Komplek Candi Beodono
Pada bagian bawah cerat yoni tedapat hiasan dua ekor fauna berupa kura kura dan naga kobra. Di mana kura kura dalam posisi di atas kepala naga kobra. Dan diatas punggung kura kura menyangga cerat yoni. Kedua fauna tersebut memiliki alur ceritanya yang kental dengan perebutan tirta amarta di dalam samudera manthana. Antara kura kura sebagai jelmaan Dewa Wisnu dengan nama Kurma, yang merebutkan Tirta Amarta dengan Naga Kobra atau yang di sebut dengan Naga Basuki.
Kurma adalah awatara ( Jelmaan ) kedua dari dewa Wisnu yang berwujud kura kura raksasa. Awatara ini muncul pada saat satyayuga. Merebut Kitab Adiparwa. Kura kura terebut bernama akupa. Menurut berbagai kitab purana, wisnu mengambil wujud seekor kura kura ( Kurma ) dan mengapung di lautan susu ( kserasagara atau Kserarnawa ).
Didasar laut tersebut, konon terdapat harta karun dan tirta amartha yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para dewa dan asura berlomba lomba untuk mendapatkanya. Untuk mengaduk lautan tersebut, mereka membutuhkandan sebuah gunung yang bernama Mandara Giri. Yang digunakan sebagai alat untuk mengaduk isi lautan tersebut. Para dewa dan para asura mengikat gunung mandara giri dengan menggunakan lilitan tubuh dari Naga Basuki lalu memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung mandara giri dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat keatas. Setelah sekian lama pengadukan lautan, tirtha amartha tersebut berhasil didapatkan dan dewa wisnu pun mengambil alihnya.
Dikisahkan tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran mandara giri yang terdapatat dalamm kitab adiparwa. Dikisahkan pada zaman satyayuga, para dewa dan asura ( rakshhasa ) bersidang di puncak gunung Mahameru, untuk mencari cara supaya mendapatkan tirtha amartha. Yaitu, air suci yang dapat mrmbuat hidup menjadi abadi ketika meminumnya. Sang Hyang Narayana ( Wisnu ) berkata Kalau kalian menghendaki tirtha amartha tersebut, aduklah lautan ksera ( Kserasagara ), sebab di dalam lautan itu terdapat tirtha amartha.
Terdapat sebuah gunung bernama mandara ( Mandaragiri ) di sangka dwipa ( Pulau sangka ). Ketinggian gunung tersebut mencapai sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat ijin dari dewa samudera, gunung mandara dijatuhkan ke laut ksera sebagai tongkat atau alat untuk mengaduk lautan tersebut. Seekor kura kura atau kurma raksasha bernama akupa, yang di ceritakan sebagai jelmaan wisnu, menjadi menjadikan cangkangnya sebagai penopang dasar pangkal gunung tersebut. Dia sang akupa sudah menahan gunung mandara supaya tidak tenggelam ke dasar lautan.
Naga basuki dipergunakan sebagai tali untuk membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya, supaya gunung mandara tidak melambung ke atas. Setelah siap, para dewa dan asura mulai memutar gunung mandara dengan menggunakan naga basuki sebagai talinya. Para dewa memegang ekornya, sedangkan para asura memegang kepalanya. Mereka saling berjuang dengan hebatnya untuk mendapatkan tirtha amartha, sehingga laut bergemuruh dan menciptakan gelombang yang dahsyat. Gunung mandara menyala, naga basuki menyemburkan bisa yang membuat asura kepanasan. Lalu dewa indra memanggil awan mendung dan menciptakan hujan yang kemudian mengguyur para asura. Lemak segala binatang dari gunung mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan ksera mengental, pemutaran gunung Mandara pun semakin di perhebat. Saat laut di aduk, racun yang mematikan yang disebut dengan hala hala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala macam makhluk hidup. Dewa siwa kemudian meminumnya, sehingga membuat lehernya menjadi biru dan disebut dengan Nilakanta. Dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti, Nila merupakan warna biru, sedangkan Kantha artinya tenggorokan.
Setelah itu, berbagai dewa dewi, binatang, dan apsara apsari, kaum bidara bidari dari kayangan, Kostuba merupakan permata yang paling berharga dunia. Uccaiswara kuda para dewa, Kalphawreksa yaitu pohon yang dapat mengabulkan keinginan, Kamandhenu sapi pertama dan ibu dari segala sapi. Airawata kendaraan dewa indra, Laksmi dewi keberuntungan dan kemakmuran. Akhirya keluarlah Dhawantari membawa kendi besi berisi tirtha amartha. Karena para dewa sudah banyak yang mendapatkan bagian, sementara para asura tidak dapat bagian sedikitpun. Maka, para asura ingin supaya tirtha amartha menjadi milik mereka. Dengan berbagai macam dan berbagai cara dari fihak asura. Akhirnya, tirtha amartha berada di pihak para asura. Dan Gunung mandara di kembalikan ketempat asalnya, yaitu sangka dwipa.
Melihat tirtha amartha di tangan para asura, dewa wisnu memikirkan bagaimana cara merebutnya kembali. Akhirnya dewa wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita memiliki paras yang sangat cantik bernama Mohini. Wanita cantik tersebut mendekati para asura. Dan mereka sangat senang dan terpikat atas kecantikan paras dari Mohini, yang merupakan jelmaan dari dewa wisnu. Karena tidak sadar akibat dari tipudaya, mereka menyerahkan tirtha amertha kepada Mohini.
Setelah mendapatkan tirta amertha, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya menjadi dewa wisnu kembali. Melihat akan hal itu, para asura menjadi marah dan murka. Kemudian terjdilah perang antara dewa dengan asura. Pertempuran terjadi dengan sangat lama, karena di antara keduanya, sama sama sangat sakti. Agar pertempuran dapat segera di akhiri, dewa wisnu mengeluarkan senjata cakra yang mampu menyambar nyambar para asura. Kemudian mereka lari tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amartha berada di fihak para dewa.
Para dewa kemudian terbang ke wisnu loka, yaitu kediaman atau singgasana dewa wisnu. Dan disana mereka meminum tirta amartha dan hidup di dalam keabadian. Seorang asura yang merupakan anak dari Wipracitti dengan sang singhika mengetahui akan hal itu. Kemudian mereka mengubah wujudnya menjadi dewa dan turut serta meminum tirta amartha tersebut. Hal itu di ketahui Dewa Aditya dan Dewa Chandra. Kemudian ke dua dewa tersebut melaporkan kejadian itu kepada dewa wisnu. Kemudian Dewa Wisnu pun menjadi murka dan marah, mendengarkan laporan mengenahi penyaaran asura, yang ikut masuk dan berkupul di singgasananya. Dewa Wisnu mengeluarkan senjat cakra dan memenggal leher sang asura. Tepat ketika asura meminum tirtha amertha baru mencapai tenggorokannya dan belum sempat tertelan hingga ke perutnya. Sang Wipracitti dengan Sang Singhika marah, ketika puteranya terpenggal kepalanya akibat senjata cakra milik dewa wisnu memenggal kepalanya. Kemarahan itu justru di tujukan kepada kedua dewa yaitu dewa aditya dan dewa candra. Keua orang tua dari sura tersebut mengucapkan sumpah serapahnya. Akan memakan mereka pada pertengahan bulan. Sehingga terjadilah fenomena gerhana bulan dan Gerhana matahari.
sumber Sanyas Dharma
Nah itulah Sepenggal cerita tentang perebutan tirtha amartha, yang terpahat dalam rangkaian hiasan yg terdapat pada bagian cerat bawah yoni berupa naga basuki dan kura kura sebagai awatara wisnu.
Komentar
Posting Komentar