberanian. Ketika semuanya tercapai, karakter seseorang akan terbentuk dengan jiwa pemberaninya. Selain pemandangannya yang keren, saat menuju dan sampai di puncuncak, ketika kita di atas akan di tunjukan suatu hal yang mungkin, para pendaki lain, atau bahkan kita sendiri jarang menemui kejadian itu. Kejadian alam berupa lautan awan yang seolah olah di bawah kaki kita. Gunung ini terkenal dengan ketertibannya, tentang kebersihan sampah. Mungkin, kalau ketertiban tentang sampah, tidak hanya di gunung merbabu saja, Gunung gunung seindonesia juga memberlakukan aturan itu. Selain gagahnya gunung merbabu, selain keindahan puncak gunung merbabu, selain keindahan alam yang berada di lerengnya.

Selain itu pula, sejarah nama gunung merbabu pernah tercatat dalam prasasti Kuti. Prasasti kuti atau Prasasti Gandhakuti, adalah prasasti berupa lempengan perunggu yang di temukan di dusun Joho, Desa Kebonanom, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sebutan lain dari Prasasti ini adalah, prasasti joho, sesuai dengan nama dusun, ketika prasasti tersebut di temukan. Terdapat 11 lempengan, yang masing masing berukuran 32,5 x 9,5 cm, dengan tulisan 4 baris di kedua sisinya, kecuali pada lempeng pertama. Bahasa atau huruf yang di gunakan adalah, bahasa jawa kuno dan aksara kawi kuno. Di ketahui, bahwa prasasti kuti berangka tahun 762 saka atau tanggal 18 juli 840 masehi. Dan di keluarkan oleh Sri Maharaja Sri Lokapala Hariwangsotunggadewa Namarajabhiseka atau di kenal dengan sebutan Rakai Kayuwangi.  Penguasa kerajaan Medang. Dalam prsasti ini di sebut nama nama kuno dari gunung gunung di sekitaran tanah Mataram. Seperti Merapi atau Hyang Marapwi, Merbabu atau Damalung, Sindoro atau Hyang Susundara.

Tidak heran, ketika gunung gunung besar sejawa sebut dalam prasasti tersebut. Karena, di samping memiliki pemandangan yang exotice, gunung tersebut juga menyimpan banyak harta karun tinggalan leluhur nusantara. Kira kira, harta karun itu berupa apa .. ???

Yang jelas, bukan berupa harta benda yang dapat di hitung dengan materi. Hanya sekedar material batu, yang di pahat dengan halus, dan memiliki keindahan yang artistik.

Kemarin, perjalanan saya sampai di lereng gunung merbabu. Memang sengaja, kita blusukan ke salah satu tempat, yang secara kebetulan, tempat tersebut memiliki jejak tinggalan bersejarah dari leluhur Nusantara. Situs soko wolu, yang berada di Dusun Sokowolu, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Toponimi dusunnya saja sudah menunjukan tentang situs tinggalan Masa lampau. Semakin yakin, perjalanan ini akan sesuai dengan harapan.

Sepanjang perjalanan menuju ke lokasi keberadaan situs soko wolu, kita benar benar memanfaatkan perjalanan itu, sembari mampir dan berkunjung ke situs situs yang secara kebetulan kita lewati. Kunjungan yang pertama, kita singgah di salah satu desa, yang memiliki jejak sejarah yang sangat kental sekali. Jejak sejarah itu, berupa prasasti yang di sebut dengan prasasti watu lawang yang berada di Dusun Watulawang, Desa Samirono, kecamatan Getasan. Sesampainya di lokasi, awalnya kita bangga dengan tinggalan leluhur kita. Yang terpajang di depan bangunan rumah, berbentuk joglo limas. Sangat artistik dan menjiwai sekali untuk penempatannya. Dengan berangan angan, setelah mengambil gambar untuk di dokumentasi, kita berharap, bisa menemukan sumber data dari isi prasasti tersebut. Yang kemungkinan pernah terbaca, di salin dengan huruf sekarang, dan sudah di alih aksara lewat tahap penelitian atas prasasti itu.

Memang Sedikit agak kecewa juga sebenarnya. Ternyata, media batu yang memiliki kemiripan dengan Gunungan Wayang, adalah media replika dari prasasti watu lawang yang kita makssud. Dan mendengar kabar dari salah satu warga, Prasasti yang aslinya sudah di hancurkan oleh oknum warga, dengan alasan apa, dan kenapa prasasti tersebut di hancurkan, kita tidak mendapatkan jawabannya. Dan anehnya lagi, material dari hancurnya prasasti tersebut, di buang atau di masukan ke dalam sumur yang berada di depan Pendopo. Isi dari prasasti dari dalam tulisan prasasti yang menjelaskan tentang suatu kejadian tersebut, sampai sekarang, kita belum mengetahui secara pasti. Hanya duplikasi pahatan medianya saja. Yang lalu biarlah berlalu, yang belum terjadi, jangan sampai terjadi.

Perjalanan kita lanjutkan ke tujuan awal, yaitu, mengenal dan mempelajari sebuah bangunan yang di jadikan sumber sejarah yang harus kita ketahui, yaitu komplek Situs soko wolu, yang berada di dataran tinggi dusun sokowolu, desa tajuk, kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Secara garis besar, masyarakat di jawa pada umumnya. Ketika menemukan, atau melihat struktur bangunan kuno yang menggunakan komponen berbahan batu, mau pun berbahan bata merah atau banon. Temuan tersebut mengacu pada sebuah sebutan untuk bangunan pemujaan kuno atau candi. Sedangka untuk penyebutan lainnya adalah masjid wurung atau langgar bubrah. Penyematan kalimat itu sering terjadi di jawa, kususnya di jawa tengah. Entah itu reruntuhan bangunan candi, mau pun bekas petirtaan. Hal demikian, terbungkus dalam alur cerita rakyat yang melegenda di kalangan wilayah setempat dan sekitarnya saja. Yang selalu di kait kaitkan dengan jejak para wali yang mendominasi akulturasi sebuah kesakralan. Sehingga, bentuk dari usaha pelestarian kedua obyek di antaranya.

Toponimi sebuah tempat, yang di ambil dari sebuah obyek benda cagar budaya yang berada di wilayah itu. Situs tersebut, berada disisi sudut Dusun, maupun desa. Berada di lahan yang sudah di bebaskan oleh pemerintahan desa dan dinas terkait. Terdapat dua buah lapik yang berada di sisi sebelah timur, dengan penempatan yang membujur sejajar garis lurus ke selatan dan utara. Kedua obyek tersebut bukan umpak, yang menjadi ciri khas pendukung sebuah bangunan beratap. Merupakan Lapik Arca, yang berfungsi sebagai penempatan arca. Lapik Arca tersebut mengingatkan saya pada salah satu komplek bangunan candi yang berada di Desa Bugisan, Kecamatan prambanan, Kabupaten Sleman. Lebih tepatnya, lapik arca untuk penjaga pintu bangunan candi. Arca tersebut berwujud raksasa, tinggi, besar, gemuk, matanya menyala, dengan senjata Gadha di tangannya, yang di sebut dengan Arca Dwarapala. Karena, konsep yang di pakai untuk penempatan lapik arca di situs candi sewu, sama dengan penempatan lapik arca yang berada di situs soko wolu. Dugaan sementara, lapik tersebut di buat untuk penempatan arca Dwarapala. Sama sama memiliki lubang kotak yang disikan sebagai pengunci komponen yang menempatinya. Berbentuk kotak Bujur sangkar, hampir menyerupai pahatan Yoni simbul kesuburan.

Jangan jangan, komplek situs soko wolu, pernah berdiri bangunan candi yang sangat besar. Jika mengingat, lapik arca memiliki ukuran cukup besar. Walau pun, ukurannya lebih kecil jika di banding dengan lapik arca Dwararapala penjaga pintu komplek bangunan candi sewu. Lapik tersebut, memiliki peranan penting bagi umat pemuja dewa kala itu. Sebagai mana, memiliki konsep yang sudah tertata, tersusun, tersetruktur menurut kegunaan dan fungsinya.Jika kita mengamati komponen komponen bangunan di perkomplekan situs soko wolu ini. Saya pribadi memiliki pendapat bahwa, panel panel bangunan tersebut bukan panel bangunan candi untuk Pemujaan. Melainkan, bangunan petirtaan kuno atau sendang kuno.

Kenapa demikian .. ???

Jika kita mengacu pada komponen komponen banguan, komponen tersebut memiliki kesamaan dengan bangunan sendang kuno di cabean kunti, cepogo, Boyolali. Terlihat dari bentuk pahatan komponen bangunan pagar, terlihat dari bentuk komponen sebagai penghias. Mulai dari penghias antefiks, penghias panel kemuncak dan mercunya. Apalagi, situs ini berada tepat di tempat yang memiliki sumber air. Beberapa komponen yang di kumpulkan, jika kita teliti, kita akan menemukan umpak berjumlah 8 buah. Empat di antaranya berukuran besar dan Empat di antaranya berukuran agak kecil. Ke empat umpak dengan ukuran besar, sudah dapat di pastikan kalau panel tersebut di fungsikan untuk menopang panel yang berbahan baku dari kayu. Sebagai tiang penyangga atau soko guru. Sedangkan umpak yang memiliki ukuran agak kecil, memiliki fungsi yang sama. Untuk menopang komponen yang berbahan baku dari kayu, berbentuk lingkaran balok panjang, penempatannya pun berada di sisi samping kanan kiri soko guru utama. Fungsi dari pada ke empat soko ini, sebagai pendukung bangunan yang memanjang, dengan kerangka atap berbaha baku dari kayu juga. Karena, bangunan tersebut tidak mamiliki serambi. Nah, dusun soko wolu disini, di ambil dari nama umpak untuk berdirinya tiang atau soko yang berjumlah 8 batang.

Terus, kira kira, bangunan berbentuk apakah situs soko wolu ini

Situs soko wolu merupakan bangunan petirtaan kuno, lengkap dengan arca penjaganya berwujud Dwarapala. Bangunan petirtaan tersebut memiliki pelindung berupa atap berbahan baku dari kayu. Dan, bangunan petirtaan tersebut memiliki pagar pembatas yang mengeliling sendang atau petirtaan itu sendiri. Jika harus merujuk ke sebuah bangunan pemujaan seperti candi, pendapat saya pribadi kurang begitu yakin. Karena, batuan pendukung seperti batu isian, yang berbentuk balok, jarang sekali di temukan. Kebanyakan panel panel situs soko wolu, hanya memperlihatkan bagian tertentu saja, seperti kemuncak, meru, antefiks sudut dan antefiks sambung.

Ada yang berpendapat bahwa, material material bangunan kuno tersebut berasal dari tanah bagian atas. Keberadaan komponen bangunan sudah berpindah tempat, yang sekarang ini berada di posisi bawah dari tempat aslinya. Faktor yang menyebabkan itu terjadi, di karenakan tanah yang longsor. Jika benar tanah itu longsor, kenapa sisa panel lainnya tidak muncul di tempat yang sekarang. Jika memang alasan itu mengacu pada tempat yang lama, dengan menyatakan beberapa material masih terkubur di tempat aslinya. Pertanyaan terakhir, kenapa hanya bagian atas dan lapik arcanya saja yang terbawa longsoran tanah itu. Kalau saya pribadi berpendapat, situs soko wolu, memang asli dari tempat yang sekarang ini. Entah akhirnya, tanah yang di sebelah longsor, hingga menutupi semua bagian bawahnya, sampai sekarang kajian tersebut belum sampai ke taraf itu. 

Setelah kita mengadakan explore di komplek situs soko wolu, kita masih berada di desa tajuk kecamatan Getasan. Kita tidak lupa dengan keberadaan situs prasasti tajuk, lapisan masyarakat lebih mengenalnya dengan situs watu tulis atau prasasti lawang. Keberadaan prasasti tersebut di tengah lahan produktif milik warga.

Prasasti Lawang yang terdiri dari tiga batu ini memiliki ukuran yang berbeda-beda. Batu pertama berdimensi 176 cm, lebar 97 cm, dan tebal 31 cm.

Sedangkan batu yang kedua memiliki panjang 140 cm, lebar 73 cm, dan tebal 34 cm. Adapun batu ketiga mempunyai panjang 70 cm dan lebar 36 cm dan diapit oleh dua batu besar.

Pada batu pertama, tertulis angka tahun saka 1343 menggunakan tulisan Jawa Kuno yang diduga kuat merupakan tahun pembuatan prasasti. Sementara itu, terdapat guratan tangan manusia pada batu kedua.

Prasasti Lawang diyakini berhubungan erat dengan beberapa artefak dan naskah kuno yang sudah ditemukan di Kecamatan Getasan.

Sebagaimana yang telah diketahui, Desa Tajuk yang berada di lereng Gunung Merbabu dikenal sebagai tempat memproduksi naskah naskah kuno keagamaan. Jika benar angka tahun yang di sebutkan atau tertulis dala media batu alam, yang sudah di adakan kajian alih aksara, dan menunjukan atau terbaca angka tahun 1343 saka, berarti, penulisan angka tahun tersebut masuk dalam pemerintahan Kerajaan Majapahit, dengan Ratu yang bernama Sri Gitarja atau Tribhuwana Wijayatunggadewi, yang memerintah dari tahun 1328 saka sampai 1350 saka. Akan tetapi, jika angka tahun tersebut terbaca 1353 saka, angka tahun tersebut di tulis dan wilayah tersebut masih di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, dengan Raja yang berkuasa Hayam Wuruk atau Sri Rajasanagara, yang memerintah pada tahun 1350 saka sampai 1389 saka.

Apakah situs soko wolu termasuk jejak jejak kerajaan majapahit yang berada di lereng Gunung merbabu.

Kalau hal demikian tidak mudah untuk menafsirkan, karena, dari segi bangunan situs soko wolu pun, belum pernah sesekali menemukan prasasti atau angka tahun yang saling berkaitan di antara keduanya. Jadi, belum bisa di pastikan, situs soko wolu merupakan tinggalan dari masa keemasan kerajaan Majapahit.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA