JEJAK PERADABAN MATARAM KUNO

WISATA SEJARAH DI KECAMATAN KEDUNGJATI


Di dalam kesempatan kali ini, saya beserta komunitas sejarah Dewa Siwa mendapatkan moment lagi untuk mengunjungi Desa yang berada di Kecamatan Kedungjati. Yang notabenya, desa tersebut merupakan tempat yang religius, tempat yang masih menyimpan beberapa tinggalan leluhur nusantara. Tepatnya di wilayah Kecamatan Kedungjati. Tujuan awal kita pertama kali sebenarnya, hanya ingin memastikan dan mengunjungi ulang tentang keberadaan benda cagar budaya, yang kala itu kita laporkan ke Kedinasan BPK wilayah 10. Karena, hanya kedinasan tersebutlah yang memiliki wewenang untuk pemindahan Benda Cagar Budaya, khususnya di wilayah Jawa Tengah. Kala itu, benda yang kita laporkan berupa yoni, tepatnya berada di pinggir kali, yang lumayan cukup besar dan lebar. Yang memungkinkan, ketika musim hujan dan banjir besar datang, BCB tersebut akan hanyut terbawa arus. Kami mendapatkan laporan tentang kondisi dan situasi BCB tersebut, dari salah satu orang yang sedang memancing di sungai yang kedapatan BCBnya. Kejadiannya, BCB tersebut terbawa abrasi tanah longsor hingga terbawa sampai ke tepian sungai yang saya maksud. Alhamdulillah, setelah melihat BCB yang kita maksud sudah di selamatkan, dan sudah diserahkan kepada kepala desa setempat, kami pun merasa sangat lega. Jika harus membuang waktu yang masih tersisa kurang lebih 8 jam. Sangat di sayangkan, ketika pulang tidak membawa cerita yang baru lagi. Maka dari itu, kita memutuskan untuk melanjutkan blusukan di wilayah Kecamatan Kedungjati. Seperti biasa, kita menggali informasi kepada warga setempat, untuk lebih mengetahui di mana saja letak tinggalan leluhur berada. Tujuannya, untuk kita explore, kita pelajari, dan mencoba mengenalkan BCB tersebut kepada masyarakat khususnya. Akan tetapi, harapan itu tak nampak di benak kita. Ternyata, warga yang kita gali informasinya, rata rata minim tentang jejak leluhur nusantara. Dengan sangat terpaksa, kita tetap berjalan blusukan, dengan dasar pengetahuan lewat nama Toponimi sebuah wilayah. Walaupun keplantrang plantrang tekan adhoh, embuh panggone, sing penting iso entuk cerito anyar.

Tujuan kita pertama kali ke sebuah sendang yang ceritanya, sendang tersebut di rawat setiap tahunnya. Bahkan, yang merawat sendang tersebut di turunkan secara turun temurun. Mulai dari Canggah, Buyut, Simbah, Bapak, Hingga ke anak. Hingga, tradisi tersebut menjadi acara tahunan, yang setiap bulan bulan tertentu di peringati. Acara Kuras sendang namanya, di adakan setiap satu tahun sekali di saat menjelang bulan puasa. Hingga menjadikan acara tersebut lebih nampak kelihatan tentang kearifan lokal nusantaranya.  Jauh di tengah tengah hutan jati, sendang tersebut di naungi tumbuh tumbuhan yang pandai menyipan air. Seperti pohon Beringin, Pohon Bulu, Pohon Pandan Gringsing, dan Pohon Angsana. Sehingga membuat suasana di tempat tersebut sangat teduh dan sejuk. Apa lagi, ketika Benda Cagar Budaya berupa yoni berada di samping sendang, sungguh teramat kelihatan kesakralan tempat tersebut.


Yoni itu terlihat sangat kecil, bahkan tidak terlihat lingga sebagai pasangannya.   Yoni, sebagai simbolis Dewa dewa yang di muliakan pada masanya, benda ini diciptakan dan di gunakan untuk sarana pemujaan hindu dari sekte Siwa. Buah karya dari tangan leluhur kita, buah karya yang menunjukan suatu kewibawaan, kejeniusan, kemandirian di dalam kehidupan masa itu. Yang sangat jauh rentang waktunya sebelum kita hidup di jaman sekarang ini.

Sering di sebutkan dengan Yoni, benda tersebut seharusnya memiliki pasangan berupa lingga. Karena  Lingga dan Yoni adalah simbul Trimurti untuk sebutan Ke tiga Dewa dalam mitologi hindu.

Lingga di lambangkan sebagai Dewa Siwa atau Dewa maha dewa sebutannya. Karena mempunyai kedudukan yang paling tinggi di atas penampang yoni. Dewa siwa dianggap sebagai dewa pelebur dan Dewa yg mengawali. Dewa siwa sering juga di lambangkan sebagai Lingga dan di simbulkan sebagai alat kelamin laki laki.

Yoni merupakan simbul dari Dewa Brahma Dan Dewa Wisnu. Dalam keyakinan hindu kuno, Dewa Brahma adalah Sebagai dewa pencipta, Sedangkan Dewa wisnu sebagai Dewa Pemelihara.

Yoni pada umumnya berbentuk kotak bujur sangkar, memiliki dua bagian penampang atas dan penampang bawah. Penampang bawah di gambarkan sebagai dewa brahma dan penampang atas di gambarkan sebagai dewa wisnu.

Penampang atas Yoni memiliki lubang kotak persegi berbentuk bujur sangkar, yang di fungsikan sebagai pengunci lingga. Memiliki penampang berbentuk kotak bujur sangkar sama dengan bentuk yoni itu sendiri. Penampang tersebut mirip dengan bingkai bebentuk cekungan. tetap berbentuk bujur sangkar setelah penampang luar bagian atas. Memiliki alur yang di hubungkan dengan lubang cerat bagian tengah. Penampang tersebut berfungsi untuk menampung air susu supaya tidak meluber keluar saat berlangsunganya pemujaan kepada Dewa. Lubang cerat di buat untuk di fungsikan sebagai jalan keluarnya air susu, sebab akibat dari lingga yang di lumuri mentega dan disiram menggunakan air susu.

Setiap sisi yoni mempunyai pelipit di bagian tepinya, dinding atau badan yoni mempunyai profile dengan garis lurus yang mengelilingi bentuk yoni. Mungkin di fungsikan sebagai pembatas kedua simbul ke dewaan, juga berfunsi untuk penghias.

Pada umumnya yang sering saya jumpai, di bawah cerat yoni ada dua buah arca fauna atau hewan, berupa Naga Kobra dan Kura kura.

Dengan posisi, naga kobra menyangga Kura Kura tepat di atas kepalanya, dan posisi kura kura menyangga cerat yoni tepat di atas punggungnya. Tapi beda dengan yoni yang berada di sendang ini, di bawah ceratnya tidak nampak pahatan naga kobra dan kura kura. Desain atau pahatan yoni di sendang ini, hanya polosan atau lebih sederhana. Yoni merupakan lambang dari dewi Uma ( Sakti ) Istri dewa siwa, dan di simbulkan sebagai alat kelamin Wanita. Kondisi yoni dalam keadaan aus secara menyeluruh, hampir mendekati 75% keausan tersenut. Mungkin, saking lamanya usia dan rentang waktu yang membuatnya demikian, di dukung pula dengan material yang di pergunakan sebagai bahan yoni, menggunakan bahan yang rentan rusak. Berbahan baku batu cadas atau lebih tepatnya batuan putih.

Dan perlu di ingat, prasarana pemujaan lingga dan yoni, tidak harus berada di dalam Bangunan Candi saja. Melainkan, prasarana Lingga dan Yoni juga bisa kita temukan berada di tempat tempat yang di anggap subur dan berair. Misalnya, sendang dan lahan pertanian.


Setelah kita selesai mengexplore sendang yang berada di wilayah kedungjati, kita melanjutkan explore jejak leluhur nusantara di desa Prigi, dan masih di wilayah Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Sungguh sangat istimewa kondisi desa tersebut. Selain pemandangannya keren, jalan menuju ke desa tersebut memiliki kesan tersendiri. Seperti jalan jalan perkebunan jagung di eropaa. Akan lebih ramai pengunjung, ketika akses jalannya mendapatkan sentuhan dari pemerintah, atau di perbaiki. Pasti, akan menumbuhkan perekonomian masyarakat setempat. Oke, awal kedatangan kita di desa tersebut, langsung di sambut Benda Cagar Budaya berupa Watu Lumpang. Nah, penasaran kan, apa yang di sebut dengan watu lumpang. Nih, saya punya catatan hasil dari penelitian pribadi dan hasil dari sumber yang menjadikan bahan perbandingan.

Watu Lumpang Merupakan penanda suatu wilayah yang di sebut dengan " Krajan ".

Di mana terdapat sebuah desa atau tempat yang berkaitan dengan nama Krajan sebagai toponiminya. Sudah bisa di pastikan, lokasi tersebut terdapat situs cagar budaya, minimal watu lumpang dan situs lainya, kemungkinan keberadaan sisa bangunan Candi maupun jenis arca Nandi dan Yoni, sebutan luasnya watu lesung atau watu kenteng.

Pendapat Ke dua:

Watu Lumpang sengaja di buat sebagai alat, untuk mempermudah suatu pekerjaan. Sebagai contoh, untuk menumbuk hasil pertanian mau pun untuk alat pengolahan obat obatan herbal di masa itu.

Pendapat Ketiga :


Watu lumpang di ciptakan sebagai piranti atau sarana pemujaan Dewi kesuburan atau Dewi Sri atau Dewi Padi. Pemujaan tersebut di lakukan dengan cara mengikut sertakan lapisan masyarakat untuk melakukan acara sakral tersebut. Pemujaan kepada Dewi Sri pun, dilakukan  di tengah tengah tanah yang luas dan lapang, tentunya dengan bacaan bacaan mantera dan doa yang di harapkan.

Dengan adanya ritual semacam itu, terciptalah tradisi Wiwitan. Wiwitan berasal dari bahasa jawa yang berati awalan ". Tradisi tersebut masih terlaksana hingga sampai sekarang. Acara seperti itu masih diadakan khususnya daerah pulau Jawa dan Bali. Wiwitan adalah, upacara adat Budaya yang di lakukan untuk mengawali atau memulainya masa panen. Kebanyakan acara acara adat tersebut dilaksanakan saat mulai panen.

Dengan adanya tradisi semacam itu, leluhur Nusantara mewariskan budaya ke generasi berikutnya. Walaupun beda cara berdoa, namun sikap pelaksanaan tetap sama walaupun beda tipis.

Jangan memiliki persepsi yang negatif. 
Karena, kita mempunyai konsep masing masing dalam melaksanakan atau melakukan ucapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pendapat Ke Empat

Watu Lumpang memiliki pasangan yaitu sebatang Alu, penyebutan bahasa jawanya. Yang terbuat dari batu Juga. Antara watu lumpang dan alu, Merupakan benda yang di gunakan sebagai sarana untuk pemujaan. Pendapat ini memang agak masuk akal jika menurut saya. Alu dan watu lumpang, Merupakan gambaran atau bentuk lingga dan yoni yang belum sempurna.

Setiap masa, Perkembangan pemikiran manusia selalu mengalami perubahan dengan ide kreatifnya, untuk membuat suatu gagasan yang masuk logika.

Kalau jaman sekarang, Lingga Yoni Reborn

Secara keseluruhan pendapat di atas, bagiku masuk di akal semua. Untuk mencari kebenaran tentang fungsi watu lumpang sangat sulit. Karena, Belum pernah di ketahui atau di temui sebait prasasti yang menjelaskan tentang kegunaan watu lumpang tersebut.

Biarkan manusia berpendapat tentang logika dan nalar yang di gunakannya, Kembalikan pada pendapat yang terakhir. Bahwa, informasi yang memuat tentang kegunaan watu lumpang sangat minim dan belum di ketahui sumbernya yang jelas.


Kita masih penasarn dengan wilayah ini, yang kedapatan situs watu lumpangnya. Dengan hasil pengembangan yang kita lakukan. Kita mencari informasi tentang keberadaan situs situs lainnya. Akhirnya, usaha dan upaya kita membuahkan hasil. Tidak jauh dari situs watu lumpang, tepatnya berada di tengah tengah perkebunan Jagung, terdapat benda cagar budaya yang mirip dengan Lingga. Jika tidak faham secara detail, benda tersebut banyak yang menyebutkan lingga. Akan tetapi, dengan ketelitian dan kejelian, jika kita melihat secara detai, benda cagar budaya tersebut adalah mercu. Merupakan panel sebuah bangunan yang berada pada bagian atap paling puncak. Apakah di desa Prigi, dahulunya pernah berdiri bangunan Candi, ketika kedapatan bagian panel bangunan candi berupa meru. Pertanyaan itu pastinya ada, tapi kita belum bisa memastikan keberadaan bangunan candi tersebut. Bisa saja, panel mercu trsebut pindahan dari tempat lain.

Perjalanan Explore atau blusukan di Desa Prigi masih tetap berlanjut. Untuk obyek yang kita kunjungi berupa Benda Cagar Budaya yang berada di depan rumah salah satu warga setempat. Dengan keberadaan sendang kuno, yang notabenya, sendang tersebut di susun menggunakan batu bulder atau batuan yang terbentuk oleh alam.

Yoni ini sangat berbeda dengan yoni yang berada di Sendang Desa Ngombak, entah yang berada di sendang mau pun yang berada di dalam bangunan kantor kelurahan. Un finis yoni penyebutannya, ketika suatu benda yang di duga cagar budaya belum selesai di garap pahatannya.  Jadi untuk profile yang melekat pada benda cagar budaya tersebut, belum nampak kelihatan detailnya. Un Finis yoni itu di temukan tanpa lingga sebagai pasangannya. Riwayat yoni yang berada di depan rumah warga tersebut adalah, hasil pindahan dari suatu tempat berupa lahan produktif milik warga yaitu persawahan. Benda Cagar Budaya tersebut memang sengaja di pindah, atas kesepakatan seluruh warga setempat.  Dalam segi atau upaya penyelamatan warisan budaya leluhur nusantara. Kesadaran masyarakat Desa Prigi, perihal pelestarian dan perawatan Benda Cagar Budaya sangat mengagumkan. Karena, jika kita mengingat asal muasal keberadaan situs tersebut, di lahan persawahan, dan kondisi keamanan tidak memungkinkan. Maka, tindakan warga masyarakat sudah sangat benar sekali. Apa lagi untuk alasan yang lainnya, bukan di mungkinkan lagi, tapi ini fajkta yang bakalan terjadi, pasti benda tersebut akan mengalami kerusakan yang parah. Dengan adanya benturan benda benda keras sejenis cangkul dan peralatan pertanian lainnya.

Selanjutnya, blusukan atau kunjungan di obyek yang terakhir, berupa sendang yang masih aktif untuk sumber mata airnya. Walau pun, keadaan musim panas, sendang tersebut masih mengeluarkan sumber mata airnya dengan lancar, dengan debit yang masih sama. Riwayat sendang tersebut, masih di pergunakan warga masyarakat untuk kebutuhan sehari hari.

Bagaimana menurutmu, tentang kekayaan alam indonesia, dan bagai mana menurutmu, tentang tinggala leluhur nusantara yang memiliki cerita dan indahnya kearifan lokalnya





Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA