KITA BAYANGKAN TENTANG KEMEGAHAN CANDI GUNUNG BATUR

 CANDI GUNUNG BATUR, KEMBANG KUNING, WINDUSRI, MAGELANG

Sampai heran di buatnya

Entah, ilmu apa yang di miliki oleh leluhur kita, membuat bangunan candi yang begitu sangat megah, seolah olah dengan mudahnya, leluhur kita mengerjakannya dengan teliti dan hasilnya menjadi apik. Padahal, jika kita amati secara seksama, dalam logika dan analisa kita masing masing, pasti akan menumbuhkan semacam pemikiran yang sama. Jika kita membayangkan jauh ke belakang, kala itu, leluhur kita membangun bangunan candi menggunakan material batu yang sangat keras. Di ambil, dan di kumpulkan dari berbagai tempat dan berbagai daerah. Sehingga, material batu tersebut di bentuk, di susun, lalu di pahat dengan hiasan hiasan. Seolah olah pahatan itu, nampak seperti hidup.

                                          

Lebih istimewanya lagi, pahatan pahatan tersebut memiliki pesan moral yang di tinggalkan untuk kita. Pesan moral untuk mempelajari kasanah dalam kehidupan, untuk selalu berbuat baik kepada setiap manusia, untuk selalu mengingat kepada yang maha kuasa dan untuk selalu mengingat setiap ajaran ajaran yang sudah di tuntunkan oleh pemuka kita. Menghormati keputusan alam, dan menghormati keputusan yang sudah di gariskan di dalam dunia. Pada intinya, kita di ajari hidup di alam dunia ini, penuh dengan rasa kasih sayang terhadap sesama. Lepas dari pemikiran tentang ukiran yang istimewa itu. Leluhur kita, membangun bangunan candi tidak hanya pada tempat tempat yang datar atau rata saja. Bahkan, pembangunan tersebut di laksanakan atau dilakukan di atas perbukitan, bahkan di puncak gunung sekali pun. Nah, disinilah, kita mulai berfikir tentang bagai mana memecahkan teka teki tersebut. Mari kita fikirkan dan mari bersama sama kita renungkan.

                                          

Nih, satu contoh jejak leluhur kita yang berada di atas perbukitan

Selain bangunan candi selo griyo, jejak leluhur bisa di buktikan keberadaannya di antara dataran tinggi, dengan kontur tanah yang berbukit. Dan masih di antara jajaran perbukitan Giyanti, Bukit Condong, dan Bukit Malang. Oleh masyarakat sekitar, bukit itu sering di sebut dengan toponimi Gunung Batur. Di mana keberadaan jejak leluhur, berupa bangunan candi itu bisa di ketemukan. Jika kita merasakan dari sisi perjalanannya saja, lalu kita bandingakan. Masa itu yang dahulu dengan masa sekarang. Secara alamiah, kontur tanah pun tetap mengalami perubahan. Jika hari ini kita mengeluh saat perjalanan menanjak, mengeluh kesah saat membawa beban badan saja, bagai mana dengan masa lalu yang di lakukan oleh leluhur kita, dengan membawa beban yang sangat berat. Dengan medan jalanya, mungkin juga lebih sulit dari sekarang. Dengan kenyataannya, leluhur kita bisa menghadirkan semua pemikir, dan semua pekerja yang di pilih, untuk melaksanankan misi pembangunan tempat yang di anggap sakral dan suci, untuk memuliakan dewa yang di agungkan. Di dataran tinggi gunung ini, leluhur kita bersatu, bekerja sama untuk mengerjakan tugas dan peranannya masing masing.

                                    

Dari sini, saya pribadi akan mengupas tentang jejak leluhur, yang berupa reruntuhan bangunan pemujaan kuno atau candi. Ya, terkenal dengan sebutan candi Gunung Batur, seperti yang saya sebutka di awal tadi. Candi gunung batur ini terletak di perbukitan, lebih tepatnya berada di lereng bukit giyanti, desa Kembangkuning, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Lokasi keberadaan reruntuhan bangunan candi ini berada di tengah hutan dan jauh dari pemukiman warga. Jika di tempuh dengan jalan kaki, estimasi perjalanan sampai setengah jam. Di samping medannnya yang licin, jalan yang kita lalui hanya setapak saja. tidak bisa di tempuh dengan kendaraan kecuali, ketika musim panas. Dan kendaraan itu pun harus dalam keadaan baik segala sesuatunya. Jalan yang menanjak itu memiliki kemiringan 45 derajad. Jadi, kalau benar benar tidak mahir, akan susah melaluinya. Karena harus berani uji adrenalyn juga. 

Reruntuhan bangunan candi ini, memiliki dua pintu yang menghadap ke arah barat dan timur

Kok bisa tau, kalau bangunan candi tersebut menghadap ke arah barat dan timur

Saya akan menjelaskan tentang kenapa kok bisa tau tentang arah hadap bangunan candi tersebut.  Dalam konstruksi bangunan candi terdapat 3 bagian terpenting yang menggambarkan tentang perjalanan spiritual manusia kepada tuhan atau dewa yang di pujanya kala itu. Ke tiga tiganya di bangun secara terstruktural mulai dari bawah ke atas, atau mulai dari kaki candi sampai ke bagian paling puncak. Nah, bagian paling puncak ini lah, yang benar benar di anggap sakral. Tiga tahap yang terstruktural dalam pembangunan candi mulai dari kaki candi, yang di sebut dengan Bhurloka, Badan Candi, yang di sebut dengan Bhuvarloka, dan Atap Candi yang di sebut dengan Svarloka. Bhurloka memiliki arti, dunia bawah, yang di maksud dunia bawah buka alam kubur atau alam barzah. Yang di maksud dunia bawah ini adalah, dunia yang di penuhi dengan kehidupan masnusia, di mana manusia memiliki sifat dengan ke angkuhan dan sifat dengan keegoisannya.

                                       

Sedangkan untuk Bhuvarloka, memiliki arti dengan konsep dunia yang di sucikan. Pengertian Dunia yang di sucikan adalah perjalanan awal spiritual tiap manusia, yang ingin memberi tahukan titik lemah yang di miliki oleh dirinya. Menghayati, bahwa tindakan serta perbuatan yang sudah berlalu itu menimbulkan penyesalan. Dan menyadari bahwasannya, manusia itu rendah, kecil dan tiada daya. Sehingga, untuk menebus segala perbuatannya, manusia mulai mendekatkan diri kepada desa dan berserah diri untuk melakukan perihal kebaikan. Meninggalkan keduniawian dan belajar menuntut ilmu keagamaan sebagai Brahmana.

Sedangkan bagian atap, yang di sebut dengan Svarloka, merupakan konsep bangunan tertinggi, yang di artikan sebagai tempat hunian para Dewa.

Nah, dari penjabaran di atas, akan mendapatkan jawaban, yang mungkin bisa di jadikan suber pertanyaan tentang hadap arah bangunan candi. Pada bagian Bhurloka, atau kaki candi. Biasanya terdapat panel yang di sebut dengan makara. Nah, panel makara tersebut biasanya di pahat untuk mempercantik pipi tangga, yang mengapit beberapa anak tangga yang menuju ke ruangan bangunan candi. Sedangkan, panel panel makara berada di bagian bangunan candi sisi timur dan sisi barat.

Mari kita amati secara seksama, dan di jadikan pertimbangan berfikir secara bersama

Jika pengamatan saya pribadi, bangunan candi gunung batur belum selesai di garap. Terlihat dari kurangnya material, jika harus melengkapi bangunan sebesar dan semegah itu. Kita amati secara kebersamaan, jika kita melihat panel makara sebesar itu, dan tanah untuk berdirinya bangunan candi seluas itu, pasti bayangan kita akan mengarah tentang kebesaran dan kemegahannya. Sekarang kita perhitungkan, jarak antara makara yang berada di sisi timur dengan makara yang berada di sisi barat sangat panjang, kurang dan lebihnya 20 meteran. Hanya terlihat struktur bagian selasar saja, dan belum menunjukan struktur bangunan bagian tubuh dan atapnya. Dugaan sementara, mungkin banguna candi tersebut, jika sudah selesai memiliki dua ruangan tempat bernaung arca. Hampir mirip konstruksi bangunan candi Prambanan, yang memiliki 4 pintu, yang menghadap ke 4 penjuru arah mata angin yang berbeda, timur, selatan, barat, dan utara. Memiliki 4 ruangan, dengan 4 buah arca yang bernaung di dalamnya. Beda sedikit dengan bangunan candi Gunung Batur yang memiliki 2 pintu yang menghadap ke penjuru arah mata angin timur, barat, dan 2 ruangan saja.

                                     

Terus, kira kira sosok penggambaran dewa siapa yang terpahat di dalam bangunan candi, jika bangunan candi itu sudah terselesaikan

Tentang siapa sosok arca yang akan bernaung di dalam bangunan candi tersebut, jika sudah terselesaikan, sementara ini belum dapat di ketahui. Dugaan sementara sosok arca Dewa Siwa, menghadap ke arah timur, dan arca nandi yang menghadap ke arah barat.

Kenapa bukan sosok dewi parwati atau durga, yang bernaung di dalam bangunan candi tersebut, untuk mendampingi dewa siwa.

Menurut saya beda konsepnya, kebanyakan arca dewi durga berada di relung kulit luar bangunan candi. Dengan konsep yang sudah ada, kebanyakan bangunan candi dengan konstruksi demikian, seringnya berdampingan dengan arca nandi.

Nah, disinilah pentingnya kita mempelajari warisan budaya leluhur kita

























Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA