JEJAK MATARAM KUNO DI DESA GEDANGANAK, UNGARAN
JEJAK ARKEOLOGI HINDU KUNO, DESA GEDANGANAK
Gedanganak merupakan sebuah kelurahan di Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kelurahan Gedanganak yang asli memiliki Dusun berjumlah lima wilayah. Di antaranya, Dusun Gedanganak Krajan, dusun Watububan, watububan sudah mengalami perubahan dari penyebutan nama wilayah. Peta terbitan belanda tahun 1909, sebelum berganti nama menjadi watububan, dusun tersebut memiliki nama dengan sebutan watubulan. Selanjutnya Dusun Pundungputih, Dusun Mijen, Dusun Jatisari. Kelima dusun tersebut cukup maju di bidang pertaniannya, dan berakhir pada tahun 1982 sapai sekarang. Setelah banyaknya perindustrian yang masuk dan berdiri di Desa gedanganak.
Kehidupan lapisan masyarakat gedanganak berubah secara berkala, kebanyakan yang memiliki keahlian di bidang pertanian, memiliki tenaga yang kuat, beralih profesi untuk mrmilih menjadi karyawan industri. Alasannya karena, tiap minggu dan bulan, ada kepastian untuk menerima hasil atau upah yang di janjikan.
Tidak lepas dari perihal perindustrian saja, perekonomian yang menunjang kesejahteraan karyawan, mampu menarik orang dari luar wilayah. Untuk mengadu nasib disalah satu industri yang berdiri di gedanganak. Sehingga, para pendatang bisa di bilang melebihi dari penduduk aslinya. Yang artinya, lebih banyak warga pendatang jika di banding dengan warga pribumi asli.
Flash Back atau kilas balik dari peradaban masa lalu, atau masa hindu kuno. Sebelum desa gedanganak seramai sekarang ini, ternyata desa gedanganak sudah menjadi pusat keramaian masa itu. Bahkan saya yakin, munculnya suatu peradaban kala itu, sehingga memicu pertumbuhan pertanian di desa tersebut. Dan itu pun, tidak mungkin tidak. Leluhur gedanganak kala itu, pastinya sudah mempunyai pemikiran ide dan gagasan yang cemerlang, untuk memajukan peradaban dan membangun sistem pertaniannya. Jadi, sistem pertanian kala itu,secara otomatis terwariskan kepada generasi generasi berikutnya.
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES Watu Lumpang merupakan salah satu benda yang istimewa, Yang memang harus di Rawat dan di lestarikan. Karena, Menurut saya pribadi, watu lumpang merupakan salah satu jenis benda cagar budaya warisan dari leluhur nusantara. Yang dulu pernah di sucikan untuk kegunaan yang semestinya. Tonggak sejarah desa, Watu Lumpang juga bisa di jadikan penanda munculnya peradaban pada masa itu. Banyak pendapat yang mengutarakan, tentang kegunaan atau fungsi dari pada watu lumpang tersebut. Pendapat Pertama Watu Lumpang Merupakan salah satu penanda suatu wilayah yang di sebut dengan " Krajan ". Di mana terdapat sebuah desa atau tempat yang berkaitan dengan nama Krajan sebagai toponiminya. Sudah bisa pastikan, lokasi tersebut terdapat situs cagar budaya, minimal watu lumpang dan situs lainya, kemungkin keberadaan sisa bangunan Candi maupun jenis arca Nandi dan Yoni, sebutan luasnya watu lesung atau watu kenteng. Watu Lumpang sengaja di buat dan digunakan sebagai alat, untuk mempermudah suatu pekerjaan. Sebagai contoh, untuk menumbuk hasil pertanian mau pun untuk alat pengolahan obat obatan herbal di masa itu. Pendapat Ketiga :Watu lumpang di ciptakan sebagai alat atau sarana pemujaan dewi kesubura atau Dewi Sri atau Dewi Padi. Dengan cara melakukan upacara pemujaan yang di ikuti oleh lapisan masyarakat pada umumnya. Pemujaan kepada dewi Sri pun, dilakukan di tengah tengah tanah yang luas dan lapang, tentunya dengan bacaan bacaan mantera dan doa. Dengan adanya ritual semacam itu, terciptalah tradisi " Wiwitan ( bahasa jawa ) atau awalan " Tradisi tersebut masih terlaksana hingga sampai sekarang. Acara seperti itu masih diadakan khususnya daerah pulau jawa dan bali. Wiwitan adalah, upacara adat yang di lakukan untuk mengawali atau memulainya masa panen. Kebanyakan acara wiwitan di adakan saat mulai panen padi. Dengan adanya tradisi semacam itu, leluhur Nusantara mewariskan budaya ke generasi berikutnya. Walaupun beda cara berdoa, namun sikap pelaksanaan tetap sama walaupun beda tipis. Jangan memiliki persepsi yang negatif. Karena, kita mempunyai konsep masing masing dalam melaksanakan atau melakukan ucapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha esa. Watu Lumpang memiliki pasangan yaitu sebatang Alu ( jawa ) Yang terbuat dari batu Juga. Antara watu lumpang dan alu, Merupakan benda yang di gunakan sebagai sarana untuk pemujaan juga. Pendapat ini memang agak masuk akal jika menurut saya. Alu dan watu lumpang, Merupakan gambaran atau bentuk lingga dan yoni yang belum sempurna. Setiap masa, Perkembangan pemikiran manusia selalu mengalami perubahan dengan ide kratifnya, untuk membuat suatu gagasan yang masuk logika. Secara keseluruhan pendapat di atas, bagiku masuk di akal semua. Untuk mencari kenenaran tentang fungsi watu lumpang sangat sulit. Karena, Belum pernah di ketahui atau di temui sebait prasasti yang menjelaskan tentang kegunaan watu lumpang tersebut. Biarkan manusia berpendapat tentang logika dan nalar yang di gunakannya, Kembalikan pada pendapat yang terakhir. Bahwa, informasi yang memuat tentang kegunaan watu lumpang sangat minim dan belum di ketahui sumber yang jelas. Tugas saya sebagai penulis atau perangkai sebuah narasi, hanya berbagi sedikit pengetahuan yang saya ketahui saja. Selanjutnya terserah mereka mereka yang akan menanggapi akan hal ini. Video Youtube Explore Gedanganak |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() |
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES |
![]() | ||
Eskavasi Watu Lumpang Gedanganak, 2018 dengan KKN Mahasiswa dan Mahasiswi UNNES Benda Cagar Budaya Yang Ke dua adalah Yoni Nah, kira kira, yang di maksud dengan Yoni itu apa ... Sebelum menjawab tentang apa yang di maksud dengan yoni, di dalam tulisan ini, saya akan menggenahkan tentang keberadaan peradaban klasic di tiap daerah. Setelah saya mengadakan blusukan dibeberapa tempat, sak ambane kecamatan ungaran barat karo kecamatan ungaran timur. Tempat yang memiliki kenangan bersejarah, tidak hanya satu tempat saja. Jadi begini, setiap daerah itu pasti memiliki kenangan atau tinggalan sejarah masa klasic. Kebanyakan orang mempertanyakan tentang usia peradaban tersebut, diantaranya merujuk ke berapa usia tinggalan tersebut. Nah, disinilah sebenarnya kesulitan kita untuk menjawab pertanyaan itu. Dan, Lebih mudahnya untuk menjawab, kita belum bisa menemukan benda terpenting, yang sekiranya bisa memberikan keterangan dari sebuah pertanyaan. Benda terpenting itu, tidak lain sebuah prasasti atau inscriptie. Yang menerangkan tentang angka tahun, menyebutkan nama tokoh, dan penyebutan, fungsi dari pada sebuah bangunan. Pada dasarnya, setiap wilayah di Kecamatan Ungaran Timur dan Kecamatan Ungaran Barat, rata rata setiap wilayah memiliki tinggalan dari leluhurnya masing masing. Jadi tidak ada istilah, peradaban mana yang pertama kali ada. Karena secara menyeluruh, masing masing peradaban, hampir meninggalkan warisan dengan bentuk yang sama. Contoh di gedanganak itu sendiri, dari leluhur meninggalkan banyak sekali Mata Air, yang di tampung menggunakan wadah yang sengaja di buat berupa sendang. Karena, dalam kepercayaan hindu kuno, mata air merupakan tempat berkumpulnya para Dewa. Oleh sebab itu, setiap ada sendang, pasti ada sebuah bangunan yang di sucikan, semacam tempat pemujaan berupa Candi. Bangunan candi memiliki peranan penting dalam suatu peradaban bersejarah, penelitian mencatat dan membuktikan bahwa, peranan bangunan candi tidak bisa lepas dengan sumber kehidupan, yaitu air. Karena, pentingnya sumber mata air tersebut di jadikan atau dipergunakan sebagai piranti, dalam ritual pemujaan kepada Dewa yang di yakininya. Artinya, sendang kalipancur tergolong air yang di sucikan, peranannya sama seperti situs jumprit Ngadirjo, Temanggung. Selalu di ambil airnya, ketika umat Hindu dan Buddha melaksanakan acara acara terpenting tentang konsep sembahyangnya. Sendang kali pancur merupakan situs bersejarah yang tidak sama dengan situs sendang yang berada di tempat lain. Dengan konstruksi bangunan yang tidak di haruskan menggunakan material batu yang di pahat sperti bangunan Candi. Material yang di pergunakan untuk membanguan, hanya material batuan tak berpola atau batu alam biasa, yang memiliki ukuran tidak sama dan bentuk tidak teratur. Seperti itulah konsep pembangunan candi untuk pemujaan kepada dewa yang di muliakan. Sama halnya seperti, pembangunan tempat beribadah sekarang ini, tidak luput dengan sumber air. Entah itu dari sumur atau dari Pam. Yang jelas konsepnya dalam ajaran agama, selalu mebutuhkan air untuk sesuci, untuk semua keyakinan. Sendang Kalipancur, memiliki peranan penting tentang keberadaan bangunan Candi. Dengan bukti sebuah temuan berupa Yoni. Dan sudah di pastikan bahwa, gedanganak memiliki bangunan pemujaan yang di sebut Candi. Di manakah letaknya ... ??? Dalam peta belanda tidak di sebutkan nama daerah tersebut. Tapi, peta terbitan belanda tahun 1909 memberikan keterangan bahwa, ada dua tempat yang saling berdekatan, yang merujuk pada perbukitan. Kedua bukit tersebut terdapat gambar bulan sabit, kedua bukit tersebut memberikan keterangan antara, Makam atau Bekas bangunan Candi. Setelah mengadakan blusukan diantara kedua bukit tersebut, ternyata memang mempunyai peranan yang sama. Jadi keterangannya, sebelum kedua bukit tersebut dijadikan makam, keduanya pernah diberdirikan bangunan Candi. Bukit yang memiliki nama Gunung Sedrojog, berwujud bangunan Punden Berundak, hampir memiliki kesamaan dengan struktur situs Candi Ketek, yang berada di Komplek Candi Ceto, Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar. Dan Bukit yang bernama Gunung Setungkul, berwujud bangunan Candi walaupun tidak sama dengan bangunan Candi pada umumnya. Yoni, yang merupakan simbul dewa dewa yang di puja pada masa itu, benda ini di gunakan sebagai sarana pemujaan yang pernah di ciptakan. Buah karya dari tangan leluhur nusantara di masa itu. Buah karya yang menunjukan suatu kewibawaan, kejeniusan dan kemandirian di dalam kehidupan suatu peradaban masa lalu. Sering di sebut dengan sebutan yoni, yang seharusnya memiliki pasangan berupa lingga. Karena lingga yoni merupakan simbul trimurti dalam mitologi hindu kuno. Selain di gambarkan sebagai wujud antrophomorfik, Siwa juga digambarkan dalam wujud an-iconic sebagai lingga. Pada dasarnya lingga adalah pilar cahaya ( the colmn of light ), yang merupakan simbul benih dari segala sesuatu yang ada didalam semesta ini berasal. Lingga seperti ini di sebut dengan Joytrilingga. Siwa sendiri merepresentasikan dirinya kedalam wujud pilar api mitologi Linggotbhawamurti. Sebagai simbul organ maskulin, lingga mengandung energi pencipta. Akan tetapi, energi tersebut akan berfungsi apabila disatukan dengan energi shakti, yang di disimbulkan dalam wujud Yoni. Untuk memberikan kekuatan bagi energi penciptaan tersebut. Dengan demikian, penyatuan antara lingga sebagai organ maskulin dengan yoni yang merupakan simbul organ feminin akan menghasilkan energi penciptanya, yang merupakan dasar dari semua pencipta. Yoni pada umumnya berbentuk kotak bujur sangkar, memiliki dua penampang yaitu, penampang bawah dan penampang atas. Penampang bawah disimbolkan sebagai Dewa Brahma predikatnya dewa pencipta. Sedangkan penampang atas di simbulkan sebagai Dewa Wisnu, dengan predikatnya sebagai dewa pemelihara. Penampang bagian atas yoni memiliki lubang kotak persegi berbentuk bujur sangkar, yang di fungsikan sebagai pengunci lingga. Bagian penampang atas terdapat cekungan berbentuk bujur sangkar, dengan alur yang bersumbu pada tengah bagian yoni, yang terhubung ke bagian lubang ujung cerat. |
![]() | |
|
![]() | |
|
Komentar
Posting Komentar