YANG BENAR, ADA MAKAM PANJANGNYA SAMPAI 20 METER
MAKAM SEPUH BERGELAR ULAMA DAN PEJABAT PEMERINTAHAN
Kali ini, saya akan mengajak anda untuk mengunjungi salah satu tempat. Secara kebetulan, tempat yang akan kita kunjungi berada di wilayah Desa Gandulan, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Wilayah tersebut memang memiliki jejak sejarah dari berbagai macam bentuk situs cagar budaya yang tersebar di berbagai sudut Desa. Khususnya situs di desa Gandulan, mulai dari jejak kerajaan mataram kuno hingga jejak peradaban Islam. Kebanyakan situs jejak peradaban hindu kuno, yang paling banyak, dan bisa kita jumpai di komplek komplek pemakaman umum milik warga. Di area lahan produktif misalnya, persawahan dan perkebunan. Dari kajian hasil blusukan, kebanyakan situs situs tersebut berupa sisa dari material atau bekas dari reruntuhan bangunan pemujaan kuno, dan seringnya di sebut dengan candi. Ada yang lain di desa ini, ketika kita melewati jalan utama penghubung antar kabupaten, kita bisa menjuMpai benda cagar budaya berupa umpak, yang ditata secara menjajar, di samping kanan kiri akses jalan utama tersebut. Tidak heran bagai mana, ketika melihat Benda Cagar Budaya tersebut memiliki ukuran yang sangat besar, berbentuk lingkaran balok. Dengan ukuran diameter rata rata 60 cm, tinggi obyek tersebut sangat berfariasi, ada yang 60 cm, dan ada pula yang 80 cm. Julah umpak tersebut 24 buah, 20 di antaranya memiliki ukuran diameter yang sama, dan 4 di antaranya memiliki ukuran kecil dengan diameter 40 cm.
Untuk bahasan situs tersebut, akan kita tampilkan di episode berikutnya
Kali ini, saya mengunjungi sebuah makam yang menurut saya pribadi, makam tersebut merupakan makam kasepuhan yang berada di tengah tengah lahan produktif milik warga berupa ladang. Warga sekitar mengenalnya dengan sebutan makam sentono dowo. Tidak asing kan, dengan penyebutan kalimat sentono dowo tersebut. Mari kita bahas, untuk toponimi penyebutan nama Komplek makam kasepuhan tersebut. Kalimat Sentono, merupakan suatu tempat pemakaman yang di peruntukan oleh abdi atau kerabat dari salah satu keraton atau kerajaan. Bisa saja tempat pemakaman tersebut di peruntukan oleh abdi keraton atau pejabat pemerintahan kala itu. Kenapa di sebut dengan makam sentono, Alasanya, supaya lebih mudah dalam pencarian atau lebih mudah cara menemukan makam sosok tokoh yang di maksud. Yang nantinya, makam makam tersebut akan mendapatkan kehormatan dan di muliakan oleh ahli warisnya. Yang masih memiliki jalur nasab dari keluarga atau sanad keilmuan, yang pernah di terapkan semasa ahli kubur tersebut mengabdi dikeraton atau dikerajaan yang di belanya. Sedangkan kalimat Dowo atau Ndowo, merupakan penyebutan kalimat yang berasal dari bahasa jawa yang artinya panjang atau memanjang. Jadi, makam sentono ndowo adalah, tempat atau pusara pejabat pemerintahan, atau makam dari kerabat keraton yang di khususkan. Ndowo atau dowo memiliki simbul yang di maksudkan sebagai informasi bahwa, sosok tokoh yang dimakamkan memiliki sanad dari keilmuan dan jenjang karir dalam urusan tata kenegaraan.
Ketika mendapatkan pertanyaan yang sangat sulit untuk di jawab. Pertanyaan itu berupa asal usul yang menunjukan suatu tempat, tentang dari manakah beliau berasal dan siapakah nama tokoh yang di makamkan.
Hal demikian sudah menjadi lumrah. Ketika kita menghadapi pertanyaan demikian, kita jawab sebagai mana mestinya. Ketika kita benar benar tidak tau, jawab saja, saya tidak tau menau soal pertanyaan dan jawaban yang harus demikian. Karena, menunjukan sejarah dan sepak terjang sosok tokoh yang di makamkan sangatlah berat. Ketika, jawaban yang kita lontarkan tidak falid dan tidak sesuai dengan data atau sumber yang bertahap, lewat kajian atau penelitian yang sudah di lakukan oleh para ahli di bidangnya. Jawaban tersebut akan menjadikan jejak sejarah semakin abu abu atau blawur. Biasanya nama atau asal usul tersebut akan tersusun lewat cerita rakyat dan kajian tingkatan Spiritual.
Dan hasilnya pun, belum tentu sama 100 %, dengan ahli yang notabenya sama sama di bidang Spiritual. Tentang Obyek tersebut, selama ini belum ada yang tau. Bahkan, dari penduduk sekitar komplek makam, satu pun tidak ada yang mengetahuinya. Entah itu asal usul mau pun nama tokoh yang di makamkan. Konon ceritanya, tokoh yang di makamkan dalam komplek pemakaman sentono Ndowo, memiliki keterkaitan dengan situs umpak yang berada di samping kanan, dan samping kiri jalan penghubung semarang ke temanggung. Tapi, tunggu sebentar. Untuk ulasan tentang ada keterkaitan atau tidaknya, kita akan bahas di episode berikutnya. Kali ini, kita focus membahas tentang keberadaan makam tokoh, dengan langgam nisan, dan kondisi komplek makam untuk sekarang ini.
Bahasan ini akan tertuju ke obyek langgam nisannya terlebih dahulu
Nisan dengan ukuran yang tidak pada umumnya tersebut, memiliki langgam Demak. Bisa di sebutkan bahwa, tokoh yang di makamkan pernah memiliki sepak terjang atau se era dengan masa pemerintahan Raden Fattah beserta dewan Wali Songo. Kisaran abad 15 pertengahan atau 1450 an ke atas. Dengan ukuran nisan sebesar itu, saya pribadi meyakini bahwa, tokoh yang di makamkan adalah seorang pejabat penting pemerintahan Kerajaan Demak. Selain pejabat pemerintahan, beliau juga sosok ulama dengan sanad ke ilmuan yang tidak di ragukan lagi.
Terlihat dari apanya
Soal terlihat dari apanya, saya pribadi berpendapat bahwa, masa ke emasan kerajaan Demak merupakan masa ke emasan Peradaban Muslim di nusantara. Jadi, banyak pribadi dari kalangan Muslim yang masih memegang teguh dari ajaran para Wali yang di ikutinya. Untuk alasan yang berikutnya, besarnya ukuran pahatan batu nisan yang tidak pada umumnya. Batu nisan tersebut memiliki ukuran tinggi 100 cm, ketebalan antara mustaka dengan tubuh nisan sampai batas pinggang 10 cm, lebar badan nisan 40 cm, tinggi nisan mulai dari pinggang hingga ujung mustaka 80 cm, tinggi kaki nisan 20 cm, tebal kaki nisan 20 cm, panjang kaki nisan 60 cm. Ukuran panjang makam, jarak antara nisan 1 dengan nisan yang 1 nya, 18 meter sampai 20 meter. Makam tokoh kasepuhan tersebut di bangun lengkap dengan pajiratan atau jirat makam. Bahan komponen bangunan jirat menggunakan bahan dasar tanah liat yang di bakar, yang di sebut dengan Banon atau batu bata merah kuno. Dengan ketebalan yang sama dan bentuk yang berfariasi. Menunjukan bahwa, makam tersebut adalah makam sosok tokoh yang sudah saya paparkan di bagian depan ( atas ).
Memang, untuk bangunan jirat makam beliau sudah rusak parah. Tapi saya pribadi meyakini bahwa, bangunan jirat tersebut berkesan sederhana tapi mewah. Sederhana dari bahan bakunya, mewah seni pahatan ukirnya. Beberapa panel bangunan jirat makam, memang belum di temukan atau, saya pribadi belum menemukan ukiran tersebut. Melainkan, garapan bangunan jirat tersebut sangat berkesan karena, buat saya pribadi, bangunan jirat tersebut telah mengadopsi bangunan dari leluhurnya yang terdahulu yaitu, Bangunan Candi. Hanya beberapa panel yang masih bisa terlihat dengan garapan yang engandung karakter tumbuhan berbentuk kelopak bunga padma. Dan seringnya di sebut dengan pelipit padma atau pelipit Genta. Bahkan bisa di jadikan patokan, bahwa bangunan jirat makam memiliki ketebalan yang sama dengan panel bangunan candi, sama sama menggunakan bahan material banon. Memiliki ketebalan 9 cm, panjang 46 cm dan lebar mencapai 36 cm.
Maka, jika tidak jeli dengan kondisi demikian, banyak sekali yang menduga, bangunan jirat makam di sebut dengan panel bangunan candi. Perihal demikian, memang di jadikan acuan untuk pembuatan jirat makam sejak masa Demak, sampai Pajang, sampai ke mataram islam yang selama blusukan ini sudah saya ketahui. Semakin muda, panel bangunan jirat makam, yang terdapat pada makam kasepuhan, semakin menipis ukuran ketebalannya. Candi, artinya tempat penyemayaman, yang masih di gunakan hingga sapai sekarang dengan sebutan Canden. Penyebutan canden, dalam istilah pemakaman masih populer di daerah Jogjakarta, sleman, Gunungkidul yang masuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar