MAKAM CIKAL BAKAL DESA SEKARAN, GUNUGPATI

 MAKAM KYAI SEKAR TANJUNG DAN NYAI SEKARTANJUNG.

Makam Kyai Sekar Tanjung dan  Nyai Sekar Tanjung

Malam itu, saya mendapatkan kabar dari salah satu teman komunitas sejarah. Beliau menginformasikan tentang makam yang dituakan, di salah satu wilayah. Secara kebetulan, teman tersebut memiliki kegiatan yang bermanfaat baginya, beliau suka mengunjungi makam makam yang di keramatkan. Seperti makam kasepuhan tokoh ulama dan tokoh pejabat pemerintahan pada masa kerajaan Islam di Jawa. Kegiatan yang beliau lakukan adalah, berwisata religi atau berziarah, untuk tawasul atau wasilah membacakan tahlil kemakam yang di kunjunginya. Beliau mmemberikan informasi bahwa, di suatu wilayah terdapat komplek makam yang di tuakan. Yang berada di Desa Sekaran, Gunungpati. Tepatnya berada di belakang Universitas Negeri Semarang atau UNNES. Komplek makam tersebut, bersandingan dengan Fakultas Hukum, berada di sisi selatan luar pagar Fakultas. Hanya berbatasan dengan beteng beton dan jalan kampung yang memisahkan di antara obyek keduanya.


Makam Kyai Sekar Tanjung dan  Nyai Sekar Tanjung

Perencanaan blusukan untuk mengunjungi makam, sudah saya tentukan bersamaan dengan informasi yang saya terima. Sehingga, ketika pagi menjelang, rencana itu tinggal di jalankan saja. Sudah menjadi hal yang biasa, ketika musim penghujan telah sampai pada waktunya. Mengawali Perjalanan di sambut dengan ceria, tidak serta merta menyalahkan hujan yang lumayan agak lebat. Tetap bersyukur atas Nikmat yang di berikan, dari Yang Maha Kuasa kepada kita dan semesta Alam. Bukan pula suatu kendala, yang dengan mudahnya menyurutkan niat awal untuk mencapai tujuan. Atas IjinNya, bakalan lancar saat proses, atas ijin warga pula, semua akan berkah dengan manfaatnya.

Tidak akan bercerita panjang kali lebar, langsung saja pada inti atau pokok pokok bahasan. Memang benar kabar yang saya terima, dari salah teman komunitas sejarah. Setelah sampai pada komplek makam yang di maksud, komplek makam yang kita tuju, walaupun ada sedikit kendala, yaitu kesasar. Namun, pada akhirnya saya sampai juga, walaupun Awal masuk ke komplek makam timbul rasa kebingungan. Makam yang kita maksud, ternyata ada di sisi selatan sudut komplek makam. Menjadi satu dalam sebuah bangunan, tempat untuk menaruh perlengkapan pemakaman. Tapi, Al-hamdulillah, sebelum menuju ke makam tersebut, saya di berikan tambahan obyek yang harus di kaji. Beberapa deretan nisana sepuh langgam Pantura periode tahun 1830 an. Berbentuk Gadha, dengan pahatan hampir menyerupai Mahkota Raja, jika saya menyebutnya. Dan sayangnya, beberapa nisan dari tokoh tokoh terpenting pada masa itu sudah di ganti, di bangun menggunakan material pasir yang di campur dengan bahan perekat material bangunan.

Nisan Langgam Pantura, Periode 1830

Di antara langgam pantura periode 1830, hanya beberapa yang dapat terlihat oleh pandangan. Yang lainnya, sudah di bangun secara permanen.
Ada beberapa nisan dengan pahatan yang sama, sama sama memiliki pahatan Gadha, sama sama memiliki ukiran bergambar mahkota raja, akan tetapi, periode masa yang membedakan. Pahatan Pantura periode 1900an. Bentuk nisan tersebut bisa di bedakan dari besar dan kecilnya obyek yang di maksud. Pahatan nisan langga pantura, periode 1830an, cenderung memiliki ukuran yang besar, jarak antara nisan satu dengan nisan yang satunya lagi agak berjauhan, kisaran 1,5 meter. Tergantung dengan tinggi derajatnya tokoh yang di makamkan. Jika tokoh yang di makamkan tidak begitu di kenal, di kalangan pejabat kala itu. Maka, jarak nisan satu dengan nisan yang satunya tetap standar, sebagai mana jarak nisan pada umumnya.

Nisan gadha periode 1900an, jarak nisan satu dengan nisan yang satunya, sama dengan penempatan nisan nisan pada umumnya. Sebagai pembeda kedua nisan tersebut, setiap karya mempunyai perbedaan masing masing dengan hasilnya.

Tentang kontur tanah pemakaman bagai mana dan adab penempatan bangunan makam kala itu 

Jika pribadi saya mengamati, kontur tanah yang di jadikan komplek makam, hampir menyerupai gumug atau perbukitan yang tidak terlalu tinggi. Komplek makam tersebut terlihat datar di karenakan, banyaknya sisa galian tanah, yang secara keseluruhan tidak memungkinkan semua masuk sebagai tanah urug, saat menguburkan orang yang baru meninggal. Sudah di pastikan, hal demikian tidak mungkin terjadi hanya sekali atau dua kali saja.


Nisan Sepuh Nyai Sekar Tanjung

Konsep Penempatan makam sepuh Kyai Sekar Tanjung dengan Nyai Sekar Tanjung, mungkin lebih dulu penempatannya. Sehingga, makam keduanya terdapat pada kontur tanah yang paling tinggi. Baru di buatkan tempat untuk pemakaman generasi yang berikutnya. Jika di gambarkan tentang adab penataan makam. Teras pertama dari atas, penempatan makam yang paling di tuakan, menurut tingkatan usia, tingkatan ilmu, dan tingkatan derajatnya. Teras kedua dari atas, mengikuti periode masa sesudahnya. Teras ke tiga dari atas, mengikuti penempatan pemakaman periode masa berikutnya. Sampai pada akhirnya teras terakhir, di pergunakan untuk tempat pemakaman berikutnya sampai sekarang. Jika mengingat filsafah jawa mengatakan, Orang yang di makamkan di dataran tinggi, entah itu di atas gunung, di atas bukit, di atas gumug, filsafah tersebut memiliki arti tersendiri. Bahwa, orang atau tokoh yang di makamkan di tempat tempat yang demikian, walaupun dalam keadaan wafat, beliau selalu menginginkan dekat dengan tuhan penciptanya.

Nisan Seuh Kyai Sekar Tanjung

Sama seperti dua tokoh yang memiliki peranan yag sangat penting disalah satu wilayah. Kedua tokoh sering di sebut dengan sebutan, Kyai Sekar Tanjung dan Nyai Sekar Tanjung. Beliau berdua memiliki peranan penting dalam sistem pemerintahan kala itu. Beliau berdua, juga sering di sebut sebagai tokoh yang pertama kali membuka salah satu wilayah, hingga tumbuhnya peradaban baru, hingga ramai sampai sekarang ini. Wilayah tersebut memiliki toponimi yang disebut dengan " Sekaran ". Menurut cerita, kedua tokoh tersebut berasal dari Keraton Mataram, dan tidak di sebutkan antara Mataram Jogja atau Mataram Surakarta. Hanya menyebut satu nama wilayah saja. 

Jika di runtut dari pahatan Nisannya, informasi yang saya terima memang benar. Beliau berdua merupakan Pejabat dari Kerajaan Mataram Islam awal pada abad ke 16 pertengahan.

Jadi, cerita tentang asal usul Pepunden Desa Sekaran memang benar faktanya.

Kenapa demikian ... ???

Karena, dari penuturan alur cerita dan bukti tinggalan bersejarah, walaupun dua pasang batu nisan, kedua keterangan tersebut sudah pas dan singkron.

Dari kedua Pahatan batu nisan tersebut, ada satu hal yang mengagumkan. Batu nisan yang menggambarkan jenis kelamin perempuan, terdapat pahatan berupa simbul Purnama Sidi, pada bagian permukaan nisannya.

Simbul tersebut menggabarkan bahwa, beliau sosok Alim Ulama' yang memiliki jabatan dalam sistem tata Pemerintahan di Kerajaan Mataram Islam. Sangat bangga ketika suatu wilayah di naungi seorang ulama sekelas Wali Songo, Sebagai pepundennya. Dan terlebih mengagumkan lagi, bahwa nisan tersebut memiliki langgam Cirebon.

Mungkin timbul suatu pertanyaa 

Loh kok langgam Cirebon, apa kaitanya langgam cirebon dengan Kerajaan Mataram Islam

Begini

Kerajaan mataram islam, selalu menerima berbagai etnis mau pun suku, bahkan mau menerima kedatangan bangsa Arab, bangsa China, dan Bangsa India. Yang mau menjalin hubungan lewat perdagangan. Menjalin hubungan untuk memperkuat Sistem pertahanan Militer, dan sisitem ketata Negaraan. Bahkan, Kerajaan mataram islam juga memberi peluang, dari etnis apa saja yang memiliki kemampuan dalam bidang yang di kuasainya. Jika bermanfaat untuk kerajaan, pasti akan di rekrut menurut kemampuannya masing masing.

Banyak kalangan dari luar, termasuk Cirebon, yang mengabdi pada Kerajaan Mataram Islam. Dan rata rata, beliau yang mengabdi memiliki catatan sejarahnya yang sangat Istimewa. Sama halnya dengan Nyai Sekar Tanjung. Beliau dari Cirebon, Beliau juga menguasai ilmu tasyawuf, tentang Ilmu Agama, dan menguasai Ilmu di bidang sistem Pemrintahan.

Jadi, tidak ada salahnya, dan itu syah saja, ketika beliau mengabdikan dirinya ke Kerajaan Mataram Islam.

Dan ketika beliau Wafat, Dari Fihak pemerintahan Kerajaan Islam, tetap mengabadikan Asal Usul atau identitas beliau. Dan itu pun selalu di munculkan lewat pahatan batu nisannya.

Seperti itulah yang sebenarnya terjadi pada adab pemakaman pada zaman kerajaan islam di jawa. Supaya kita di beri kemudahan untuk mengetahui latar belakang tokoh penting tersebut.

Mungkin ada pertanyaan lagi tentang makam sepuh yang sudah di bangun, dan merubah semua dari konstruksi makamnya. Apakah masih bisa di kenali dan di pelajari asal usulnya 

Soal pemugaran makam itu syah syah saja, kebanyakan orang yang memugar makam tersebut memiliki niat yang sangat baik. Dengan kata lain, mungkin dengan cara seperti itulah, mereka memuliakan makam makam tokoh sekelas Alim Ulama' mau pun Pejabat Pemerintahan kala itu.

Jika menurut saya pribadi, ketentuan seperti itu justru akan merusak dari sifat bangunan aslinya. Nah, dari pemugaran itulah, kita kehilangan jejak dan susah untuk mempelajari asal usul tokoh yang di makamkan.

Bukan sejarah atau sepak terjang tokoh tersebut. Saya perjelas, Hanya asal usulnya saja. Bukan sejarah tokoh yang di makamkan. Terkecuali sudah ada catatan riwayat, lewat kajian ilmiahnya
 
Wallohu'alam Bissowab    



Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI