JEJAK SEJARAH DAN CERITA RAKYAT, SENDANG PENYANGKLINGAN
DUSUN KARANGJOHO
|
Icon Desa Karangjoho, Tokoh Pewayangan Semar |
Jika kita mendengar nama Gunung dengan Sebutan Kendalisodo, apa yang pertama kali di fikirkan. Sudah barang tentu tentang cerita rakyatnya bukan. Nama gunung kendalisodo sudah melegenda dan melekat erat dalam hati masyarakat luas. Sehingga, cerita tersebut di jadikan tonggak sejarah suatu wilayah. Gunung kendalisodo di sebutkan dalam narasi yang disusun lewat cerita, lebih terkenal dengan legenda Baruklinting. Yaitu, sosok Ular Naga titisan Dewa yang ingin menjadi manusia seutuhnya. Untuk menghilangkan kutukan yang melekat pada dirinya. Sehingga mendapatkan wisik dari Sang Hyang Widi, untuk melakukan pertapaan dengan cara melilit Gunung Telomoyo. Baru klinting terlahir dari perut seorang Ibu yang bernama Endang Sawitri, adalah Istri seorang tokoh perangkat Desa, yang menjabat sebagai Lurah yang bernama Ki Selo Gondang. Dalam legenda di ceritakan bahwa, ki Selo Gondang dan Endang Sawitri merupakan pasangan tokoh perangkat desa, yang memiliki sifat adil, Arif dan bijaksana. Singkat cerita, terjadinya Gunung Kendalisodo akibat suatu tindakan yang di lakukan oleh Baru klinting. Saat melemparkan kerikil yang menancap dari sodo, sehingga kerikil itu melesat jauh ke sisi utara Desa Pening. Dan mendarat tepat di Desa Glodogan. Dengan berangsurnya waktu, lama kelamaan kerikil tersebut tertutup tanah sedikit demi sedikit akhirnya menjadi perbukitan. Gundukan tanah yang tinggi itu menjadi Gunung, dan di beri nama Gunung Kendalisodo. Nah, jika kita tarik kesimpulan, sebenarnya legenda atau cerita rakyat tersebut memiliki pesan moral bagi kehidupan bermasyarakat.
|
Sendang Cupumanik Astagina |
Selain lekat ceritanya dengan Baruklinting, Gunung Kendalisodo juga memiliki kisah cerita yang di perankan oleh dua tokoh dalam pewayangan. Antara Hanuman beserta Ibunya yang bernama Putri Anjani. Kedua tkoh tersebut mempunyai tugas dari peranan masing masing. Sang Hanuman memiliki tugas dari sang Rama, untuk bertapa dan mengawasi Rahwana dari Puncak Gunung Kendalisodo. Rahwana adalah sosok raksasa bermuka 10 dan memiliki nama lain dengan sebutan Dasa Muka. Dasa Muka atau Rahwana adalah sosok Raksasha yang di kalahkan oleh Hanuman saat bertarung di antara keduanya. Kekalahan berpihak pada Rahwana, akibat dari kekalahan itu, akhirnya Rahwana dikubur oleh Hanuman di bawah Gunung Ungaran. Konon ceritanya Rahwana memiliki ajian Rawarontek, yaitu ilmu yang tidak bisa mati ketika jasadnya menyentuh tanah, dan akan hidup kembali.
|
Sendang Cupumanik Astagina |
Sedangkan Puteri Anjani, ibu dari hanuman mempunyai tugas khusus dari Sang Hyang Widi. Yaitu, mengawasi Hanuman saat bertapa. Pengawasan tersebut di lakukan dari tempat yang, keberadaanya di lereng sebelah utara Gunung Kendalisodo, masuk dalam wilayah Dusun Karangjoho, Desa Samban, Kecamatan Bawen. Merupakan sebuah tempat berupa gundugkan batu karang yang memiliki sendang. Sendang tersebut mengeluarkan sumber mata air panas, yang muncul dari dalam perut bumi. Oleh warga setempat, sendang itu mendapatkan nama dengan sebutan, Sendang Cupumanik Astagina.
Sendang tersebut di kelola oleh warga sekitar, dan di jadikan wisata Religi. Wisatawan yang berkunjung ke sendang tersebut bukan dari wilayah sekitaran Bawen mau pun Ambarawa saja, melainkan dari berbagai wilayah seperti surakarta, jogja, karanganyar dan dari wilayah Jawa Timuran. Walau pun hanya sekedar reefresing, namun banyak yang melakukan lelaku sepiritual di sendang tersebut. Bukan dari kalangan tertentu saja, melainkan dari berbagai kalangan.
Dan itu sangat keren sekali
|
Sendang Cupumanik Astagina |
Kenapa demikian
Karena dengan obyek yang di kelola, warga sekitar juga ikut merasakan hasilnya. Yaitu, dengan tumbuhnya atau terciptanya perekonomian kecil, yang mendongkrak kesejahteraan Masyarakatnya.
Ada yang lebih keren lagi Dab
Yaitu, sistem pertanian yang berkembang, dan hasil yang memuaskan untuk menyetarakan kesejahteraan rakyat.
|
Unfinis Yoni
Selain ceita rakyat yang melegenda, Dusun Karangjoho ternyata masih menyimpan beberapa situs tinggalan mataram hindu. Kalau saya menyebutnya Unfinis Yoni dan Batu Lumpang. Kedua benda cagar budaya tersebut memiliki perbedaan dengan bentuk dan fungsinya. Berbeda pula dari segi penempatannya. Warga sekitar menyebutnya watu pasujudan, untuk bahasa arkeologinya adalah unfinis yoni. Suatu benda yang di sakralkan pada masa itu, alat atau piranti yang di pergunakan untuk sarana pemujaan untuk Hindu Siwa. Jika sudah jadi dengan sempurna, yoni memiliki pasangan berupa lingga yang berdiri tegak di bagian sumbu tengah yoni. Lingga yoni merupakan simbul dari tri murti, yaitu tiga dewa dalam keyakinan Hindu Kuno di antaranya Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Keberadaan lingga yoni biasanya terdapat pada bangunan candi induk. Jangan jangan, Dusun karangjoho pernah berdiri bangunan candi, karena terdapat unfinis yoni walau pun belum jadi
Mungkin juga iya, mungkin juga tidak
Unfinis Yoni Karangjoho
Di samping keberadaan Lingga yoni yang terdapat di dalam bangunan candi induk, lingga yoni juga bisa kita jumpai pada bangunan petirtaan mau pun sendang. Yang intinya, lingga yoni sering kali kita jumpai pada sumber sumber mata air. Jadi konteksnya, tidak semua mata air harus terdapat lingga yoni, melainkan sumber mata air yang benar benar di pilih untuk keberadaan lingga yoni. Bisa juga, lingga yoni terdapat pada bagian bidang pertanian, karena faktor dari kesuburan tanah tersebut. Jadi tidak heran ketika melihat pertanian yang subur, sering kali di jumpai benda arkeologi berupa lingga dan yoni, kadang juga batu lumpang. Karena dalam mitologi hindu kkuno, kedua pasangan benda tersebut merupakan simbul untuk kesuburan. Loh, ada kaitan apa dengan batu lumpang
Unfinis Yoni Karangjoho
Nanti kita bahas di belakangan
Terdapat pada bagian kontur tanah yang subur, tepatnya di lahan produktif milik warga sekitar. Unfinis yoni memiliki ukuran yang sangat besar. Jika kita melihat dari ukuran skalanya
Penapang yoni bagian atas sampai ke bagian ujung cerat memiliki ukuran panjang 120 cm Untuk tingginya, memiliki ukuran 86 cm Lebar penampang atas memiliki ukuran 68 cm
| Unfinis Yoni
|
Pahatan yoni terlihat masih sangat kasar, sedangkan untuk hiasan pelipit pun belum terbentuk secara detail. Sedangkan bagian cerat yoni menghadap ke arah barat laut, bukan menghadap ke utara maupun ke selatan. Menandakan bahwa, yoni tersebut masih dalam tahap pemahatan. Material yang di pergunakan untuk bahan adalah jenis batu andesit, yang memiliki kadar kekerasan material tersebut sangat baik. Di sekitaran unfinis yoni tersebut, banyak sekali di temukan material batu andesit yang belum terbentuk, dalam arti masih berbentuk bongkahan yang tidak teratur. Dugaan sementara, kemungkinan lokasi tersebut hanya bengkel saja atau tempat untuk memahat saja. Jika sudah selesai, yoni tersebut akan di pindahkan ke tempat lain, dan bukan di tempat yang sekarang ini.
Pahatan Telapak Kaki, Beada di komplek Makam Pangeran Kajoran
Makam Pangeran Kajoran, Karangjoho
Mungkin jika mau menelusuri lagi, tentang atau di mana keberadaan jejak peradaban kuno di dusun khususnya, di desa untuk tingkatan umumnya, masih bisa di ketemukan lagi benda benda arkeologi lainnya. Di sini juga terdapat makam sosok tokoh pada masa kejayaan Mataram Islam Amangkurat. Makam tersebut merupakan makam seorang tokoh yang bernama Pangeran Kajoran. Makam Tokoh tersebut di tuakan atau di pundenkan oleh warga sekitar Selain Unfinis Yoni, Dusun Karangjoho masih meliki satu benda arkeologi lagi berupa Batu lumpang.
Nah, apa sih peranan batu lumpang tersebut
Mari kita bahas dengan hasil kajian saya pribadi
Batu Lumpang Karangjoho
Untuk pendapat yang Pertama
Watu Lumpang Merupakan penanda suatu wilayah yang di sebut dengan " Krajan ".
Di mana terdapat sebuah desa atau tempat yang berkaitan dengan nama Krajan sebagai toponiminya. Sudah bisa di pastikan, lokasi tersebut terdapat situs cagar budaya, minimal watu lumpang dan situs lainya, mungkinan keberadaan sisa bangunan Candi maupun jenis arca Nandi dan Yoni, sebutan luasnya watu lesung atau watu kenteng.
Pendapat Ke dua:
Batu Lumpang Karangjoho
Watu Lumpang sengaja di buat sebagai alat, untuk mempermudah suatu pekerjaan. Sebagai contoh, untuk menumbuk hasil pertanian mau pun untuk alat pengolahan obat obatan herbal di masa itu.
Pendapat Ketiga :
Batu Lumpang Karangjoho
Watu lumpang di ciptakan sebagai piranti atau sarana pemujaan dewi kesuburan atau Dewi Sri atau Dewi Padi. Pemujaan tersebut di lakukan dengan cara mengikut sertakan lapisan masyarakat untuk melakukan acara sakral tersebut. Pemujaan kepada dewi Sri pun, dilakukan di tengah tengah tanah yang luas dan lapang, tentunya dengan bacaan bacaan mantera dan doa yang di harapkan.
Dengan adanya ritual semacam itu, terciptalah tradisi " Wiwitan ( bahasa jawa ) atau awalan ". Tradisi tersebut masih terlaksana hingga sampai sekarang. Acara seperti itu masih diadakan khususnya daerah pulau Jawa dan Bali. Wiwitan adalah, upacara adat Budaya yang di lakukan untuk mengawali atau memulainya masa panen. Kebanyakan acara acara adat tersebut dilaksanakan saat mulai panen.
Dengan adanya tradisi semacam itu, leluhur Nusantara mewariskan budaya ke generasi berikutnya. Walaupun beda cara berdoa, namun sikap pelaksanaan tetap sama walaupun beda tipis.
Jangan memiliki persepsi yang negatif. Karena, kita mempunyai konsep masing masing dalam melaksanakan atau melakukan ucapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pendapat Ke Empat
Batu Lumpang Karangjoho
Watu Lumpang memiliki pasangan yaitu sebatang Alu ( jawa ) Yang terbuat dari batu Juga. Antara watu lumpang dan alu, Merupakan benda yang di gunakan sebagai sarana untuk pemujaan. Pendapat ini memang agak masuk akal jika menurut saya. Alu dan watu lumpang, Merupakan gambaran atau bentuk lingga dan yoni yang belum sempurna.
Setiap masa, Perkembangan pemikiran manusia selalu mengalami perubahan dengan ide kreatifnya, untuk membuat suatu gagasan yang masuk logika.
Kalau jaman sekarang, Lingga Yoni Reborn
Batu Lumpang Karangjoho
Secara keseluruhan pendapat di atas, bagiku masuk di akal semua. Untuk mencari kebenaran tentang fungsi watu lumpang sangat sulit. Karena, Belum pernah di ketahui atau di temui sebait prasasti yang menjelaskan tentang kegunaan watu lumpang tersebut.
Biarkan manusia berpendapat tentang logika dan nalar yang di gunakannya, Kembalikan pada pendapat yang terakhir. Bahwa, informasi yang memuat tentang kegunaan watu lumpang sangat minim dan belum di ketahui sumbernya yang jelas.
Dan Uniknya, batu lumpang tersebut memiliki bentuk tidak pada umumnya, bagian penampang luar masih utuh seperti aslinya, dalam arti, memiliki bentuk yang tidak beraturan. Untuk ukuran kedalaman lubang tengah batu lumpang 25 cm, Ukuran diameter cekungan batu lumpang 30 cm, Tinggi batu lumpang 100 cm dari permukaan tanah, Untuk panjang penampang atas 150 cm. Keberadaan batu lumpang tersebut berada di ujung komplek makam umum, tepatnya di sisi utara makam. Mungkinkah lokasi tersebut, sebelum menjadi pemakaman umum, merupakan tempat yang lapang untuk mengawali ritual wiwitan.
Tugas saya sebagai penulis atau perangkai sebuah kalimat, hanya berbagi sedikit pengetahuan yang saya pelajari saja.
Selanjutnya terserah mereka mereka yang akan menanggapi hal ini.
Salam Jejak Nusantara Kunjungi Lindungi Lestarikan
|
Komentar
Posting Komentar