PUSAT BANGUNAN CANDI ITU SUDAH KETEMU

 Candi Bata Merah Kedungjati, Kabupaten Grobogan

Ini merupakan blusukan kita yang ke dua kalinya di Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Sebuah wilayah yang di penuhi dengan tanaman jenis jati. Kedungjati tidak hanya meninggalkan jejak masa kolonial saja. Kala itu saya berfikir, mungkin tinggalan arkeolog semacam Benda Cagar Budaya tinggalan hindu clasik hampir tidak nampak mungkin juga hampir tidak ada. Ternyata pemikiran saya itu salah, pada postingan awal saya. Ternyata, tinggalan arkeolog itu memang benar adanya.

Kabar dari seseorang yang memiliki pekerjaan memancing. Sebut saja pencari ikan, memberitahukan tentang keberadaan dan keadaan situs. Yang berada di sebuah aliran sungai besar, diwilayah kecamatan kedungjati dengan keadaan yang memprihatinkan bagi kami. Merencanakan untuk blusukan ke lokasi pun, kita rancang waktu dan agendanya. Maka dari itu, pada awal pertengahan bulan, kita mulailah atau kita berangkat dengan ketetapan tanggal yang sudah kita tentukan.

Setelah kita blusuki ternyata, situs tersebut adalah benda cagar budaya dan merupakan bagian terrpenting dari bangunan candi. berupa satu yoni, dua buah lingga dan tuju belah batuan bata merah kuno yang sudah tidak utuh lagi. yoni dalam keadaan terbalik, lingga yang satu patah pada bagian pengunci, lingga yang satunya masih utuh, dan batu bata merahnya saling tersebar di seputaran lokasi di pinggiran sungai.    

Yoni Kedungjati

Pada postingan awal, kita mulai panik dengan melihat keadaan tersebut. Dan kita sudah berusaha mengumpulkan benda cagar budaya tersebut. Sedangkan untuk segi penyelamatan sementara kita tidak berani melangkah kedepan. Dalam arti, harus mengikuti tata cara yang sudah di tetapkan oleh Perundang undangan yang memberitahukan tentang pemindahan benda cagar budaya tersebut. Mulai dari surat menyurat tentang laporan, di lanjut dengan pemindahan. Semua itu sudah kita lakukan pada tanggal 10 maret 2023.

Setelah blusukan awal kita akhiri, selang enam bulan lamanya, pemikiran yang kita duga akhirnya terjadi pada BCB tersebut yaitu, dengan adanya hujan lebat, dan luapan air sungai yang sudah kita gambarkan pada postingan awal. Memungkinkan benda cagar budaya tersebut akan larut terbawa arus sungai atau banjir.

Sedangkan yoni dalam dugaan, yang beratnya hampir mencapai 100 kg saja bisa hanyut dari titik temu awal, apalagi hanya sekedar dua buah lingga dan bata merah yang beratnya hanya mencapai kurang dari 20 kg saja. Antara pindah tempat yang jauh, atau masih di lokasi titik temu awal, lalu tertimbun lumpur, kita juga belum tau. Akan tetapi,  kita bisa membayangkan, jika yoni seberat dalam dugaan mencapai 100 kg bisa pindah tempat sejauh kurang lebih 10 meter, apalagi dua buah lingga dan batu bata merahnya.

Komponen Batu Cani

Seperti pada Up loadtan yang pertama, dugaan bangunan candi tersebut berpusat diatas bukit, yang akhirnya terkena longsor karena dampak dari aliran banjir yang lumayan cukup besar ketika hujan lebat datang. Sehingga menyebabkan bagian terpenting bangunan candi dan beberapa material ikut larut terbawa longsoran tanah. Jika kita amati, dinding tebih yang membentang di sepanjang sungai tersebut adalah kontur tanah yang labil. Tidak heran ketika banjir besar datang, akan melarutka tanah dan membawa beberapa material yang berada di atasnya.

kita pun memutuskan untuk mengadakan pendakian ke bukit tersebut, untuk memastikan kebenaran letak awal material candi. Baru sampai di tengah tengah perjalanan, kita sudah bisa melihat batu bata merah walupun sudah tidak utuh lagi. Akhirnya, kami pun semakin penasaran, untuk melanjutkan pendakian sampai ke puncaknya. Baru beberapa langkah saja, kita menemukan sebaran yang di duga pecahan gerabah yang berbahan baku tanah liat yang di bakar, dan pecahan guci yang berbahan dasar dari keramic. Berlanjut sampai kepuncak, bongkahan demi bongkahan batu bata merah berhasil kita temukan, hingga pada akhirnya, temuan itu berlanjut dengan material bata merah yang masih utuh, berada di dinding tebing bekas longsor.

Sebenarnya menurut saya pribadi, tentang bangunan Candi di wilayah kedungjati memiliki cerita kusus. Ciri kas cerita tersebut selalu di kaitkan dengan penyebutan tokoh Anggota Wali Songo yang di kenal dengan sepak terjang beliau di dunia dakwah, beliau bernama Kanjeng Sunan Kalijaga. Dan cerita itupun sudah beredar dan di kemas rapi di wilayah wilayah yang secara umum sudah kita kunjungi atau kita blusuki.

Apalagi temuan banggunan tersebut menggunakan batu bata merah, semakin yakin dan kental cerita rakyat yang selalu mengkaitkan dengan tinggalan masa kejayaan kerajaan Majapahitan atau bangunan masjid yang wurung, sebelum ada kajian atau penelitian lebih lanjut. Di balik semua itu ternyata ada maksud tertentu yaitu, termasuk cara melindungi warisan leluhur Nusantara.

Kalau dugaan saya pribadi, bangunan candi tersebut tidak berdiri sendiri. Melainkan, bangunan candi tersebut lebih dari satu bangunan. Setidaknya bangunan candi induk dan bangunan candi perwara.

Jika ada pertanyaan, kenapa dugaan abang yang ganteng satu ini kuat sekali, sedagkan kondisi bangunan belum berwujud dan belum pernah di adakan eskavasi. Jawaban saya, kalau sekedar dugaan bolehkan, karena kuatnya dugaan bisa menguatkan antara dugaan tersebut benar benar kuat atau dugaan lemah. Silahkan nanti di cocokan dengan analogika masing masing ya.

Dugaan saya yang pertama, pada postingan awal, bagian terpenting bangunan candi ada dua pasang antara dua lingga dan dua yoni, walaupun secara fakta dilapangan, yoninya yang satu belum nampak atau belum kelihatan sama sekali. Kuat dugaan saya kenapa yoni ada dua, karena tidak mungkin jika keberadaan lingga ada dua lalu yoninya cuma satu saja, dan tidak mungkin jika satu yoni di tancapkan dua buah lingga. Sedangkan, lubang pengunci lingga yang terdapat pada penampang atas bagian yoni hanya satu saja.

Bangunan candi itu tidak sama, seperti halnya bangunan candi pada umumnya, yang memiliki badan, atap yang lengkap dengan ragam hias seperti kemuncak atau ratna. kalau menurut saya pribadi, bangunan candi tersebut hampir memiliki kesamaan dengan bangunan candi kimpulan yang berada di dalam Fakultas UII jogjakarta. Bangunan candi tersebut berbentuk punden dengan satu teras saja, dengan atap yang terbuat dari rangkaian ijuk, yang di sangga dengan 4 sampai 8 soko guru penyangganya. Memiliki tiga tajuk yang terdiri dari tajuk utama bagian bawah, tajuk ke dua terdapat pada bagian tengah dan tajuk ke tiga yang terdapat pada bagian atas sendiri, menyerupai bangunan piramida. Dan dilengkapi pagar yang mengelilingi bangunan candinya.

Ketika bangunan candi tersebut terkena bencana alam, yang jalas terlihat rusak, kemudian hilang, hanya bagian soko guru dan atap yang berbahan tumbuh tumbuhan. Untuk bagian pundenya masih bisa terlihat denahnya. Karena berbahan benda padat dan keras, Yang memungkinkan ketahanan material tersebut bisa tahan lama.

Jadi, menurut saya pribadi, bentuk bangunan candi yang berada di kedungjati, tidak beda jauh dengan bentuk bangunan candi kimpulan. Yang memiliki komponen soko guru berbahan kayu dan penutup atap terbuat dari ijuk menyerupai bangunan pendopo. Hanya saja, yang membedakan kedua bangunan tersebut adalah bahan materialnya. Jika bangunan candi kimpulan menggunakan material batuan andesit. Maka, bangunan candi yang berada di kedungjati menggunakan batu bata merah.

Apa mungkin, dulu bangunan candi yang berada di kedungjati itu sangat komplit mas .. ??? Dan kemungkinan, panel panel yang lain sudah terbawa arus banjir saat mendapati lokasi tersebut terkena longsor .. ???

Oke, saya jawab dengan analisa saya pribadi.

Pada dasarnya, banguna candi yang normal yang sama seperti pada umumnya, Jumlah komponen terbanyak adalah kemuncak atau ratna dan antefiks. Untuk antefiks, yang dijadikan penghias bagian atap maupun elasar, sedangkan kemuncak atau ratna, yang din jadikan sebagai penghias atap. Dan itu tidak cuma satu saja, melainkan lebih dari 10 panel. Jika memang bangunan candi tersebut normal, sama seperti komplek ke 3 gedong songo, setidaknya ada kisaran 32 antefiks dan 16 panel kemuncak di tambah 2 buah mercu bagian puncak paling atas. Seharusnya menyisakan bagian bagian yang saya sebutkan.

Karena selama atau sedetail kita blusukan sampai dua periode, satupun kita tidak pernah menjumpai panel antefiks, kemuncak atau ratna yang di jadikan ragam hias pada bangunan atap candi.

Dan jika bangunan candi tersebut memang konstruksinya sama dengan bangunan candi kimpulan berarti minim antefiks, dan komponen kemuncak atau ratna hampir tidak ada.

Bagai mana menurut ngantum .. ???




Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI