PEJABAT YANG TERLIBAT DALAM PEMBANGUNAN CANDI ASU



ARSITEK DAN SENI HIAS
 
Candi asu di ketemukan dalam keadaan tidak utuh lagi, bagian bagian yang menunjukan susunan yang utuh terdapat pada batur, kaki dan sebagian tubuh candi. Atap candi sama sekali sudah runtuh kecuali sebuah batu yang diperkirakan bagian atap masih terlihat pada bagian bilik candinya yang sudah kosong, menunjukan tanda tanda bahwa lantai bilik mungki pernah di gali untuk menampakan sumuran Candinya. Dari bagian bagian bangunan candinya masih utuh dan memperlihatkan cara pengerjaan yang belum selesai, terutama yang berhubungan dengan pemahatan hiasan.

ARSITEK CANDI ASU

Candi Asu mempunyai denah bangunan berbentuk bujur sankar, dengan ukuran panjang kali lebar 794 x 794 cm. Tinggi kaki 250 cm, salah satu sisi bangunan tembok tubuh candinya mrmpunyai tinggi lebih kurang 355 cm.
KAKI CANDI

Kaki candi asu di dirikan diatas sebuah batur yang terletak di atas selapis batu berdenah bujur sangkar. Batur sisi depan arah barat disusun agak menonjol keluar Menyangga tangga pintu Batur candi terdiri dari dua buah pelipit yang atas mempunyai ukuran lebih tinggi dan lebih Masuk kedalam. Kaki candi dapat di perinci lagi Menjadi tiga bagian yaitu, bagian perbingkaian bawah, panil atau bidang hias perbingkaianan  atas. Perbingkaian bawah dapat di bedakan dengan perbingkaian bawah dan atas. Bagian bawah mempunyai susunan berupa pelipit ( kampa ), bentuk padma ( ojief ), pelipit, bidang datar  ( gala ) dan pelipit lagi. Bagian ini secra keseluruhan di sebut dengan candra cala. Di atas candra cala terdapat susunan arsitektur berupa setengah lingkaran ( kumuda ) pelipit, bidang datar, lis penyekat ( alingan ) dan pelipit ( kampa ).

Candi Asu

LATAR BELAKANG KEAGAMAAN

Berdasarkan sifat ke agamaan bangunan candi candi di Jawa Tengah pada dasarnya dapat di bedakan atas candi yang bersifat hindu dan candi yang bersifat buddha. Candi mempunyai aliran keagamaan hindu antara lain Candi Gunung Wukir, Candi Candi Di Komplek Dieng, Candi candi di komplek Gedoong Songo, Candi Rorojonggrang di Prambanan, dan Candi Sambisari dan Candi Pringapus. Berdasarkan bukti bukti prasasti, perbandingan gaya seni pahatan arca dan arsitekturnya, tiga candi pertama di perkirakan berasall dari abad ke VIII, sedangkan candi candi yang lain di perkirakan dari abad ke IX.

Prasasti lain yang menyebutkan nama Salingsingan dan Pu Apus adalah Prasati kurambitan dan Prasasti Krapyak. Prasasti ini di tulis menggunakan huruf jawa kuno dan berbahasa jawa kuno, tetapi karena angka tahunnya rusak, hanya angka yang pertama saja yang dapat terbaca yaitu 7, sedangkan angka berikutnya sudah tidak dapat di baca.
Namun demikian Buchori memastikan bahwa prasasti ini berangka tahun 791 caka, yaitu sama dengan pengeluaran prasati Rambianak. Pendapat ini berdasarkan pada isi dan kalimatnya yang sama denga isi prasasti rambianak. Prasasti srimanggala di ketemukan di suatu tempat, antara candi asu dan candi lumbung.

Prasasti Sri Manggala berangka tahun 796 caka atau 874 masehi. Prasati ini berbahasa jawa kuno dan bertuliskan huruf jawa kuno pula. Prasasti tersebut menyebutkan dengan isi Ini bangunan suci salingsingan sebagai sumbangan yang di bangun Pu Apus. Di dalam Prasasti ini tidak menyebutkan sifat pembangunan suci di salingsingan, dan prasasti ini di hubungkan dengan candi asu. Prasasti prasasti di musium suaka peninggalan sejarah dan purbakala Jawa Tengah  di Prambanan di ketemukan di sebelah timur candi asu yaitu di Desa Candi Pos. Prasasti ini juga menyebutkan bangunan suci di salingsingan dan menyebut nama Pu Apus. Prasasti ini mempunyai angka tahun dan isi prasasti yang sama dengan Prasasti Sri Manggala yaitu 796 caka tau 874 masehi


Candi Asu

Di dalalm periode berikutnya, juga di temukan prasasti yang berhubungan dengan daerah salingsingan yang berangka tahun 802 caka atau 880 masehi. Prasati salingsingan di tulis pada lempengan tembaga pada ke dua sisinya. Sisi yang ke dua di perkirakan tiruan dari sisi yang pertama dan di tulis lebih kemudian. Berdasarkan isi kedua prasasti antara lain memuat nama pejabat dan nama temat yang sama, tetapi masing masing sisi tidak di tulis dalam waktu yang bersamaan.  Sisi pertama di tulis dengan angka tahun 880 masehi dan sisi yang ke dua di tulis dengan angka tahun 905 masehi. Sisi kedua dari prasasti ini adalah prasasti Kikil Batu. Prasasti Kikil Batu dan Prasasti Salingsingan di tulis menggunkan huruf jawa kuno dan berbahasa jawa kuno. Prasati Salingsingan dan Prasasti Kikil Batu tidak menyebutkan sifat bangunan suci salingsingan.

Isi Prasasti salingsingan, berupa pemberian payung perak dengan puncaknya emas kepada Bathara di salingsingan oleh Sri Maharaja Rakai Kayuwangi. Payung perak berpuncak emas ini mungkin dipakai memayungi Bhatara di Salingsingan waktu di adakan upacara keagamaan yang penting penting dan hari hari tertentu ataupun waktu di adakan upacara keliling. Prasasti Kikil Batu hanya menyebutkan  atau berisi daftar nama nama pejabat dan nama nama tempat saja.

Belum di publikasikan, tetapi telah di baca oleh Drs. M.M. Soekarto Kartoadmodjo dan di konsultasikan oleh Drs. M. Buchori.

Candi Asu

Berdasarkan Indikator indikator yang melekat pada bangunan candinya, seperti misalnya tata ruang, sumuran dan susunannya, maka dapat di perkirakan bahwa bangunan candi asu bersifat hindu. Karena salah satu prasastinya di ketemukan di dekat candi asu, maka salingsingan diperkirkan sama dengan candi asu, dan dengan adanya sebutan nama Raja Kayuwangi yang beragama hindu, dapat memperkuat bahwa salingsingan sama dengan candi asu yang bersfat hindu.

Dewasa ini, dekat candi asu terdapat sungai tlingsing, yang secara toponim dapat di kaitkan degan salingsingan sehingga dapat memperkuat  dugaan bahwa salinangsingan sama dengan candi asu. Bahkan dari isi prasasti yang diperkirakan berkaitan dengan candi asu tersebut dapat di ketahui umurnya yaitu, sekitar 869 masehi atau pertengahan abad ke VIII. Bangunan suci candi asu di bangun oleh Pu Apus pada tahun 869 masehi dan 874 masehi di sebut dengan kalimat Dharmmanira i salingsingan. Pada masa kemudian pada tahun 880 masehi, di sebut dengan Bhatara i Salingsingan oleh Sri Maharaja Kayuwangi. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi pada tahun 880 masehi memberi payung perak berpuncak Emas kepada Bhatara di Salingan tersebut di atas untuk di pergunakan pada waktu waktu tertentu.

Candi Asu

ARTI DAN FUNGSI CANDI ASU

Prasasti prasasti yang di perkirakan berhubungan denga Candi Asu ( bangunan suci salingsingan ) menyebut bangunan suci tersebut dengan kalimat Dharma dan Bhatara. Kata Dharma sering di sebut untuk bangunan suci baik yang bersifat Hindu maupun Buddha. Sedang sebutan Bhatara untuk sampai saat ini hanya di jumpai pada Prasasti yang bersifat hindu saja.

Kata Dharma jika menurut Soewojo Wojowastito mempunyai arti sebagai tempat pertapaan, kuil, pemakaman, perbuatan bijak, jasa, hak dan kewajiban. Dharma oleh Pigeout di artikan sebagai bangunan keagamaan. Juynball mengartikan Dharma dengan hukum, kewajiban, Candi atau pemakaman. Sedang menurut Gerick dan Roorda Dharmma mempunyai pengertian sebuah kebaikan hati dan perbuatan menunaikan kebaikan.

Candi Asu

Kata Bhatara bisa berarti Dewa, Gelar Dewa atau Raja, Reinkarnasi Dewa, pemujaan seseorang yang patut di muliakan. Bangunan suci bersifat hindu di sebut dengan kata Dharma adalah bangunan suci siwagra atau siwalaya.

Telah di sebutkan dimuka, bahwa Prasasti kurambitan, Prasasti Rambianak, Prasasti Sri Manggala dan Prasasti koleksi peninggalan sejarah dan Purbakala Jawa Tengah di Prambanan, di perkirakan ada kaitanya dengan bangunan candi asu. Di dalam prasasti tersebut juga di sebutkan kalimat Dharma untuk bangunan suci candi asu.

CANDI ASU DALAM KERANGKA SEJARAH

Untuk mengetahui dan latar belakang dan sejarahnya perlu pembahasan beberapa prasasti yang dapat berhubungan dengan candi asu. Antara lain prasasti kurambitan, prasasti rambianak, Prasasti Srimanggala. Prasasti koleksi museum suaka peninggalan sejarah dan purbakala Jawa Tengah dan Prasasti Salingsingan. Prasasti Kurambitan di pahatkan pada batu berbentuk lingga semu, di ketemukan dalam keadaan baik, tulisannya sebagian besar masih bisa di baca keuali angka tahun dan bulannya. Prasasti ini di tulis dengan huruf jawa kuno dan berbahasa jawa kuno. Prasasti kurambitan di keluarkan oleh Pamgat Tiruranu Pu Apus untuk pembebasan tanah sebayak tiga tampah untuk bangunan suci sebagai sumbangan beliau ( dharmmanira ) di salingsingan.

Prasati yang mempunyai isi dan dan kalimat sama dengan prasasti kurambitan di temukan di desa rambianak. Prasasti ini di ketemukan dala keadaan utuh sehingga dapat di baca keseluruhannya termasuk angka tahun yaitu 791 saka atau 869 masehi. Prasasti ini di keluarkan oleh Pamgat Tiruranu Pu Apus. Isi prasasti adalah pembebasan sawah tiga tampah sebagai sumbangan beliau ( dharmmanira ) untuk bangunan suci di salingsingan. Buchori memastikan bahwa prasasti kurambitan ( prasati krapyak ) berasal dari hari tanggal dan tahun yang sama dengan prasasti rambianak.

Prasasti Sri Manggala di ketemukan antara candi lumbung dan candi asu. Prasasti ini berbahan batu berbentuk lingga semu. Tulisan masih utuh dan jelas sehingga masih bisa di baca. Prasasti ini di keluarkan pada tahun 796 caka atau 874 masehi oleh Pamgat Hino Pu Apus. Prasasti ini berisi tentang pembelian tanah untuk bangunan suci sumbangan beliau ( dharmmanira ) Pu Apus di salingsingan. Sumbangan tersebut sebanyak 44 dpa ke selatan dan 47 dpa ke timurnya.

Prasasti yang mempunyai angka tahun dan isinya yang sama  adalah prasasti koleksi museum  suaka peninggallan sejarah dan purbakala Jawa Tengah di Prambanan. Prasasti ini berbahan dari media batu dan berbentuk lingga semu. Tulisannya masih jelas dan mudah di baca. Tulisannya menggunkan huruf jawa kuno dan berbahasa jawa kuno antara prasasti Sri Manggala dan prasasti koleksi museum suaka hanya ada perbedaan beberapa kata yang tidak berarti.

Prasati ini di keluarkan oleh Pamgat I Hino Pu Apus untuk memperingati pembelian tanah dan pembebasan sawah Sri Manggala untuk kepentingan bangunan suci sebagai sumbangan beliau ( dharmmanira ) Pu Apus di salingsingan. Luas sawah yang di bebaskan adalah 54 dpa keselatan dan 67 dpa ke timur.


Ragam Hias Candi Asu

Prasasti yang menyebutkan bangunan lain di salinsingan. Prasasti ini di tulis pada lempengan tembaga bolak balik. Prasasti ini sebaliknya ( bagian belakang ) mempunyai angka tahun yang berbeda yaitu 827 caka atau 905 masehi. Prasasti ini masih jelas tulisannya sehingga masih bisa terbaca jelas keseluruhannya. Prasasti salingsingan di tulis menggunakan huruf jawa kuno dan berbahasa jawa kuno. Angka tahunnya jelas di baca yaitu 802 caka atau 880 masehi. Prasasti ini berisi tentang persembahan Rakai kepada Bhatara Salingsingan berupa payung perak bermahkota emas, gagang atau pegangannya terbuat dari emas juga. Dalam prasasti ini sudah tidak menyebutkan Pu Apus lagi. 

Prasati Kikil Batu di tulis pada bagian belakang prasasti salingsingan. Prasasti ini di tulis menggunakan huruf jawa kuno. dan prasasti ini berisi nama nama orang atau pejabat dan tempat. Mungkin sekali prasasti ini tiruan dari prasasti salingsingan.

Ragam Hias Candi Asu

Dari data beberapa prasasti di ketahui bahwa tokoh yang dapat di hubungkan dengan nama candi asu adalah Pamgat Tiruranu Pu Apus dan Pamgat Hino Pu Apus, berdasarkan nama yaitu Pu Apus, maka dapat di pastikan bahwa Pamgat Tiruranu Pu Apus adalah sama dengan Pamgat Hino Pu Apus. Lalu apakah perbedaan kedua jabatan yang di duduki oleh Pu Apus tersebut..???

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlulah Kiranya untuk melihat susunan pemerintahan pada kerajaan jawa kuno. Menurut berita china dari Hsin Tang Shu ( 618 - 906 ) masehi. Di jawa ada 32 pejabat pemerintahan. Sedangkan menurut berita dari dinasti Tsung ( 960 - 1279 ) masehi, menyebut bahwa tiga putera raja menjadi pembantu raja dan 4 jabatan kerajaan yang bergelar Rakyan, bersama sama mengurus soal pemerintahan. L. Ch. Damais menambahkan bahwa berdasarkan kitab chao fan chi ada pejabat yang bergelar Samgat, merupakan singkatan dari kata Sang Pamgat.

Sebelum masa pemerintahan wawa, penelitian Prasati menghasilkan 22 pejabat yang bergelar rakai dan Samgat yaitu Rakyan Ma Patih I Hino, Watutihang, Sirikan, wka, Samgat Bawang, Samgat Tiruan, Ssamgat Tiruranu, Rakai Halaran, Rakai Panggil Hyang, Rakai Wlahan, Samgat Maghuri, Rakai Langka, Rakai Tanjung, Samgat Dalinan, Rakai Pangarwsi, Samgat Wedihati, Samgat Makudur, Pangkur, Tawan, Tirip, Rampi dan Sikhalan.

Menurut penelitian dari nama nama tersebut di atas maka, pejabat pejabat ini dapat di kelompokan menjadi dua kelompok :

1. Meliputi Rakyan Mapatih / Rakyan Mahamantri i hino, i halu dan sirikan. Kadang kadang di tambah Rakyan Mapatih i wka, kelompok ini menerima perintah langsung dari Raja. Pejabat tersebut di atas adalah keluarga dekat Raja. Bahkan mungkin Mahamantri i hino adalah Putera Mahkota.

Ragam Hias Candi Asu

Terdiri dari Samgat atau Rakyan  Momahumah atau tanda Rakyan  ri Pakirankiran, mereka adalah pelaksa yang pergi ke desa desa yang membawa perintah Raja, terutama dalam pendirian sima.

Dari data data yang di berikan oleh Prasasti Rabianak, Kurabitan, Srikahulunan telah diketahui, bahwa jabatan yang di pangku Pu Apus adalah Pamgat Tiruranu dan Pamgat Hino. Dari kata Pamgat saja dapat di ketahui bahwa Pu Apus adalah Pejabat pelaksana perintah dari Sang Raja, yang pergi ke desa desa terutama dalam hal pendirian sima. Sedang nama di belakang gelar tersebut sesuai gambaran yang di peroleh dari isi Prasasti adalah nama tempat seperti Samgat Puluwatu dan Samgat Bawang. Jadi tiruranu dan hino itu adalah nama daerah ( watak = apanase ) yang di berikan raja kepada Pamgat Pu Apus. Mungkin jabata Pamgat atau yang lain sudah muncul sebelum tahun pengeluaran prasasti itu, sesuai dengan berita china Hsin T'ang Shu. 

Ragam Hias Candi Asu



Ragam Hias Candi Asu


Ragam Hias Candi Asu


Ragam Hias Candi Asu


Ragam Hias Candi Asu


Candi Asu


Ragam Hias Candi Asu

Jaman sejarah jawa tengah, telah di mulai dengan penemuan Prasasti di desa dakawu, Kawedanan Grabag, Kabupaten Magelang. Prasasti ini juga di kenal dengan nama Prasasti Tukmas. Isi prasasti menceritakan tentang mata air yang jernih dan bening yang keluar dari cela cela batu dan pasir, setelah menjadi satu di tempat yang banyak bunga teratainya kemudian mengalir seperti sungai gangga. Disamping tulisan tersebut, dalam media batunya di temukan guratan yang menggambarkan atribut dewa berupa kendi, kampak, kalasangka, roda dan bunga teratai yang sedang mekar. Dari guratan guratan tersebut menggambarkan atribut dewa bagi umat hindu, sehingga dapat di perkirakan sifat keagamaannya adalah hindu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA