MAKAM ULAMA DI TENGAH HUTAN KARET

DI TENGAH HUTAN KARET, TERDAPAT MAKAM MAKAM PARA ULAMA JAMAN KERAJAAN DEMAK

Berketepatan dengan hari libur piket, saya menyempatkan diri untuk berkunjung atau blusukan, dengan arah dan tujaun di wilayah Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang. Sebenarnya, tujuan dari blusukan ini adalah, mengulang kegiatan pada tahun 2017. Yaitu, mengunjungi situs Candi Boto Tumpang, yang berada di Desa Karangsari, Kecamatan Rowosari, Kabupaten kendal. Untuk melihat perkembangan setelah di eskavasi dari tim ahli cagar budaya jawa tengah. Yang kedua, mengunjungi sendang kuno yang berada di Desa Sidodadi, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang. Sendang itu terkenal dengan sebutan patirtaan balekambang. Namun blusukan kali ini, saya di perkenalkan dengan obyek baru, yaitu tentang beberapa makam makam kasepuhan, berada tidak jauh di antara kedua situs yang sudah saya sebutkan. Nah, penasaran kan. Kira kira, makam kasepuhan langgam apa, eranya siapa, lokasi dan kondisinya bagai mana dan seperti apa.

Bahasan kali ini, saya akan mengupas langgam nisan, makam kasepuhan yang berada di dekat situs patirtaan bale kambang. Untuk mencapai situs makam kuno bale kambang, kita di hadapkan dengan penyeberangan sungai, yang jaraknya tidak pendek. Sungai yang panjang, lebar, dan tenang. Sungai yang di kenal dengan sebutan kali kutho. Ini merupakan tantangan awal dari perjalanan kita. Yang membuat badan terasa gemetar, bahasa jawane, Buyuten, yang ada hanya pasrah dengan keadaan. Bawaanya ingin melaksanakan ibadah dengan tekun dan sepurna. Karena, baru pertama kali ini, naik motor, di atas perahu penyeberangan, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Tantangan perjalanan berikutnya, harus menyeberangi Jalur Rel Kereta Api yang menghubungkan Semarang ke Jakarta dan Semarang Ke Bandung. Tidak hanya menyeberang saja, melainkan, untuk mencapai lokasi yang kita maksud, harus berjalan di pinggir rel kereta api, dengan medan yang lembab. 

Kira kira, jarak tempuh untuk menuju lokasi makam kuno tersebut tidak memungkinkan. Jika perjalanan kita awali dari patirtan balekambang, durasi yang akan kita tempuh kisaran 1 jam perjalanan, itu pun menggunakan sepeda motor, jika harus berjalan kaki, asli, jauh banget. Sebenarnya, jarak tempuh perjalanannya agak dekat, untuk menuju lokasi keberadaan komplek makam. Yang di rasa jauh karena, medan jalan yang akan kita lalui banyak tikungannya. Kalau tidak hafal dengan jalannya, saya yakin, pasti bakalan kesasar, dan lupa arah jalan pulang. Karena, dengan kenyataanya, kita harus menembus lebatnya rerumputan yang subur, apa lagi malam sebelumnya turun hujan yang sangat lebat. Di tambah lagi, kondisi jalan yang licin dan berkelok kelok. Kondisi demikianlah yang sebenarnya agak menghambat perjalanan untuk menuju lokasi. Dan ini akan menjadi pengalaman pertama saya. Dan, semoga bisa di ceritakan kepada anak cucu saya kedepan.

Komplek makam kasepuhan tersebut berada di tengah tengah hutan karet, lebih tepatnya berada di wilayah Hutan Buntu, Desa Sidodadi, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang. Terdapat 5 pusara, dalam satu komplek pemakaman. Yang membuat saya heran adalah, makam setingkat ulama', berada sangat jauh dari pemukiman padat penduduk. Sehingga terkesan, makam tersebut tidak terawat secara menyeluruh. Bahkan, hanya orang orang tertentu saja, yang mampu merawat makam kasepuhan tersebut. Di antaranya adalah, orang yang sengaja melakukan ritual, atau lelaku, atau melaksanakan tirakat di komplek makam tersebut. Dan yang berikutnya adalah, orang yang kesehariannya mencari rumput dan berkebun di wilayah seputaran komplek makam itu.

Tiga di antara 5 pusara, yang kedapatan batu nisannya dalam kondisi patah. Tragedi patahnya ke tiga batu nisan tersebut, belum bisa di ketahui secara pasti. Dugaan sementara, patahnya ke tiga batu nisan, di karenakan kejadian yang tidak di sengaja. Mungkin, kejatuhan ranting pohon yang ukurannya besar, akibat dari hembusan angin yang sangat kencang. Karena, komplek makam tersebut berada di sekitaran rerimbunan pohon pohon yang mempunyai pokok keras dan besar. Keseluruhan batu nisan tersebut memiliki simbul purnama sidi, yang terpahat pada bagian permukaan nisannya. Terdapat ornamen yang menunjukan identitas asal muasal sang tokoh yang di makamkan dalam komplek pemakaman tersebut. Simbul purnama sidi, merupakan simbul yang memberika keterangan bahwa, beliau, yang di makamkan adalah seorang tokoh ulama yang memiliki tingkatan ilmu tasyawuf yang Mumpuni. Karena, hakekatnya, beliau beliau di tugaskan oleh pepundennya, untuk menyebarkan keyakinan Muslim di wilayah pemukiman Sidodadi kala itu. Beliau adalah tokoh tokoh ulama yang mengabdi ke Kerajaan Demak, dengan Sultan atau Raja yang berkuasa kala itu adalah Raden Fattah.

Mungkin ada pertanyaan

Kok, bisa tau, kalau tokoh ulama tersebut pernah hidup dan mengabdi ke kerajaan Demak, pada masa pemerintahan Sulta Fattah ..

Kita membaca dari typologi batu nisan para tokoh yang di makamkan. Batu nisan dengan pahatan atau langgam Demak, periode 1450 sampai 1500 an. Sejaman dengan Wali Songo. Pahatan ornamen yang berada pada beberapa pahatan batu nisan menunjukan, bahwa tokoh yang di makamkan berasal dari cirebon yang mengabdi ke Kerajaan Demak. Yang secara kebetulan, Sang Sultan mengangkat beliau menjadi Pejabat Pemerintahan dengan kedudukan sebagai Ulama kerajaan.

Kenapa demikian

Ketika tokoh yang berasal dari cirebon, yang mengabdikan diri ke Kerajaan Demak, gugur atau wafat saat bertugas. Sang Sultan, akan mengukir atau membuatkan pahatan batu nisan yang sesuai dengan temoat asal usul tokoh tersebut. Yang di artikan sebagai, identitas lewat guratan batu nisan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA