KOMPLEK MAKAM RADEN GATOTKACA

KOMPLEK MAKAM KASEPUHAN, RADEN GATOTKACA

Bangunan Jirat dan Langgam Nisan Lamongan

Mengulang kembali blusukan yang ke dua, setelah menunggu setahun untuk berkunjung ke komplek makam kasepuhan di Desa Protomulyo, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal. Awal blusukan pertama kali, satu tahun yang lalu, tepatnya lebaran H plus 4 hari. Sengaja saya sowan ke makam makam kasepuhan di komlek makam Kuntul Ngelayang. Blusukan tersebut sebenarnya tidak terencana sebelumnya. Tawasul atau Ziarah makam yang akhirnya mendorong saya untuk mengadakan kegiatan tersebut. Istilahnya, sambil menyelam minum susu, Yang artinya, sambil berziarah, kita bisa belajar mengenal nisan nisan kasepuhan ditanah yang di keramatkan leluhur pendahulu kita.

Bangunan Jirat dan Langgam Nisan Giri Kedaton Atau Troloyo
Jawa Timuran

Di sinilah yang membuat saya semakin terpukau, dengan kearifan lokal nusantara yang telah tersaji di setiap sudut wilayah desa. Saya bisa mengenal leluhur dengan cara membaca typologi batu nisan. Itu pun, masih dalam tahap pembelajaran. Tapi, pribadi saya memberikan asumsi bahwa, komplek makam kuntul ngelayang merupakan makam makam yang sangat keramat setelah Demak, Daerah istimewa jogjakarta, dan komplek makam Sunan Tegal Arum. Kenapa demikian, tidak lain beliau yang di makamkan di wilayah ini, bukan tokoh tokoh sembarangan. Mulai dari pejabat pemerintahan, Aliam Ulama' yang memiliki tingkatan ma'rifat sekelas sufi, dan tokoh tokoh yang ahli di bidang tasyawuf. Bahkan, yang bersemayam di wilayah ini dari berbagai tokoh dari yang tua hingga yang muda. Dalam arti tua dalam segi tingkatan Ilmu ma'rifat, ilmu tasyawufnya, dan tua masa sepak terjangnya. Muda dalam tingkatan sepak terjang, dan tua tingkatan Ilmu ma'rifat dan tasyawufnya. Kenapa demikian, karena, tingkatan ma'rifat dan tasyawuf tersebut akan mengalir secara turun temurun, yang di ajarkan oleh para pendahulunya. Tingkatan atau warisan demikian, di sebut dengan sanad keilmuan.

Mungkin ada beberapa pertanyaan tentang, kenapa makam makam kasepuhan di desa protomulyo, rata rata di atas puncak bukit. Dan kenapa, bangunan jirat dan langgam nisannya berbeda beda menurut asal usulnya. Dan kenapa, setiap bangunan jirat memiliki ornamen yang hampir mirip dengan komponen bangunan bangunan candi.

Oke

Disini saya akan berusaha membabarkan pertanyaan tersebut, secara menyeluruh

Untuk yang pertama

Kenapa makam makam kasepuhan di desa protomulyo, kebanyakan berada di puncak bukit.

Tidak hanya makam Kanjeng Sunan Katong saja, komplek makam Pangeran Pakuwojo, Komplek makam Pangeran Juminah, Komplek makam Kyai Gusti Pangeran Adipati Mandurorejo beserta Makam Kyai As'ri, Komplek makam Raden Gatotkaca, dan Komplek makam Pangeran Noto Nitinegoro, semuanya berada di puncak bukit. Dan kontur tanah yang berbukit tersebut, membentuk formasi hewan jenis Bangau. Dalam bahasa jawa di sebut kuntul.

Makanya, sangat wajar ketika lapisan masyarakat desa protomulyo menyebutnya dengan sebutan bukit kuntul ngelayang. Ketika kontur tanah berbukit tersebut di lihat dari atas atau dari udara, menggunakan Dron, dengan kenyataanya, jajaran perbukitan tersebut telah membentuk formasi Burung Bangau Sedang dalam posisi mengepakan sayapnya atau terbang di angkasa. Bukit pertama di, makam Sunan Katong di gambarkan sebagai kepalanya. Bukit yang ke dua, komplek Makam Pangeran Pakuwojo di gambarkan sebagai sayap kanannya. Bukit yang ke tiga, Komplek makam Pangeran Juminah, di gambarkan sebagai Saya kirinya. Makam Gusti Pangeran Adipati Mandurorejo, di gambarkan sebagai Badannya. Dan komplek makam Raden Gatotkaca, beserta Pangeran Noto Nitinegoro di gambarkan sebagai kaki kanan dan kaki kirinya.

Dan kenapa makam makam tokoh penting tersebut berada di puncak bukit, dan jawaban tersebut memiliki sumber atau pendapat yang berbeda. Tapi, menurut saya pribadi, semuanya itu saling berkaitan. Dengan kepemilikan gelar, jabatan dan tingkatan spiritual sang tokoh. Sehingga, menjadikan derajat para tokoh semakin tinggi. Dengan tata cara dan adap pemakaman yang sudah di wariskan oleh para pendahulunya. Sehingga, sudah perhitungkan dan di pikirkan kembali, tentang bagai mana cara memuliakan tokoh yang memiliki pengaruh di wilayah tersebut secara luas.

Kenapa makam makam kasepuhan di protomulyo memiliki bangunan jirat dan langgam nisan yang berbeda beda. Bangunan Jirat makam, dan komponen Nisan dengan langgam yang berbeda menunjukan bahwa, wilayah kendal memiliki peradaban yang sangat kaya. Sehingga memunculkan sistem pemerintahan secara berkala. Mulai dari kerajaan kerajaan Hindu Buddha, masa transisi Hindu Buddha ke Islam, dengan unculnya kerajaan Demak di jawa tengah. Masa Pemerintahan Kerajaan Pajang, masa pemerintahan kerajaan Mataram Islam awal, sampai Mataram Islam Amangkurat. Pakubuwono, sampai jejak kolonial. Wilayah kendal merupakan wilayah yang administraf untuk memulai pembangunan dengan sistem pemerintahan yang berlangsung. Maka dari itu, tidak heran ketika langgam nisan memiliki perbedaan, yang cenderung mengenalkan identitas tokoh yang di makamkan. Contoh, nisan langgam Demak, Nisan Langgam Cirebon, Langgam Nisan Tembayat, Langgam Nisan Demak Adipati Unus, langgam Nisan Mataram Islam Hanyokrokusumo Ageng, Langgam Nisan Mataram Islam Amangkurat, Langgam Nisan Pakubuwono dan langgam Nisan Pantura periode 1830an. Semua itu menunjukan bahwa, tokoh tokoh yang di makamkan di wilayah Protomulyo, pernah mengabdikan dirinya sebagai pejabat pemerintahan, dan mendapatkan gelar resmi dari pepundennya.

Banyak tokoh tokoh yang berdatangan dari wilayah lain, yang mengabdikan diri ke kerajaan Mataram Islam contohnya. Tokoh tokoh tersebut di beri jabatan sesuai dengan kemampuannya, untuk memimpin suatu wilayah di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam. Maka dari itu, ketika tokoh pendatang dari wilayah lain meninggal atau wafat saat mengemban tugas. Dari pihak Kerajaan Mataram Islam tidak serta merta membangun dengan identitas keagungan Kerajaanya. Melainkan, dari Fihak kerajaan Mataram Islam tetap membangun sesuai dengan identitas asal muasal dari mana tokoh tersebut berasal. Misalnya dari Cirebon, maka, pembuatan bangunan jirat dan langgam nisan menyesuaikan kearifan lokal tempat asalnya. Begitu juga yang dari Jawa Timuran, hal demikian akan tetap di lakukan pembangunan Jirat dan langgam nisan sesuai dengan Identitas asal muasalnya.

Dan kenapa setiap bangunan jirat makam, memiliki ornamen yang sama persis dengan komponen bangunan candi tinggalan Hindu Buddha.

Letaknya di sini, leluhur kita mengajarkan bagai mana cara hormat menghormati antar keyakinan lain. Bahkan, ornamen bangunan candi masa hindu buddha, di pahat sedemikian rupa, dan di jadikan ornamen penghias makam kasepuhan setingkat wali songo, tokoh ma'rifat dan tokoh tokoh sufi lainnya. Dan itu pun saling berkelanjutan, dari masa ke masa. Masa transisi Hindu Buddha ke Islam, sebenarnya sebagai penyambung benang merah di antara generasi berikutnya.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA