JALUR KERETA API DI PINGGIR RAWA
BANGUNAN S T A S I U N
DI PINGGIR KALI TUNTANG
Pada umumnya pembangunan jalur kereta api di indonesia pada masa kolonial belanda tidak lepas dari kepentingan pemerintah pada masa itu, Yaitu untuk memuddahkan angkutan komoditas ekspor hasil dari tnam paksa. Sebelumnya memang ada perdebatan di kalangan pemerintah sendiri mengenahi seberapa penting pebangunan jalur kereta api di hindia belanda. Hal itu dapat di amati pada penyelenggaraan angkutan kereta api pertama kali di lintas semarang.
Vorstenlanden Willem I ( jawa tengah )pada tahun 1868. Pada pembangunan jalur kereta api pertma hindia belanda itu justru di lakukan oleh perusahaan swasta Netherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij. Bagi pemerintah kolonial, alasan biaya pembangunan yang mahal merupakan alasan utama, sehingga beresiko akan menyedot banyak anggaran dari dari negara.
Wilayah pemberian konsesi pun awalnya terbatas pada sekitar semarang, ambarawa, surakarta. Karena, menurut pertimbangan militer itu cukup strategis, yaitu untuk mendukung pergerakan tentara kolonial belanda. Hal itu menjadi penting apabila terjadi pemberontakan kembali di wilayah kerajaan surakarta dan yogyakarta. Maka dengan mudah pemerintah kolonial menggerakan pasukan dari semarang dan ambarawa. Perlu di ketahui, beberapa tahun sebelumny ( 1825 - 1830 ) di jawa tengah dan kawasan Vorstenlanden ( wilayah raja raja jawa ) pernah terjadi perang antara orang orang keraton Yogyakarta dan sebagian Kerato surakarta yang di pimpin oleh pngeran diponegoro melawan pemerintah hindia belanda.
Konflik berdarah itu menimbulkan dampak merugikan bagi kedua belah pihak, baik dari pengikut Pangeran Diponegoro maupun dari Pemerintah Kolonial. Akibat dari penanganan berlarut larut, mengakibatkan biaya perang menjadi tidak sedikit bagi pemerintah. Situasi itu di tambah kndisi keuangan negara yang belum pulih karena perang napoleon yang meluas hingga sampai ke tanah jajahan baru saja usai. Kas negeri belanda benar benar kososng mendorong pemerintah kolonial belanda membuat terobosan baru menjual hasil perkebunan yang layak di jual di pasaran eropa. Berbagai jenis tanaman bernilai expor di budayakan di hindia belanda dalam sistem Cultuurstelsel ( tanam paksa ) Oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch sejak tahun 1830.
Jadi pada dasarnya, pembangunan jalur keret pai di semarang sampai ke surakarta dan jogja memiliki tujuan yaitu, untuk mempermudah mobilitas tentara KNIL dan memuat hasil pertanian untuk di expor. Dengan hasil terebut akan membantu pemulihan dana yang habis saat di pergunakan perang napoleon di jawa.
Pergerakan atau pelebaran tanam paksa tidak hanya terjadi di jawa tengah saja, khususnya tanam paksa di lakukan di seamrang dan sekitarnya. Tanaman tebu yang di prioritaskan, karena tebu dianggap penghasil gula yang mampu menembus pasaran expor di eropa. Sehingga, pemulihan kekosongan dana saat di gunakan biaya perang sangat cepat.
Selain tanaman tebu, tanaman jenis kopi dan karet pun menjadi sorotan yang mampu mempercepat memulihkan kekosongan dana negara saat itu. Sehingga, tanam paksa di terapkan didekat salatiga sisi selatan semarang. Sehingga pembangunan jalur kereta api bisa di jadikan alasan utama untuk mobilitas daya angkut hasil perkebunan, dan memudahkan operasi tentara KNIL.
Stasiun kereta api tuntang misalnya. stasiun tersebut di bangun tidak hanya untuk memudahkan pengangkutan hasil perkebunan dan Mobilitas tentara KNIL saja. Melainkan, stasiun tuntang juga di pergunakan sebagai mobilitas atau daya angkut material PLTA di jelok.
Stasiun Kereta Api Tuntang yang dibangun pada 1871 dan dioperasionalkan pada 1873 silam, hingga kini masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Bahkan sampai saat ini stasiun yang berada di wilayah Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini, masih dioperasionalkan untuk melayani kereta wisata dengan rute Ambarawa - Tuntang. Stasiun Kereta Api Tuntang, dioperasionalkan bersamaan dengan dibukanya jalur kereta api Ambarawa (Kabupaten Semarang) - Kedungjati (Grobogan) - Semarang. Jalur tersebut dibuka untuk kepentingan militer pemerintah Kolonial Belanda dan melancarkan akses transportasi dan perdagangan daerah di sepanjang jalur kereta tersebut.
Pada era pemerintah kolonial Belanda, kereta api rute perjalanan Ambarawa - Kedungjati - Semarang yang dioperasionalkan oleh Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), juga sering mengangkut hasil perkebunan, pertanian dan hewan ternak dari Kedungjati serta daerah sekitarnya untuk dibawa ke Ambarawa. Selain itu, juga menjadi moda transportasi darat yang paling populer. Dilihat secara fisik bangunan, Stasiun Kereta Api Tuntang memang bertipe kecil.
Namun saat itu, Stasiun Tuntang memiliki peranan penting dalam sektor perdagangan dan moda transportasi darat, khususnya menuju ke Salatiga. Sebab kala itu banyak orang Belanda yang tinggal di Salatiga dan di kota ini tidak dilalui jalur kereta api. Sehingga untuk menuju Semarang dan daerah lain, orang Belanda yang tinggal di Salatiga harus ke Tuntang terlebih dahulu kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta api. Selain itu, stasiun kereta api tersebut dibangun untuk kepentingan militer.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Sabtu, 16 November 2019
Jaringan stasiun Tuntang menghubungkan antara Ambarawa-Tuntang-Bringin-Kedungjati. Meskipun terbilang stasiun kecil, namun stasiun Tuntang berperan penting dalam bidang pengangkutan produk perkebunan. Pengiriman beberapa hasil perkebunan seperti, karet; gula dan coklat, kopi dibawa menuju Ambarawa lewat stasiun Tuntang.
Stasiun Tuntang mulai beroperasi pada 21 Mei 1873, bersamaan dengan dibukanya jalur Kedungjati – Ambarawa. Namun, bangunan yang kita lihat sekarang berasal dari 1905 ketika Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij melakukan pembangunan stasiun-stasun baru. Arsitektur Stasiun Tuntang mirip sekali dengan arsitektur Stasiun Bringin yang juga berada di jalur Kedungjati – Ambarawa. Keduanya memunyai gaya arsitektur yang dijuluki “Chalet NIS” yang diperkenalkan NIS pada rancangan stasiun baru yang dibangun pada awal abad 20.
Kota Salatiga yang pada 1917 ditetapkan sebagai staadsgemeente yang banyak dihuni orang-orang Belanda. Karena Salatiga sendiri tak dilalui jalur kereta api maka Stasiun Tuntang dulu adalah stasiun yang melayani kota itu. Untuk menghubungkan Kota Salatiga dengan Stasiun Tuntang NIS mengoperasikan layanan bus pada 1921 diambil alih perusahaan swasta ESTO (Eerste Salatigasche Transport Onderneming) yang didirikan Kwa Tjwan Ing.
Komentar
Posting Komentar