Makam Sunan Geseng, Desa Tirto, Kecamatan Grabag
Pada kesempatan ini kita menyambung kisah tentang perjalanan blusukan kemarin. Tepatnya, pada tanggal 27 Agustu 2023. Sebagai tujuan awal dan sebagai pembuka wisata religi di Kecamatan Grabag adalah, mengunjungi komplek komplek makam kasepuhan yang berada di kecamatan tersebut. Berhubung belum pernah mengadakan acara blusukan ke Kecamatan Grabag, kita pun sama sekali tidak tau menahu tentang tujuan mana yang akan dituju pertama kali. Dalam perjalanan, browsing internet pun di lakukan. Akhirnya dalam laporan internet kita menemukan wisata Religi dan Wajib kita kunjungi. Berada di Desa Tirto, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Terdapat sebuah komplek makam Ulama, sekaligus murid Kanjeng Sunan Kalijaga yang bernama Ki Cakrajaya atau yg memiliki Gelar dengan Sebutan " Sunan Geseng ".
Dan saya pun mulai berfikir tentang kebenaran berita yang mengulas tentang makam Sunan Geseng. Sunan Geseng itu merupakan salah Satu Waliulloh atau Ulama Besar yang makamnya tidak cuma satu saja. Makam Sunan Geseng ada juga yang di Provinsi Jawa Timur, tepatnya di
1. Hutan Sundhulan, Desa Gesing, Kabupaten Tuban
2. Dusun Pakah, Desa Geseng, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban
3. Kediri, Jawa Timur
4. Dusun Jolosutro, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Desa walitelon, Kabupaten Temanggung
6. Desa Tirto, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
7. Begelan, Purworejo
8. Pati di Jawa Tengah
Ada 8 makam yang sudah saya sebutkan di atas, dan mungkin ada lagi yang belum bisa saya sebutkan, karena belum tau lokasi lokasi berikutnya. Jangan heran jika makam Sosok Aulia terdapat di mana mana. Karena, tempat tempat tersebut memiliki peranan penting tentang sepak terjang perjalanan sepiritual Sunan Geseng. Sehingga, lapisan masyarakat setiap daerah, telah memiliki keyakinan tentang keberadaan makam Tersebut.
 |
Makam Sunan Geseng
Pertama, kita akan membahas tentang keberadaan Makam Sunan Geseng yang berada di Desa Tirto, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.
Di kaki Gunung andong, dan Telomoyo. Dusun Tirto, Desa Tirto, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Terdapat makam yang dipecaya sebagai akam Sunan Geseng. Seorang Mubaligh asal Bedhug, Bagelen Purworejo bernama Cakrajaya atau Ki Cokrojoyo, seorang penyadap nira yang di juluki ki Petungmlarat oleh masyarakat, karena miskin. Sosok yang dipercaya sebagai penyebar Islam di Jawa bagian selatan.
Di ceritakan, suatu hari Ki Cakrajaya sedang menyadap nira di hutan, dengan membaca matera " Klontang klantung, wong ngeres buntute bumbung, opo gelem opo ora ". Sayup sayup, suara tembang itu terdengar dari kejauhan oleh seseorang yang secara kebetulan melintas. Lalu, di panggilnya Ki Cakrajaya dengan sebutan Kang. Dalamm benak Ki Cakrajaya bertanya pada dirinya sendiri. Seperti ada seseorang sedang memanggil. Siapakah orang yang meanggil itu. Sepertinya tidak ada orang lain di hutan ini, kecuali saya sendirian.
Suara tersebut muncul kembali dengan nada yang agak pelan, karena jarak panggilan sudah mulai mendekat. Dan masih menggunakan sebutan Kang. Merasa panggilan itu tertuju pada Ki Cakrajaya, seketika itu Ki Cakrajaya bergegas menghampiri sumber suara yang memanggil namanya
Setelah sumber suara tersebut dihadapan mata, Ki Cakrajaya emnghadap seseorang yang mengenakan pakaian adat jawa lengkap denga blangkon di kepalanya, sedang memegang potongan bambu sebagai tongkat penunjuk jalan sembari berkata.
Kang, suaramu sangat bagus dan merdu kang, sekiranya tembang apa yang kang mas lantunkan.
Ki Cakrajaya pun menjawab pertanyaan tersebut dengan kalimat. kalimat tadi bukan sebuah tembang, melainkan bacaan mantera Ki sanak
Mantera .. Mantera buat apa kang .. ???
Ki Cakrajaya menjawab pertanyaan orang tersebut lagi. Setiap akan menyadap nira, mantera seperti itu sering kali saya ucapkan. Supaya, hasil nyadap nira tidak gagal dan menghasilkan sadapan yang bagus Ki Sanak.
Berlanjut, orang tersebut memberi arahan kepada Ki Cakrajaya
" Kang, suaramu merdu dan bagus, alangkah lebih baiknya, pembacaan materamu diikutsertakan pujian atas nama Tuhanmu kang, dengan bacaan sholawat dan berdoa kepada tuhan.
Ki Cakrajaya Seraya bertanya Siapa nama dan darimana asalmu Ki Sanak .. ???
" Orang tersebut hanya menjawab dengan sedikit kalimat " Kawulo sak dermo menungso kang kaluputan doso, kawulo namung titahe Pengeran Kang Moho Tunggal " Kawulo namung ngalemboro, niti mergi madosi Ridhaning Gusti " Saya hanya pengembara, dengan tujuan mencari Ridho Alloh
Sungguh jawaban yang sangat aneh untuk Ki Cakrajaya. Merasa agak aneh dengan orang yang di temuinya, Ki Cakrajaya hanya terdiam sembari menatap wajah orang yang di temuinya. Dalam keadaan Terdiam, menundukan kepalanya kebawah. Ki Cakrajaya sembari menempatkan, kedua tanganya dalam posisi didepan badannya.
Seketika, Orang tersebut mengajukan diri untuk singgah kerumah Ki Cakrajaya, untuk di berikan ijin membantu mencetak gula dalam tempurung kelapa. Selang beberapa waktu, seorang yang membantu mencetak gula tersebut berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya. Sebelum beranjak keluar dari rumah Ki Cakrajaya, Orang tersebut berpesan agar Ki Cakrajaya tidak membuka cetakan gula sebelum waktunya.
Pesan tersebut berisi, supaya jangan membuka cetakan gula, sebelum saya meninggalkan desa ini. Ki Cakrajaya pun enyanggupi permintaan orang tersebut.
Beberapa saat kemudian, setelah waktu yang ditentukan telah tiba. Akhirnya, Ki Cakrajaya pun kaget saat membuka cetakan gula tersebut, yang seharusnya berisi gula. Namun, cetakan tersebut berisi bongkahan Emas berbentuk setengah lingkaran.
Ki Cakrajaya hanya terdiam tanpa banyak kata. Mengalami kejadian yang tidak semestinya, Ki Cakrajaya bergegas keluar rumah, dan mencari orng yang telah membantunya mencetak gula. Setelah beberapa waktu mencari orang yang dimaksud, akhirnya Ki Cakrajaya menemukannya sedang berjalan menentukan arahnya. Sambil menghela nafas yang tersengal sengal, Ki Cakrajaya memegang kedua tangan orang tersebut dan bertanya, siapakah sebenarnya kisaanak. Sembari menatap kedua mata dan wajah orang yang dikejarnya. Orang tersebut menjawab menjawab dengan lirih tetapi tegas, banyak orang yang memanggiku dengan sebutan Sunan Kalijaga. Menengar kalimat yang keluar dari mulut orang tersebut, Ki Cakrajaya gemetar, terdiam dan bersimpuh di hadapan Sunan Kalijaga.
|
 |
Makam Sunan Geseng
Dengan keadaan demikian, Kanjeng Sunan Kalijaga pun memegang kedua pundaknya Ki Cakrajaya untuk menyuruhnya berdiri, sembari berkata " Saya bukan orang yang patut kau Sembah sembah. Saya hanya orang biasa yang ingin memenuhi kewajiban saya sebagai hamba ALLOH Ta'ala. Saya juga bukan Raja yang harus kau jalankan perintahnya sebagai rakyat, saya hanyalah orang yang ingin menemukan jatidiri saya untuk menuju dan mendapatkan Ridho dari ALLOH Ta'ala.
Keluar kalimat dari Ki Cakrajaya, Siapakah yang anda maksud denga sebutan ALLOH Ta'ala sebenarnya .. ???
Kanjeng Sunan Kalijaga pun membalas kalimat tersebut. Apakah benar anda ingin mengetahui siapakah sebenarnya ALLOH Ta'ala itu .. ??? Ki Cakrajaya membalas dengan kalimat Iya, kenalkan saya dengan ALLOH Ta'ala yang anda sebut.
Tanpa berfikir panjang, karena Kanjeng Sunan Kalijaga melihat ketulusan dari Ki Cakrajaya yang ingin mengethui tuhannya. Maka, Kanjeng Sunan Kalijaga menancapkan bambu yang beliau pegang sebagai tongkatnya, seraya berkata. Duduk dan bersilalah, tunggu dan jagalah bambu ini sampai aku kembali untuk mengambilnya. Jangan bangun dari tempat dudukmu, sebelum aku membangunkanmu.
Tanpa berfikir panjang, Ki Cakrajaya menyanggupi permintaan Kanjeng Sunan Kalijaga. Lalu, Ki Cakrajaya mengambil sikap dengan posisi duduk bersila di hadapan sebatang bambu yang di tunggunya.
|
 |
Makam Sunan Geseng
17 tahun lamanya, Ki Cakrajaya menunggu dan menjaga bambu yang di jadikan alat penunjuk jalan oleh Kanjeng unan Kalijaga. Selama 17 tahun itulah, Kanjeng Sunan Kalijaga menyebarkan Agama Islam di Berbagai Penjuru tanah Jawa.
Dirasa sudah cukup waktu bertapanya Ki Cakrajaya, Kanjeng Sunan Kalijaga pun kembali untuk membangunkannya. Setelah perjalanan jauh menuju ke tempat di mana Ki Cakrajaya bersemedi atau bertapa, Alam pun sudah mulai berubah, dan Kanjeng sunan Kalijaga pun mulai kebingungan dengan kejadian yang dialaminya. Tempat di mana Ki Cakrajaya bertapa telagh berubah menjadi hutan yang sangat lebat, dan Kanjeng Sunan Kalijaga pun sudah lupa dan tidak tau letak dimana persisnya keberadaan tempat bertapanya Ki Cakrajaya.
Sehingga beliau dengan sengaja membakar hutan tersebut, untuk mengetahui duduk bertapanya Ki Cakrajaya. Setelah beberapa saat kemudian, dari hutan sudah menjadi tanah yang terang dan lapang. Kemunculan Ki Cakrajaya belum memberikan tandanya tandanya. Akhirnya, Kanjeng Sunan Kalijaga membaca Sahadat dan Istighfar, dan mengumandangkan Adzan dan Iqomah.
lalu di panggilah nama Ki Cakrajaya, Dari tengah tengah sisa pembakaran yang menjadi abu, berdiri sesosok yang mulai mendekat menghampiri Kanjeng Sunan Kalijaga. Orang tersebut menghadap dengan posisi jongkok dan bersimpuh di hadapan Kanjeng Sunan Kalijaga. Sembari mengeluarkan kalimat dalam bahasa jawa " Womten Dawuh Kanjeng Sunan " Dan anehnya, mulai dari pakaian Ageman Ki Cakrajaya tidak terbakar api sedikit pun. Bahkan, kulitnya seperti tidak tersentuh api sama sekali.
Wonten dawuh Kanjeng Sunan, Perintah apalagi yang harus saya kerjakan. Untuk saya, supaya lebih mengenal sejatinya ALLOH Ta'ala itu siapa.
|
 |
Makam Sunan Geseng
Dengan keyakinan yang beliau dapat, akhirnya Ki Cakrajaya di suruh membersihkan diri disebuah sendang ( Tidak di jelaskan nama sendang tersebut ). Di tuntunnya beliau membaca syahadat dan di beri gelar oleh Kanjeng Sunan Kalijaga dengan Sebutan " Geseng " karena tidak mempan dibakar Api.
Menurut cerita, Geseng mengikuti sang Guru pulang menuju Demak, untuk ikut mendirikan Masjid Agung Demak. Sehingga Kanjeng Sunan Kalijaga memberikan sisa kayu dari pembangunan Masjid Agung Demak kepada Geseng. Di harapkan, sisa kayu dari pembangunan Masjid Agung Demak tersebut bisa bermanfaat untuk Geseng dan bisa bermanfaat untuk umat manusia. Dengan wujud pemberian yang tidak lazim, geseng pun menerima dengan ikhlas tanpa menaruh kecurigaan kepada Gurunya. Sehingga, Dari para wali yang lain. Geseng mendapatkan Sebuah Gelar baru lagi dengan sebutan " Sunan Geseng ".
Dirasa pengabdiannya cukup, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, Sunan Geseng di suruh berjalan kearah selatan untuk menyebarkan Agama Islam yang di anutnya. Sembari membawa kayu, Sunan Geseng berpamitan kepada Kanjeng Sunan Kalijaga dan delapan anggota Wali Songo lainnya. Wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga kepada Sunan Geseng, disaat membawa kayu, Sunan Geseng tidak berhenti, apabila kelelahan dan terpaksa harus berhenti. Maka, di tempat pemberhentiannya beliau harus meletakkan kayu untuk mendirikan Masjid dan Pesantren. Tempat pemberhentian sunan Geseng berada di Desa Kleteran, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Di lokasi itulah sunan Geseng mendirikan Masjid, dan mulai menyebarkan dakwahnya. dan mendirikan Pesantren dengan sebutan Pondok Pesantren Sunan Geseng. Yang mulai ramai Sampai sekarang.
Hari hari yang ramai saat kujungan ke makam Sunan Geseng adalah hari jum'at kliwon dan selasa Kliwon. Lebih ramai dari pada hari hari biasanya.
Sumber : Disparpora, PEMKAB MAGELANG
Wallohu A'Alam Bissowab
|
Komentar
Posting Komentar