PEMANDANGAN YANG SEMPURNA CANDI SELOGRIYO

EXOTICENYA CANDI SELOGRIYO, KEARIFAN LOKAL NUSANTARA

                                 

Keunikan apa lagi yang dapat kita jumpai, tentang tinggalan sejarah dari berbagai sudut daerah. Mulai tempat tempat yang terbuka, hingga ke tempat tempat yang tersembunyi sekali pun. Dan tempat yang benar benar memiliki kandungan nilai luhur, untuk di lestarikan, di pelajari dan di perkenalkan kepada penduduk asli Nusantara. Daerah mana, yang tidak memiliki tinggalan sejarah dari leluhur kita. Semua daerah memilikinya, ketika suatu daerah memang tidak ada tinggalan sejarahnya, hal yang paling umum terjadi adalah, hilang, rusak di karenakan adanya perkembangan pembangunan, dan belum di ketemukan. Dalam arti belum di ketemukan adalah, masih terkubur di dalam perut bumi. Biasanya akan di ketemukan ketika ada aktifitas penggalian di suatu tempat, yang di duga pernah berdiri bangunan candi, atau situs situs yang lainnya.

                                      

Di kabupaten Semarang sendiri, sebenarnya banyak sekali di jumpai benda benda arkeologi yang di maksud. Walau pun hanya sekedar temuan situs berupa reruntuhan bangunan candi saja, dan banyaknya tinggalan arkeolog berupa watu lumpang dan watu lesung. Ada beberapa catatan pribadi saya, yang memberikan keterangan tentang tempat tempat yang terdapat bangunan candinya. Kebanyakan berada di komplek pemakaman umum milik warga dan di area lahan produktif milik warga. Di kabupaten semarang sendiri masih memiliki bangunan candi yang benar benar masih utuh dalam bentuk dan keutuhan bangunannya. Walau pun, beberapa material bangunan tersebut sudah banyak yang di ganti. Contohnya seperti komplek percandian Gedong Songo, Kecamatan Bandungan, komplek percandian Ngempon yang lengkap dengan petirtaanya, Kecamatan Bergas, komplek percandian Dukuh, kecamatan Kec Banyubiru, Komplek percandian Klero, Kecamatan Tengaran, dan sisanya berupa reruntuhan saja.

                                       

Jika harus di bandingkan dengan Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Daerah Istimewa Jogjakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Untuk tinggalan situs candi yang masih berdiri dengan kokoh, dan terbilang masih komplit, di tempat tempat tersebut masih bisa di ketemukan. Karena, memang beberapa daerah  yang saya sebutkan, merupakan pusat dari peradaban hindu kala itu.  Jadi, tidak heran ketika melihat daerah daerah tersebut sangat kaya dengan warisan tinggalan leluhur kita. Tapi, kita sebagai seorang pribumi, yang mendapatkan kesempatan untuk melihat dan mempelajari harus ikut bangga. Karena, dengan cara bagaimana pun, kita termasuk ahli warisnya, yang memiliki peranan penting dan ikut andil untuk menjaga dan melestarikannya. Mengagumi, mengenalkan warisan tersebut ke pada khalayak ramai. Oke, untuk kesempatan kali ini, pokok inti bahasanya adalah, mengupas salah satu bangunan candi yang berada di Dusun Campurejo, Desa Candisari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Bangunan Peninggalan Mataram Hindu tersebut berada di antara gugusan perbukitan yang menaunginya. Bukit Condong, bukit Giyanti dan bukit Malang. Jauh dari pemukiman penduduk, perjalanan menggunakan kendaraan bisa sampai di gerbang komplek candi. Estimasi waktu yang di tentukan, kisaran 20 menit dari tempat pembayaran karcis.

                                  

Sekilas jika di lihat dari segi bangunan tersebut, secara menyeluruh, candi selo griyo hampir mirip dengan bangunan candi Buddha. Padahal sejatinya, bangunan candi tersebut merupakan candi pemujaan hindu siwa. Kita bisa membedakannya lewat pahatan pahatan arca yang menempel pada bagian bilik kulit luar bangunan. Bangunan candi Selogriyo menghadap ke arah timur. Dan yang membuat saya pribadi timbul rasa heran, bangunan candi tersebut di bangun tanpa menggunakan selasar atau kaki candi. Sehingga, bangunan tersebut tidak memiliki pipi tangga mau pun anak tangga. Bangunan tersebut juga tidak memiliki makara yang di fungsikan sebagai penghias pipi tangga. Itulah ke unikan yang ada pada bangunan candi selogriyo. Selain itu, bangunan candi selogriyo memiliki kemuncak atau ratna yang hampir menyerupai stupa bangunan candi Buddha.  yang di jadikan hiasan bagian atap bangunan tersebut. Akan tetapi, kemuncak tersebut berbentuk buah keben, dalam penyebutan ilmu arkeologinya di sebut dengan amalaka. Nah itu lah yang sebenarnya, yang menjadikan bangunan candi selo griyo lain dari pada yang lainnya.

                                        

Candi selogriyo pertama kali di temukan oleh orang berkebangsaan belanda yang menjabat sebagai Resident di Magelang, tokoh tersebut bernama Hartman. Pada tahun 1835 candi itu di temukan, selisih 5 tahun pasca perang Diponegoro atau De Java Oorlog atau perang Jawa. Ketika pertama kali di ketemukan, kondisi candi tersebut tidak utuh seperti sekarang ini, masih berupa reruntuhan yang sudah tidak berbentuk lagi. Hartman lantas membentuk sebuah tim yang bertugas menyusun ulang bangunan Candi . Tim itulah yang merekonstruksi bangunan untuk yang pertama kalinya. Lalu, bangunan Candi Selo griyo di pugar pada tahun 1955 sampai 1957. Pada bulan desember tahun 1998 bangunan ini roboh kembali di karenakan, kontur tanah tempat untuk berdirinya bangunan candi mengalami longsor. Dan proses rekonstruksi ulang dilakukan pada tahun 2000 dan berakhir pada tahun 2005.

                                        

Denah bangunan candi selogriyo memiliki ukuran 4,2 meter x 4,2 meter, serta memiliki ketinggian mencapai 4,96 meter. Bagian atap bangunan candi memiliki 2 tingkat. Bagian ruangan bangunan candi, terdapat sebuah relung yang di duga untuk penempatan arca, yang berada disisi utara dinding candi bagian dalam. Sedangkan, pintu masuk bangunan candi, tidak memiliki hiasan semacam ukiran kala dan punggung naga. Secara keseluruhan, nampak sepi dengan bagian panel panel tersebut. Apakah ada indikasi, panel tersebut belum selesai di pahat. Terdapat dua arca yang di fungsikan sebagai penjaga pintu masuk ruangan bangunan candi. Kedua sosok arca tersebut adalah Maha kala dan Nandiswara, maha kala berada di samping kiri pintu candi. Sedangkan untuk nandiswara, yang berada di sebelah kanan pintu bangunan Candi. Posisi tersebut tergambar ketika akan memasuki bangunan candi.

                                             

                                              

                                              

                                              

Jika kita berjalan memutar mengelilingi bangunan candi, dengan memulainya dari sisi utara terlebih dahulu.  Bagian dinding luar bernaung sosok arca yang berada pada bilik luar bangunan candi, pahatan tersebut menggambarkan sosok dewi yang memiliki 6 tangan. Ke empat tangan, masing masing memegang satu buah senjata yang berbeda beda. Posisi berdiri di atas punggung hewan yang berwujud kerbau, salah satu dari ketiga tangan bagian kanan memegang ekor hewan kerbau dan menariknya ke atas.

                                     

Sedangkan, salah satu dari ketiga tangan bagian sisi kiri, menarik rambut kearah atas dari gambaran seorang manusia kerdil. Arca tersebut lebih di kenal dengan sebutan Dewi Durga Mahisasuramardini. Terdapat perbedaan dari sejumlah pahatan Arca Durga Mahisasuramardini, khususnya yang di temukan di indonesia. Terdiri dari arca arca lepas maupun arca yang masih menempel pada bilik bangunan di Gedong Songo, candi prambanan, candi merak. Lain halnya dengan bentuk pahatan Arca durga yang berada di Candi Selo Griyo. Arca Tersebut hampir memiliki kesamaa dengan pahatan arca durga di jawa timuran, terkhusus tinggalan Shingasari.

                                   

Secara umum, arca dewi durga memiliki kesamaan dalam penggambarannya. Yaitu, di gambarkan sebagai wanita cantik yang memiliki tangan lebih dari dua dengan membawa senjata. Arti nama durga adalah, tidak bisa di masuki atau terpencil. Sedangkan nama Mahisa Suramardini, memiliki tiga penggabungan kalimat dengan arti sebagai berikut. Mahisa memiliki arti Kerbau, Sura memiliki arti Raksasa, sedangkan Mardini memiliki arti perang. Jika di tarik dalam sedikit cerita, nama Durga Mahisasuramardini adalah sosok dewi yang berperang melawan Asura.

                                    

Asura bersi kukuh tidak mau tunduk kepada durga, hingga menjelma menjadi berbagai macam jelmaan binatang seperti, singa, gajah dan kerbau. Namun usaha tersebut sia sia. Sehingga pada akhirnya, sura dapat di taklukan. Pertempuran Durga dengan Mahisa, juga menjadi lambang perlawanan terhadap perwatakan yang di miliki manusia. Kama ( nafsu ), krodha ( amarah ) dan lobha ( serakah ). Anak kecil dengan karakter penggambaraan di tarik rambutnya menunjukan sebuah perlawanan dari dewi durga terhadap asura. Sedangkan, dewi durga sendiri, berdiri di atas punggung kerbau menunjukan, kekalahan asura. Dalam bangunan candi selo griyo, arca durga berada di bilik luar bangunan candi sisi utara.

                                        

Untuk melanjutkan perjalanan ke sisi barat bangunan candi, kita bisa menjumpai sebuah relung atau bilik luar bangunan, bernaung sosok arca dewa berbentuk antrophomorfik. Arca tersebut menggambarkan sosok manusia berkepala gajah. Dewa Ganesa sebutannya, dalam mitologi hindu, Dewa tersebut merupakan anak dari pasangan dewa siwa dan dewi parwati. Dewa Ganesha memiliki banyak gelar atau sebutan di antaranya, Ganapati atau Wigneswara. Dan di anggap dewa Ilmu dan dewa pengusir mala petaka. 

                                           

Melanjutkan perjalanan ke arah selatan, bilik luar bangunan candi bernaung sosok arca yang menggambarkan Rsi Agastya. Berasal dari india selatan. Dalam keyakinan hindu, Rsi Agastya sangat terkenal atas jasa jasanya. Menurut pustaka purana dan kisah mahabarata, dia lahir di kasi benares sebagai murid penganut aliran siwa yang taat. Arca rsi agastya berada di dalam relung dinding luar bangunan candi yang menghadap ke arah selatan.

Semua jenis arca yang terdapat pada setiap bangunan candi, khususnya bangunan candi selo griyo, memiliki peranan masing masing dalam setiap penggambaran dan mitologinya. Semua itu di jadikan acuan untuk mempelajari khasanah dalam kehidupan. 

Di dalam ruangan bangunan candi ini, memiliki denah ruangan berbentuk bujur sangkar, dengan ukuran kurang lebih 3,5 meter. Luas lantai hampir setara dengan luas ruangan kamar dalam rumah pada umumnya.  Tapi anehnya, di dalam ruangan candi tersebut, tidak menemui keberadaan Lingga dan Yoni. Yaitu, sepasang benda yang di sakralkan, sepasang benda yang di jadikan piranti pemujaan, dan sepasang benda yang di jadikan simbol Tri murti dalam konsep kedewaan Hindu kala itu. Hanya ruangan kosong tanpa penunjuk, yang memberikan keterangan tentang bangunan pemujaan yang di peruntukan untuk keagungan Dewa siapa. Jangan salah, dalam mengartikan atau menjabarkan tentang bangunan candi di indonesia khususnya. Semua konsep bangunan candi, memang di fungsikan sebagai tempat untuk pemujaan. Bahkan, bentuk dari gaya arsitekturnya, bentuk pahatan panel bangunannya, dan karakter seni pahatan arcanya pun juga sama. Karena setiap bangunan candi memiliki fungsi dan peranan masing masing. Kita ambil contoh beberapa fungsi dari bangunan candi, selain untuk pemujaan dewa Siwa. Bangunan candi yang di peruntukan pemujaan dewi Sri, dalam sistem pertanian. Walau pun sama sama bersekte Siwa. Bangunan candi yang di peruntukan sebagai Pendarmaan. Nah, kalimat pendarmaan ini termasuk dalam kategori persemayaman atau lebih umumnya di kenal dengan Pemakaman. Atau, bangunan candi yang di peruntukan menyimpan abu jenazah, sebelum akhirnya di larung ke laut, atau pun ke kali yang alirannya cukup deras.

Nah, sekarang yang menjadi munculnya, sumber pertanyaan adalah

Apakah bangunan candi ini termasuk dalam kategori candi Pendarmaan

Apakah bangunan candi ini, merupakan bangunan candi untuk pemujaan dewi kesuburan dalam sistem pertanian

Oke, Siap

Disini saya akan mencoba mengupas bangunan candi selo griyo, menurut kajian atau sedikit penelitian yang saya lakukan. 

Jika saya pribadi yang mengamati tentang kondisi ruangan bangunan candi ini, sekilas mirip dengan konsep bangunan Candi Bima, di komplek percandian Dieng Banjarnegara. Sama sama tidak memiliki selasar atau kaki candi, sama sama tidak memiliki anak tangga yang lengkap dengan hiasan pipi tangganya, sama sama tidak di ketemukannya piranti lingg yoni dan sama sama tidak memiliki bangunan candi apit dan perwara. Apakah, ruangan candi ini terdapat semacam altar, yang di atasnya terdapat 3 buah lingga, yang di tata secara berjajar. Yang menunjukan sebagai simbol tri murti dari kedewaan hindu kala itu. Yang jelas, bangunan candi ini belum bisa di katakan demikian. Karena, piranti yang sudah dijelaskan di atas, belum ada titik terangnya yang menunjukan sisa sisa komponen altar, maupun bekas penempatan komponen altar. Kalau di komplek percandian Bima, jelas masih kelihatan komponen altar yang memiliki lubang berjumlah 3 buah di bagian penampang atasnya. Di dalam ruangan bangunan candi selo griyo, hanya terdapat relung yang tingginya kurang lebih 1,5 meter. Relung arca tersebut berada di sebelah utara dinding dalam bangunan candi. Apakah benar, relung tersebut merupakan tempat untuk penempatan arca. Kira kira sosok arca siapa yang menempati relung tersebut. Jawabanya adalah iya, relung tersebut merupakan tempat untuk penempatan salah satu sosok Arca. Akan tetapi, sosok arca tersebut belum bisa di ketahui gambarannya, Karena keberadaan arca tersebut belum begitu jelas.

Apakah candi ini termasuk dalam kategori bangunan pendarmaan

Kita boleh berpendapat seperti itu, karena jika kita mengamati bangunan candi tersebut sangat jauh dari pemukiman penduduk. Dan berada di tempat yang terpencil, di bawah naungan jajaran perbukitan. Seolah olah memnerikan makna. bangunan candi tersebut sangat di sakralkan. Dan sangat jarang sekali orang orang kala itu mengunjungi tempat tersebut. Dugaan pribadi saya, kemungkinan besar iya, bangunan candi itu sebagai tempat untuk pendarmaan. Dengan alasan yang sudah tersebut di dalam ulassan ini.

Mungkinkah, bangunan candi ini merujuk pada bangunan candi untuk pemujaan dewi sri, atau dewi kesuburan. Jika memang benar bangunan candi ini di peruntukan kepada Dewi Sri atau dewi kesuburan, seharusnya bangunan candi ini berdiri di atas kontur tanah yang lapang. Misalnya, berdirinya candi di area lahan persawahan, setidaknya lahan produktif yang di olah dan menghasilkan untuk bisa di nikmati oleh si pengolahnya. Contoh bangunan candi yang di maksud, bangunan candi pendem Desa Candi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

Tapi kok tempate memiliki pemandangan yang keren

Walah, walah, walah, neg trimo nuruti kalimat keren, leluhur kita itu panda dalam memilih tempat, untuk berdirinya bangunan candi. Jadi, patokannya bukan itu lek broo lek broo.

Kita akan mengexplore keseluruhan komplek bangunan candi selo griyo ini

Nah, jika kita berjalan ke arah barat laut, kita akan menjumpai pendopo yang sangat sederhana. Pendopo tersebut di fungsikan untuk melindungi beberapa komponen dari bangian bangunan candi selo griyo. Di dalam pendopo terdapat 9 umpak, dengan ukuran yang hampir memiliki kesamaan. Berikutnya adalah peripih, berikutnya lagi terdapat lumpang yang mirip dengan yoni.  Terdapat satu arca yang menurutku kurang faham untuk penokohannya. Jelas arca sosok dewa, akan tetapi belum di ketahui sosok tersebut dewa siapa. Dan di atas lumpang tersebut terdapat 1 buah komponen yang di duga salah satu dari lingga perwujudan tri murti. 

Kosek, kosek, kosek

Yen di duga lingga tri murti, trus yang duanya kemana keberadaannya. Dan, bekas altar atau salah satu komponen altar kok tidak nampak di ruangan candi tersebut.

Trus apa fungsi 9 umpak tersebut

Oke, saya akan mencoba untuk membabarkan fungsi dari pada 12 umpak. Jika saya pribadi melihat pahatan dari ke 9 umpak, panel tersebut berbentuk balok lingkaran. Dan di setiap penampang atasnya terdapat kucian berbentuk lingkaran kecil, yang benar benar di pahat untuk menyambungkan ke salah satu panel yang bakalan terpasang di atasnya. Tiga di antara 12 panel umpak, memiliki kuncian berbentuk lingkaran menonjol ke atas. Tiga dari pahatan umpak, dengan ukuran kecil, beda bentuk pahatanya. Dan sisa dari ke 12 umpak tersebut, terpahat dengan nat yang melingkar mengikuti dia meter umpak tersebut. Kira kira panel apakah yang akan terpasang di atas 12 umpak tersebut. Ke 12 umpak memiliki fungsi sebagai tumpuan panel yang berbahan dasar kayu, untuk ukuran  diameter memiliki kesamaan dengan ukuran diameter penampang umpak bagian atas. Nah, ketemu jawabanya, berarti, umpak tersebut sebagai penyangga material berbahan dasar kayu, yang di fungsikan sebagai soko guru atau tiang penyangga bangunan.

Trus, apa apa hubungannya, bangunan yang berbahan kayu tersebut dengan bangunan candi selo griyo

Fungsinya adalah, tiang tiang tersebut ditata secara memutari bangunan candi, itu pun di luar bangunan candi selo griyo. Setelah di tata secara berputar, komponen tiang di fungsikan sebagai penyangga atap bangunan yang berbentuk limas bujur sangkar, atau bagian atap yang memiliki kesamaan bentuk piramida. Dan atap tersebut berada di atas bangunan candi selo griyo. Fungsi bangunan kedua, jika saya menyebutnya, di fungsikan untuk melindungi bangunan candi itu sendiri. Supaya tidak terjadi korosi pada panel bangunan, atau tidak terjadi pengikisan panel panel bangunan candi. Agar terhindar dari terik dan hujan. Untuk penutup bagian atap bangunan kedua tersebut berbahan ijuk, atau pun daun lontar. Bisa juga sirap yang berbahan kayu yang keras.

Semoga faham dengan sedikit ulasan yang saya babarkan dalam tulisan ini. 

   

Sekarang kita menuju ke arah selatan bangunan candi selo griyo, di luar komplek bangunan candi terdapat sumber mata air yang bersih dan jernih. Terus, apakah ada kaitanya sumber mata air tersebt dengan bangunan candi. Selain komplek bangunan candi, leluhur kita meninggalkan warisannya berupa petirtaan. Petirtaan tersebut berbentuk bangunan dengan penataan dari material batu yang terpahat. Memiliki konsep yang sama, material batu tersebut di pahat dengan bentuk yang sama, namun menunjukan perbedaan di antara kedua bangunan tersebut. Candi dengan karakter bangunannya tersendiri, sedangkan petirtaan memiliki konsep bangunan tersendiri, yaitu dengan konsep sumber kehidupan. Di sisi selatan bangunan candi selo griyo, terdapat sumber mata air yang sangat jernih sekali.

                                      

Sumber mata air tersebut di pilih oleh leluhur kita, sehingga di bangun sedemikian rupa, sebagai tempat atau untuk sarana pengambilan air yang di anggap suci. Dan air suci tersebut di jadikan sarana untuk pemujaan di dalam komplek percandian. Dalam mitologi hindu kuno, sumber mata air merupakan tempat berkumpul atau tempat bermainnya para dewa. Sehingga, leluhur kita memuliakannya dengan membangun sumber mata air tersebut menjadi bangunan petirtaan dengan konsep mirip bangunan candi.

                                       

Petirtaan tersebut dalam kondisi material yang tidak lengkap, material terbagi menjadi dua bahan. Bahan yang pertama, di pahat seperti batuan komponen candi.  Sedangkan untuk material yang berikutnya, berbahan dari material batu alam tanpa di pahat sedemikian rupa. Dugaan sementara, komponen batuan alam tersebut di fungsikan sebagai panel atau komponen bangunan yang aslinya. Karena, jika menurut riwayat, tanah lokasi petirtaan tersebut sudah pernah mengalami longsor. Kemungkinan, panel panel yang aslinya masih tertimbun longsor. Bahkan, panel Jaladwara, yang seharusnya berjumlah 4 buah, kini hanya tersisa 1 buah saja, yang masih terpasang di bangunan petirtaan tersebut. Untuk cerita mitosnya, konon ceritanya air

                                       

Konon ceritanya, barang siapa yang mau mengambil atau memanfaatkan air tesebut dalam segi kebaikan. Kasiatnya dan khususnya bagi penderita penyakit akan sembuh, ketika meminum atau mandi di petirtaan. Khususnya bagi wanita, akan membuat awet muda. Di sarankan untuk pengambilan air petirtaan tersebut harus berketepatan pada bulan muharam atau assuro, mulai dari tanggal 1 sampai tanggal 10 di bulan tersebut.

Wallohu'alam Bissowab



Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA