NISAN NISAN DEMAK DI JALUR PANTURA

 NISAN LANGGAM DEMAK, DI JALUR PANTAI UTARA

Setelah gagasan untuk membuat tawar pengaruh daya shakti ksetra ksetra disepakati melalui pembukaan caturbhasa mandala, Abdul Jalil bersama Syaikh Jumad Al Kubra, Abdul Malik Israil, Ki Waruanggang, Raden Sulaiman, Raden Sahid, Liu Sung, dan para putera Raden Ali Rahmatullah membuka dukuh baru yang terletak antara Ksetra Nyu Denta (kelapa gading) dan Masjid Ampel Denta (bambu gading), yaitu tanah shima (perdikan) Kasyaiwan Batu Putih. Dipilihnya Batu Putih karena tempat itu dulunya adalah sebuah Syiwa prathista atau candi, tempat Syiwa dipuja dalam lambang lingga putih dan sudah lebih tiga dasa- warsa tidak digunakan lagi. Daerah Batu Putih sendiri dijadikan pekuburan keluarga raja Surabaya. Bahkan raja Surabaya pertama, Arya Lembusura, dimakamkan di situ. Satu-satunya hunian yang dekat dengan Batu Putih adalah Srenggakarana, tempat pelacuran yang terletak barang satu yojana di sebelah selatannya.

Pemilihan tanah shima Batu Putih sebagai dukuh memang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam mendirikan sebuah dukuh, ada larangan bagi para wiku untuk menempati bekas pertapaan, asrama, dukuh, atau tanah pekarangan yang sudah dihuni wiku lain (Imah wus kaprathista), ke cuali jika tanah tersebut sudah dua puluh lima tahun ditinggalkan dan tak dihuni lagi. Dukuh-dukuh baru juga tidak diperkenankan berdiri di atas tanah yang sedang digarap petani. Sesuai ketentuan, tanah yang baik untuk mendirikan dukuh adalah tanah angker (Imah aheng, tanah kutukan atau disebut dengan carik, lapangan dekat pertanian atau patara tanya, tanah tertutup (kulu wuk), dan tanah yang dekat pembangunan karan mayat atau Smasana. Sebagaimana Dukuh Lemah Abang, penetapan Batu Putih sebagai dukuh pun pada dasarnya sudah memenuhi syarat-syarat mendirikan sebuah dukuh.

Karena sudah dipilih sebagai dukuh, di Batu Putih rencananya akan dibangun sebuah tajug (mushala) dan asrama. Sesuai tugas, Raden Ahmad selaku mursyid Tarekat Kubrawiyyah ditunjuk sebagai penjaga dan pelindung Batu Putih. Karena dukuh Batu Putih bakal dibuka oleh Syaikh Jumad Al Kubra maka Abdul Jalil mengajarkan kepadanya tentang tata cara memasang tumbal sebagai bagt an dari upaya penyucian jiwa tanah baik yang di sebut prascita, bhumisoddhana, dan bhuta-suddhi. Untuk itu, selain mengupas hal-hal terkait dengan perlambang perlambang tumbal dan seluk beluk kehidupan Banu Al Jann, termasuk nama nama para pemuka Banu Al Jann di Nusa Jawa, Abdul Jalil secara khusus mengajarkan kepada Syaikh Jumad Al Kubra pengetahuan rahasia tentang bagaimana upaya "membebaskan" jiwa-jiwa manusia yang dijadikan korban sembelihan di ksetra-ksetra dan tempat pemujaan Prathiwi.

"Jika dengan cara-cara yang sudah aku ajarkan itu Tuan dapat membebaskan jiwa-jiwa mereka dari pengaruh alam dunia ke alam perbatasan (barzakh), maka dengan sendirinya kekuatan daya shakti ksetra ksetra dan tempat pemujaan Sang Bhumi akan menjadi tawar. Kalaupun di situ masih ada sisa daya shakti, itu adalah kekuatan dari makhluk- makhluk purwakala, yaitu para bhuta dan kala dari antara Banu al-Jann yang merupakan kegandaan dari ablasa yang nirwujud. Untuk menghindarinya, Tuan bisa menggunakan doa-doa keselamatan penolak pengaruh jahat Banu Al Jann sesuai tuntunan Rasul Saw. Berdasarkan pengalamanku membuka dukuh dukuh Lemah Abang, kurun waktu yang dibutuhkan untuk menyucikan tanah lamanya sekitar 40 hari. Selama 40 hari itulah kita akan tahu apakah tindakan yang kita lakukan itu berhasil atau gagal," kata Abdul Jalil.

"Saya akan ingat-ingat semua petunjuk yang telah Tuan ajarkan," kata Syaikh Jumad Al Kubra takzim.

"Satu hal lagi yang wajib Tuan ingat-ingat dari usaha penyucian ini."

"Apakah itu?" tanya Syaikh Jumad Al Kubra ingin tahu.

"Tuan harus bersiap-siap menghadapi ke- mungkinan terburuk dari syarat syarat yang akan diajukan penguasa tanah shima Batu Putih," tegas Abdul Jalil.

"Syarat-syarat?" gumam Syaikh Jumad al- Kubra mengerutkan kening. "Syarat apa misalnya?"

"Aku belum tahu pasti. Menurut ibunda asuhku, Sang Akasha, pengejawantahan nafs Al Muthmainnah Sang Bhumi, biasanya meminta tebusan jiwa putih yang ikhlas. Maknanya, Tuan akan diminta menjalankan amukti palapa. Yang dimaksud amukti palapa, pertama-tama kita tidak boleh memakan makanan yang berasal dari pajak, upeti, bulu bekti, dan segala sesuatu yang diperoleh dari pemungutan atas hasil tanah. Kedua, kita tidak boleh memakan makanan dengan bumbu bumbu. Ketiga, kita dan keluarga kita tidak boleh mengambil manfaat dari perikatan janji kita untuk pamrih duniawi."

"Bagiku, semua itu bukan hal yang berat untuk dipenuhi oleh manusia tak beranak istri seperti aku."

"Aku yakin Tuan akan bisa mengatasinya," kata Abdul Jalil sambil tertawa. "Karena itu, aku ingin menambahkan nama kehormatan bagi Tuan: Al Qalandar, sehingga orang akan menyebut Tuan sebagai Syaikh Jumad Al Kubra Al Qalandar."

"Aku tidak setuju dengan tambahan nama itu. Justru menurutku, yang sesuai menggunakan nama kehormatan al-Qalandar adalah Tuan, guru suci yang sudah termasyhur memiliki pengetahuan ruhani yang tinggi dan kecintaan yang teguh terhadapNya," sahut Syaikh Jumad Al Kubra.

"Aku setuju dengan nama kehormatan Al Qalandar, namun dalam makna gelandangan tengik yang suka pamer keadaan ruhaninya dengan bertingkah menyimpang."

"Tuan memang seorang malamit sejati yang pintar menyembunyikan kehebatan diri."

Mendengar Syaikh Jumad al-Kubra mulai memuji-muji dirinya, Abdul Jalil tak menanggapi ucapannya. Sebaliknya, ia mengalihkan arah pem- bicaraan. "Karena Tuan baru sekali ini melakukan penyucian tanah, aku mohon agar Tuan berkenan didampingi sahabatku Ki Waruanggang. Dia seorang bekas pendeta Bhairawa dan sekaligus bekas pemimpin ksetra. Jadi, dalam hal membuka mandala dan membuat tawar daya shakti ksetra, dia lebih paham dan lebih berpengalaman terutama jika ter- jadi hal-hal yang tidak kita inginkan."

"Sebenarnya, aku sudah bersyukur dapat ikut serta bahu-membahu dalam tugas suci dan mulia ini. Ini benar-benar pengalaman baru bagiku. Kare- na itu, aku tentu sangat bergembira didampingi oleh orang yang sudah berpengalaman," kata Syaikh Jumad al-Kubra dengan semangat berkobarkobar.

Sebagaimana petunjuk Abdul Jalil, dengan bantuan sembilan belas orang jama'ah Masjid Ampel Denta, Syaikh Jumad al-Kubra mulai menjalankan penyucian tanah untuk membuka Dukuh Batu Putih dengan didampingi Ki Waruanggang.

Ketika penyucian tanah Batu Putih dilakukan oleh Syaikh Jumad al-Kubra, Abdul Jalil tinggal di Masjid Ampel Denta bersama-sama Abdul Malik Israil, Raden Mahdum Ibrahim, Ki Tameng, Raden Sahid, Raden Sulaiman, dan Liu Sung. Rupanya, ia belum sampai hati melepas sepenuhnya Syaikh Jumad Al Kubra dalam melakukan penyucian tanah Batu Putih, meski sudah didampingi Ki Waruanggang. Ia menganggap hal itu bukan saja dise babkan Syaikh Jumad al-Kubra baru pertama kali melakukan penyucian tanah, melainkan yang lebihm Mendasar upacara itu merupakan pembukaan man- dala pertama dari Dukuh Lemah Putih. Ia merasa perlu memantau perkembangan penyucian tanah tersebut yang sangat mungkin akan diwarnai peristiwa-peristiwa aneh yang tidak diinginkan.

Sepengal sumber literasi catatan Suluk Malang Sungsang, Konflik dan Penyimpangan Ajaran Syech Siti Jenar. dari Drs. Agus Sunyoto M. Pd

Kala itu senja sudah menampakan rona merahnya di ufuk timur. Namun, pikiran itu sudah tersusun ketika malam menyelimuti bumi. Memutuskan suatu tindakan tidak membutuhkan waktu yang sangat sedikit. Harus merangkai sebuah wacana, harus merangkai dan menyusun untuk menyusul waktu yang tepat, Harus merangkai sebuah rayuan melalui hati, dengan harapan, supaya fikiran mampu untuk menerima ajakan dari hati.

Perjalanan kali ini, saya sampai di tempat tujuan, yang sudah di hasilkan suatu kesepakatan antara hati dan fikiran semalam. Jalur pantura, merupakan tempat singgahan untuk lebih mengenal jejak leluhur nusantara lewat Bangunan Candi dan Pahatan Batu nisan. Dan lebih tepatnya, saya berada di Desa Pojoksari, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal, tepat berada di pesisir Pantai Utara. Ketika kita mendengar pesisir pantai utara, sudah pasti, yang kita bayangkan tentang peradaban masa klasiknya. Dan membayangkan betapa megahnya bangunan bangunan kuno berupa candi di masa itu. Bahkan, untuk bayangan yang berkelanjutan, ilusinasi itu menghasilkan sebuah bayangan tentang indah dan khusukya tokoh tokoh di masa transisi. Hingga, tercipta suatu peradaban baru yang di bangun dan membentuk suatu sifat andap asor, unggah ungguh, sopan santun, yang menghasilkan bekal yang di bawa dari sebuah ajaran, hingga terbentuk dengan indahnya toleransi antara pendatang dan pribumi.

Yang di utus atau di perintahkan langsung oleh Sultan Penguasa Demak kala itu. Dengan mengikut sertakan pertimbangan dari Dewan Wali Songo. Perintah tersebut di tujukan kepada ke 5 tokoh yang benar benar sudah di percaya dan mampu untuk menjalankan mandat dari Sultannya. Tentang bagai mana caranya, supaya Agama Islam bisa masuk dan berkembang di pesisir pantai utara. Dan mampu di terima dengan baik, di tengah tengah lapisan masyarakat kala itu. Tanpa adanya ketersinggungan, tanpa adanya unsur paksaaan, dan akhirnya bisa menyebabkan konflik yang akan merugikan di antara kedua belah Fihak. Dan bagai mana dakwah tersebut manpu menciptakan kenyamanan, ketenteraman, bagi ajaran lainnya. Tidak sebatas itu saja, akan tetapi, bagai mana agama Islam mudah di terima dan mengembang di pesisir pantai utara. Di tempat ini, atau di wilayah ini, ada kisah yang menarik dengan masuknya Islam hingga berkembang pesat. Konsep yang sama, ketika para Dewan Wali Songo memperkenalkan ajaran Islam yang tercatat dalam Suluk Malang Sungsang. Utusan dari Demak tersebut mengambil sikap untuk, supaya bisa mendekati, berbaur, sehingga bisa masuk dan bersatu di tengah tengah lapisan masyarakat kala itu. Salah satunya dengan melakukan dan mengikuti adanya budaya yang berkembang di wilayah tersebut. Yang benar benar sudah di nilai baik dan tidak menyimpang dari ajaran Agama yang di bawanya. Setelah masa pembauran dengan penduduk setempat di rasa menemukan titik nyaman, Utusan utusan tersebut mulai berdakwah dengan mengikut sertakan, memasukan budaya kearifan lokal,  dengan ketentuan yang benar benar di perbolehkan dalam ajaran Agama Islam. Sehingga menciptakan konsep konsep tersebut sebagai media dakwah.

Setelah gagasan yang di kaji ulang oleh ke 5 utusan dari demak tersebut membuat tawaran pengaruh daya sakti kesetra kesetra di sepakati melalui pembukaan catur basa mandala. Ke 5 tokoh tersebut melakukan hal sama, ketika dewan wali songo membuka suatu peradaban baru, yang sudah terpengaruh dengan Agama Islam. Yaitu, membuka padukuhan baru yang terletak di antara ksetra ksetra yaitu kasyaiwan batu merah. Di pilihnya batu merah karena, tempat itu dulunya merupakan sebuah Siwa Pratista atau Candi. Tempat pemujaan Dewa Siwa lengkap dengan piranti pemujaannya. Yang sudah melebihi dari Dasa Warsa dan tidak di gunakan lagi oleh pemeluknya. Oleh ke 5 utusan tersebut, tempat tempat itu di manfaatkan untuk mendirikan kedaton, tanpa mengubah konstruksi bangunan semula. Dengan adanya hal demikian, maka, di sinilah masa transisi itu terjadi. Masa transisi antara Hindu Buddha ke Islam. Jadi bisa di katakan, budaya itu tetap atau kearifan lokal itu akan melekat pada wujud bangunan dalam perkembangan islam di nusantara.

Masa transisi itu terjadi bukan pada bangunan saja. Melainkan, masa transisi juga terjadi pada konsep konsep bangunan makam makam kuno yang berada di nusantara. Jadi jangan heran, ketika menemukan bangunan jirat makam, secara keseluruhan, bangunan tersebut memiliki kemiripan dengan panel panel bangunan candi. Dari konsep bangunan candi itu sendiri, merupakan tempat untuk bersemayamnya dewa dewa yang di yakini oleh masyarakat hindu kuno kala itu. Jika kita mengamati atau melihat beberapa pahatan nisan dengan perbedaanya, nisan nisan tersebut membawa pengaruh asal muasal ke 5 tokoh tersebut berasal. Lima pasang nisan tersebut termasuk dalam kategori prasasti yang memberitahukan bahwa, tokoh yang di makamkan memiliki gelar, jabatan dalam siste pemerintahan. Lima pasang nisan, dua pasang nisan yang memiliki perbedaan, sedangkan ke tiga pasang nisan memiliki unsur kesamaan. Satu Pasang Nisan dengan Langgam Malaka, satu pasang nisan dengan langgam Cirebonan, dan tiga pasang nisan dengan langgam Jawa tengahan. Walau Pun memiliki sepak terjang yang sama, namun, ke lima pasang nisan tersebut telah menunjukan betapa damainya, betapa indahnya hubungan di antara ke lima tokoh tersebut. Sehingga, mampu menjalin hubungan sampai akhir hanyatnya.

Oke, kita bahas langgam nisan yang pertama

Nisan dengan Langgam Demak periode 1500 an, tanpa ukiran yang yang menghiasi penampang bagian depan, belakang    dan samping kanan kiri tubuhnya. Nisan tersebut menunjukan bahwa, tokoh yang di makamkan asli orang lokal atau orang wilayah asli jawa tengah pribumi.


Nisan dengan langgam Malaka, ukiran atau pahatan nisan yang terdapat pada penampang tubuh bagian depan dan belakang, pahatan berbentuk bingkai, menunjukan identitas bahwa, tokoh yang di makamkan berasal dari malaka, yang mengabdikan dirinya ke Kerajaan Demak. Dengan segi keahliannya di bidang tata pemerintahan, tokoh tersebut mendapatkan jabatan dan gelar. Sehingga, tokoh tersebut di nilai mampu dalam melaksanakan tugas atau perintah dari sang sultannya.

Nisan dengan langgam Cirebon, terdapat pahatan yang menghiasi bagian tertentu saja. Hiasan yang terletak pada bagian sisi kanan dan sisi kiri tubuh nisan. Nisan tersebut memberikan identitas bahwa, yang di makamkan berasal dari Cirebon. Beliau, tokoh yang di makamkan merupakah orang yang ikut mengabdikan dirinya ke kerajaan demak. Dengan memiliki keahlian di bidangnya, dan faham tentang tata sistem pemerintahan.

Ke lima tokoh tersebut di perintahkan oleh Sultan Demak, atas dukungan dari Dewan Wali Songo, yang memiliki status sebagai penasehat Kerajaan. Ke lima tokoh tersebut memiliki tugas yang sama walau pun berbeda dari segi status sosialnya.

Apakah secara keseluruhan, ke lima tokoh yang di makamkan tersebut termasuk ulama besar di masanya .. ???

Jawabanya adalah iya

Kelima tokoh tersebut adalah ulama, jika di lihat dari sistem tata pemerintahannya berbentuk Kerajaan Islam. Apa lagi, notabenya, Demak adalah kerajaan Islam Yang pertama Di Jawa. Sudah bisa di pastikan bahwa, pejabat pemerintahannya mengikuti dengan pepunden. Selain ulama, kelima tokoh tersebut tergolong tokoh sufi yang memiliki predikat yang setara dengan wali wali penyebar agama lainnya.

makam makam tokoh tersebut, secara keseluruhan memiliki konstruksi bangunan Jirat. Jadi, kelima pasang nisan tidak berdiri sendiri, atau tidak di tanam secara langsung. Melainkan, ke lima pasang nisan berdiri karena ada faktor bangunan pendukungnya. Berbentuk punden, yang menggunakan material batu bata kuno, yang berbahan baku dari tanah liat. Secara keseluruhan, bangunan bangunan tersebut tidak terlihat di atas permukaan tanah. Sebagai mana, bangunan bangunan jirat pada umumnya. Hanya beberapa komponen jirat yg terlihat pada salah satu makam tokoh tersebut. Hampir secara keseluruhan, komponen pajiratan terkubur di dalam tanah. Sama seperti pada cerita awal penemuan ke lima makam tokoh ini. Ke lima makam tokoh dari kerajaan demak di temukan oleh warga desa pojoksari. Ketika,  sedang membuka lahan pemakaman umum untuk warganya. Sebelum menjadi komplek pemakaman umum seperti yang sekarang ini. Lokasi, di mana ke lima makam tokoh dari Demak tersebut berupa lahan kosong yang penuh dengan rumput liar dan alang alang. Sengaja di buka karena, warga desa pojoksari sudah tidak ada lahan untuk pemakaman yang berikutnya. Di karenakan, tempat pemakaman yang lama, di nilai sudah sangat cukup penuh, dan tidak muat lagi untuk pemakaman yang selanjutnya.


Ketika di adakan pembersihan lahan, salah satu dari warga desa setempat, menemukan sepasang nisan yg terkubur. Dan, nisan tersebut dalam posisi ambruk. Sehingga, warga  melakukan eskavasi lanjutan untuk mencari tau tentang berapa banyak jumlah makam yang ada di lahan itu. Hingga pada akhirnya, nisan nisan mulai di ketemukan dengan Jumlah Lima pasang. Dan di benahi selayaknya makam makam pada umumnya. Terkejutnya lagi, saat eskavasi nisan berlangsung, beberapa warga ikut melakukan pekerjaan itu, menemukan material bata kuno yang berada di seputaran makam. Nah, dugaan sementara, makam ke lima tokoh dari demak, memiliki Bangunan pelengkap berupa Jirat, yang memiliki simbul sebagai pemuliaan atau memuliakan ke lima tokoh penting kala itu.


Kejadian itu terus berulang, dalam arti, ketika warga sedang mengadakan penggalian untuk tempat pemakaman  baru, sering menemukan material bata merah kuno yang terkubur di dalam tanah. Sehingga dugaan itu muncul lagi. Apakah komplek pemakaman kuno itu, dulu pernah berdiri bangunan Candi. Karena, Informasi yang di kembangkan oleh tim TACB kabupaten kendallll, yang mendapatkan laporan dari warga tentang Temuan itu. Setelah di adakan penelitian dari tim TACB Kabupaten Kendalll, temuan itu berupa susunan batu bata merah yang berlapis, membujur ke arah Selatan dan Utara. Di duga, abyek temuan tersebut merupakan pagar yang mengelilingi sebuah bangunan di dalamnya. 

Antara benar lokasi tersebut, dulu pernah berdiri bangunan Candi. Atau, lokasi tersebut, memang komplek pemakaman kuno yang sudah terkonsep secara adapnya.

Kita belum bisa menyimpulkan, karena, komponen bangunan jirat makam kuno, dengan Komponen Bangunan Candi, memiliki bentuk dan pahatan yang sama. Sama sama menggunakan material Bata merah yang berbahan baku dari tanah liat. Bahkan, komponen komponen kedua obyek tersebut, hampir memiliki kesamaan dari tebal, panjang dan lebarnya komponen. Termasuk beberapa Ornamen yang menonjol, sebagai hiasan yang terpahat di antara keduanya.

Sampai sekarang masih menjadi sebuah misteri yang harus di pecahkan. Ketika kita mau membuktikan sebuah kebenaran.

Pojok sari jika di artikan dalam bahasa Indonesia

Pojok akan dalah sudut, sedang sari memiliki arti indah, tertata, nyaman dan aman.

Jadi, pojoksari memiliki makna, tempat yang berada di sudut, yang memiliki keindahan dan kenyamanan.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI