BANGUNAN EXOTICE YANG TERSEMBUNYI

 CANDI DUKUH BANYUBIRU, CANDI BRAWIJAYA

Rawaboni, merupakan salah satu desa dari 10 desa yang berada di kecaatan banyubiru, kabupaten semarang. Desa rawaboni berada di ujung paling timur di kecamatan banyubiru, yang berbatasan langsung dengan rawapening dan kecamatan tuntang. Kecaatan banyubiru yang berada di wilayah kabupaten semarang, merupakan salah satu kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam. Sebut saja potensi dari rawa pening, mata air muncul, dan beberapa perbukitan yang berada di wilayahnya. Potensi yang seperti itulah, yang membawa kecamatan banyubiru sebagai kawasan pengembang  agriwisata. Keberadaaan berbagai pariwisata di dalamnya telah membawa banyubiru menjai sebuah kecamatan yang berlabel wisata.

Selain itu, kecamatan banyubiru juga tercatat dalam buku sejarah perjuangan bangsa indonesia kala itu. Memiliki peranan penting dalam perkembangan sejarah, dengan adanya peristiwa pertempuran Ambarawa pada tahun 1945. Suatu peristiwa yang selalu di kenang oleh bangsa indonesia di seluruh tanah air.

Selain sejarah pertempuran Ambarawa, Banyubiru termasuk tempat yang memiliki potensi tinggalan sejarah pada masa kerajaan Mataram Hindu. Dengan bukti arkeologi berupa bangunan kuno berwujud candi, Sendang kuno, dan makam kuno Pada masa Kasultanan Mataram Islam.

Dari pribadi saya, ada yang sangat menarik untuk di kaji, Sebuah bangunan Hindu yang terkenal dengan sebutan Candi Dukuh. Bangunan candi ini sangat tersembunyi. Mungkin belum banyak yang tau tentang keexotice_an bangunan cndi ini. Bangunan Yang memiliki ragam hias yang mempesona, ornamen ornamen yang di pahat dengan hasil yang sangat halus dan sempurna. 

Candi Dukuh

Candi dukuh terletak di desa Rawaboni, kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Keberadaan Candi ini, berdiri diatas puncak bukit tepi rawa pening. Candi yang menghadap ke timur ini, juga di kenal dengan sebutan Candi Brawijaya. Karena, bangunan Candi ini di duga tempat yang digunakan Raja Majapahit akhir melakukan perjalanan Spiritualnya yaitu bertapa. Sebelum Raja Brawijaya V melanjutkan perjalanannya ke Gunung Lawu. Bahan baku bangunan candi ini menggunakan material batu andesit. Yaitu, material batu yang di pergunakan untuk membangun komplek percandian di daerah Magelang, Klaten dan Sleman

Kala itu, BPCB Jawa Tengah mengadakan pemugaran candi dukuh pada tahun 2011. Pada saat pembongkaran material komponen tangga, pada kedalaman 20 - 40 cm, menemukan peripih berisi lempengan logam emas yang di gunakan untuk unsur senyawa bangunan candi. Berarat total temuan emas tersebut 4,1 gram. Dan tempat temuan emas tersebut tidak insitu lagi. Karena, pada saat di lakukan penggalian di sumuran, sudah tidak di temukan peripih lagi. Hanya bekas tanah galian yang berada disisi utara dan sisi barat. Di duga, sebelum di adakan eskavasi oleh dinas terkait, bangunan candi tersebut pernah di gali dan dijarah peripihnya, yang berada tepat didalam sumuran candi, posisi ditengah tengah bangunan candi.

Candi Dukuh

Pada saat di lakukan eskavasi, bangunan candi ini hanya menyisakan selasar atau kaki candi saja. Untuk bagian tubuh dan atap candi juga di temukan namun, dalam kondisi tidak lengkap lagi. Berdasarkan konstruksi sementara bangunan candi dukuh bisa berdiri tanpa bagian atap yang menaunginya. Jika kita melihat, pada bagian tubuh atau badan candi, sudah banyak sekali material tambal sulamnya, dengan tujuan, untuk melengkapi beberapa komponen material candi yang rusak atau hilang. Bangunan candi dukuh ini, hapir memiliki kesamaan dengan bangunan candi gedong songo komplek percandian pertama.

Sebenarnya, kunjungan saya ke candi dukuh ini tidak hanya sekali saja. Entah kenapa, setiap datang ke lokasi candi tersebut, saya merasakan ada inpirasi yang baru. Terpesona dengan ragam hias dan detailnya pahatan yang diciptakan oleh leluhur kita pada masa itu. Sempatkah terbayang dalam fikiran kita, bagai mana cara leluhur menciptakan pahatan sedetail itu. Padahal tanpa menggunakan mesin yang moderen, tanpa adanya listrik, tanpa adanya alat pemotong batu dan alat alat pendukung lainnya. Coba kita lihat pahatan detail  ornamen yang terdapat pada bagian tertentu. Pada bagian Selasar atau kaki candi, pada bagian Badan candi dan pada relung kulit luar penempatan arca.

Bangunan candi terbagi menjadi tiga tingkatan

Yang pertama Selasar atau kaki Candi disebut juga dengan Bhurloka atau dunia bawah. Di mana dunia tersebut merupakan tempat kehidupan manusia atau tempat gambaran manusia di alam dunia. Di bagian tengah selasar terdapat sumuran untuk menempatkan peripih yaitu keping kepingan logam mulia, batu mulia, dan biji bijian, yang di tempatkan dalam wadah tertetu dan menjadi media para dewa untuk merasukan zat zat kedewaan atau unsur senyawa sebuah bangunan.

Yang kedua, Badan Candi atau Bhuvarloka, yaitu dunia tengah, tempat kehidupan manusia yang telah disucikan. Di dalam tubuh candi terddapat sebuah ruangan, tepatnya di atas sumuran ditempatkan arca dewa atau obyek pemujaan lainya seperti Lingga dan yoni.

ada atap bangunan candi, yang di sebut dengan Svarloka yaitu Dunia atas , tempat kehidupan atau hunian para dewa. Sehubungan dengan bagian bagian Candi maka, candi dengan gaya seni bangunan tua dapat di kenal dengan profile kakinya. Profile tersebut berupa susunan bingkai datar ( pelipit ), Bingkai sisi genta ( ojife ) dan bingkai belah rotan ( halfround ).


Makara Candi Dukuh


Makara Candi Dukuh

Jika kita urutkan dari kaki candi, mulai dari depan, terdapat dua buah makara yang di fungsikan sebagia hiasan pipi tangga bangunan candi.

Makara bisa kita jumpai salah satu unsur komponen pada bangunan suci. Makara di buat selain untuk memperindah bangunan, umumnya memiliki filosofi yang berkaitan dengan makna simbolik. Makara pada bangunan candi digambarkan berwujud makhluk mitologi berupa kombinasi dua ekor binatang yaitu gajah dan ikan yang di kenal dengan sebutan gajah mina dengan variasi tertentu yang digabarkan dengan mulut terbuka dan lebar. Makhluk yang terdapat di dalam mulutnya berfariasi, ada yang berupa raksasa, makhluk gana, ular atau bahkan kosong.

Makara biasanya di pahatkan bersama sama dengan kepala kala. Panel Makara ini di letakan pada bagian pintu masuk baik di kanan kiri bagunan candi atau di ujung pipi tangga, sedangkan kepala kala di letakan pada bagian ambang pintu atau relung candi.

Makara berasal dari bahasa sansekerta yang berarti Naga Laut, dalam mitologi hindu / buddha, makara merupakan gabungan dau makhluk ( hewan ) bagian depan biasanya berwujud gajah/ rusa dan bagian belakangnya di gambarkan sebagai hewan air yang berwujud ikan.

Sebagai makhluk air, makara di konotasikan dengan air yang membawa kehidupan, kesuburan serta tumbuh tumbuhan. Namun, makara tidak sepenuhnya di anggap baik dan memiliki aspek hewan buas, liar dan mengancam. Kedua aspek ini berkembang dari asosiasi makara dengan dewa dewi air, yang memiliki aspek serupa. Sejak zaman weda indian kuno, makara dikenal sebagai wahana dewa baruna yang menguasai sungai dan samudera.

Dewa Baruna yang menguasai samudera memiliki konotasi ketidak tahuan, alam bawah, dan kegelapan sebagai cermin keluasan dan kedalaman air samudera yang tidak terjamah oleh masyarakat india kuno. Sebagai wahana baruna, makara pun di konotasikan sebagai makhluk laut misterius yang segala aspeknya tidak dapat di mengerti oleh manusia biasa.

Makara juga di sebut sebagai wahana dewi gangga, personifikasi sungai suci gangga. Meski dewi gangga di gambarkan sebagai tokoh yang welas asih dalam satra india, sungai gangga sendiri kerap membawa banjir yang menghancurkan hunian manusia dan di huni oleh banyak buaya yang di takuti oleh masyarakat india kuno.

Memasuki abad 2 masehi, makara juga di asosiasikan sebagai simbol Pradyumna, putera basudewa kresna yang merupakan salah satu perwujudan kresna. Ssalah satu gelar Pradyumna yang di temukan dalam salah satu kitab Hariwangssa adalah Makaradhwaja yang kurang lebih berarti " ia dengan panji makara ". Dalam beberapa bagia mahabarata, makara di asosiasikan Pradyumna serta Kamadewa, mensugestikan bahwa keduanya merupakan tokoh yang sama.

Dalam astrologi hindu, makara juga merupakan salah satu bintang yang setara dengan Zodiak caprikorn serta nama bulan dalam kalender hindu India. Terdapat kesinambungan serupa antara makara dan caprikorn, yang dalam sejumlah depiksi sering kali di gambarkan sebagai hewan campuran yang bagian belakangnya memiliki badan ikan sebagai makara.

Makara pada bangunan candi dukuh ini, tidak sama dengan keterangan di atas. yang seharusnya dalam pahata tersebut, seharus sama dengan bentuk rupa maupun wujudnya. Karena, jika kita amati secara seksama, panel makara yang terpasang pada banguna candi dukuh memang ada dua atau satu pasang, terlihat jelas berbeda dari ukuran dan pahatannya. Apakah mungkin, bangunan candi dukuh tidak berdiri sendiri. Dalam arti, ada bangunan candi lainya, selain candi induk, candi yang masih berdiri sampai saat ini, Mungkin dulu sempat berdiri bangunan candi perwara atau candi apit.

Relief Kala Candi Dukuh

Kala

Kita beralih ke badan atau tubuh bangunan candi.
Panel kala yang terdapat pada bangunan candi dukuh ada empat
yang 1, Panel kala yang terdapat pada ambang pintu utama bangunan candi
yang ke 2. Panel kala yang terdapat pada bagian relung kulit luar bangunan candi berjumlah tiga panel.

Panel kala bagian relung sisi Utara, yang di huni sebuah arca Durga Mahisasuramardini.

Panel kala relung sisi brat, yang di huni sosok arca Ganesha
Panel kala sisi selatan, yang di huni oleh sosok Rsy Agastya.

Dalam ajaran agama Hindu kuno, Kala adalah putera dewa siwa, yang berarti dewa penguasa waktu. Kala berasal dari bahasa sansekerta yang artinya waktu. Dewa kala biasanya di sibulkan sebagai raksasha yang berwajah menyeramkan. hampir tidak menyerupai sosok dewa. Dalam filsafat hindu, kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat melawan hukum karma. Jikalau memang sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia fana, maka pada saat itu pula, kala akan menjemputnya. Jik ada yang bersi keras untuk hidup lebih lama dengan kemauannya sendiri, maka ia akan di binasakan oleh kala. Oleh sebab itu, wajah kala selalu enakutkan. Kala selin berarti waktu juga berarti hitam, bentuk feminimya adalah kali. Dalam satuan waktu tradisional hindu, satu kala 144 detik.

Dalam kitab kala tattwa di ceritakan, pada saat dewa siwa sedang bejalan jalan dengan dewi Uma di tepi laut. Air mani Dewa Siwa menetes ke air laut ketika melihat betis dewi uma karena angin berhembus menyingkap kain sang dewi. Dewa Siwa ingin mengajak dewi uma untuk berhubungan badan, tetapi sang dewi menolaknya, karena prilaku sang dewa siwa yang tidak pantas dengan prilaku dewa dewi di kahyangan.  Air mani dewa siwa menetes kelaut kemudian di temukan oleh dewa brahma dan wisnu. Benih tersebut kemudian di beri japa mantera.  Dari benih serang dewa tersebut, lahirlah sesosok raksasha yang menggeram geram menanyakan siapa orang tuanya. Atas petunjuk dari dewa brahma dan dewa Wisnu, raksasa itu mengetahui bahwa Dewa Siwa dan Dewi uma adalah orang tuanya.

Sebelum dewa siwa mengakui raksasa tersebut sebagai anaknya, terlebih dahulu dia harus memotong taringnya yang panjang agar dapat melihat wujud seutuhnya.. Pada akhirnya syarat tersebut dipenuhi. Sang raksasha dapat melihat wujud orang tuanya seutuhnya. Sang raksasha di berkati oleh dewa siwa dan di beri gelar Bhatara kala. Untuk menghormati hari kelahirannya, Dewa Siwa memberikan anugerah hahwa Bhatara kala boleh memakan orng yang lahir pada hari Tumpek Wayang. Secara kebetula, Dewa kumara, juga lahir pada hari tumpek wayang. Sesuai snugerah Dewa Siwa, Bhatara kala boleh memakannya. Namun atas permohonan dewa siwa, Bhatara kala boleh memakan adiknya, kalau adiknya sudah besar. 


Relief Candi Dukuh

Kesempatan itu di gunakan oleh dewa siwa. Ia menganugerahi dewa kumara agar selamanya menjadi anak anak. Dan akal akalan itu di ketahui oleh Bhatara kala. Akirnya dia tidak sabar lagi, dan dewa kumara dikejar. Dalam pengejarannya, Bhatara kala bertemu dengan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Mereka pun akan di makam oleh Bhatara kala sesuai dengan janjinya Dewa siwa. Namun mereka memberinya teka teki terlebih dahulu yang harus di pecahkan oleh Bhatara kala jika ingin emakan mereka. Batas waktu menjawabnya ketika matahari condong ke barat. Akhirnya Bhatara kala tidak bisa menjawab teka teki itu, dan matahari pun sudah mulai condong ke barat. Maka, habislah waktunya unntuk memakan ewa siwa dan dewi uma. Karena tidak bisa memakan mereka, Bhatara kala elanjutkan pengejarannya mencari dewa kumara.

Setelah lama dalam pengejaran, akhirnya kelelahan dan menemukan sesajen yang di haturkan oleh sang hamangku dalang yang sedang bermain wayang. Karena haus dan lapar, sesajen itu di lahapnya sampai habis. Akhirnya terjadilah dialog dengan sang hamangku dalang dngan Bhatara kala, meminta agar segala macam sesajen yang di makan untuk di muntahkan kembali. Bhatara kala tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Sebagai gantinya, dia tidak akan memakan orang yag lahit pada hari tumpek wwayang, jika sudah menghaturkan sesajen menggelar wayang atau yang di sebut dengan Sapu Leger.

Jika menurut pewayangan jawa, di ceritakan Batara Guru dan Istriya, Dewi Umma terbang menjelajah dunia dengan mengendarai lembu andini, dalam perjalanannya karena terlena, maka Bhatara Guru bersenggama dengan Istrinya di ats kendaraan Suci Lembu Andini, sehingga dewi Uma hamil. Ketika pulang dan sampai di kahyangan, Bhatra Guru kaget dan tersadar atas tindakanya melanggar larangan itu. Seketika itu, Bhatara Guru marah kepada dirinya dan dewi Uma, dia menyumpah nyumpah bahwa tindakan yang di lakukannya seperti tindakan buto atau Rakshasa. Karena perkataanya Mandi dalam bahasa jawa, atau menjadi kenyataan. Maka, seketika itu juga Dewi Uma yang sedang Mengandung berubah menjadi rakshasa. Bhatara Guru kemudian mengusirnya darikahyangan Jonggrinsalaka dan menempati kahyangan baru yang di sebut dengan Gondomayit.
 

Relief Candi Dukuh

Hingga pada akhirnya, dewi uma yang berubah menjadi rakshasa itu terkenal dengan sebutan Bhatari durga. Setelah itu dia melahirkan anaknya, yang ternyata juga berwujud sosok rakshasa dan di beri nama kala. Namun pada perkembangan selanjutnya, Bhatara kala menjadi istri dewi Durga, karena di dunia rakshasa tidak mengenal norma norma perkawinan. Dari perkawinan mereka di karunia anak yang di beri namaBhatara Dewasrani.

Dewasrani mengalami cacat genetik akibat hubungan sedarah. Sebenarnya Dewasrani memiliki fisik rakshasa seperti kedua orang tuanya, tetapi fisiknya terlahir tampan dan sempurna layaknya sesosok dewa. Bhatara kala dan Dewi Durga selalu membuat onar di madyapada ( bumi ) karena ingin membalas dendam kepada para dewa pimpinan Bhatara Guru. Bhatara Dewasrani memiliki sifat sama dengan kedua orang tuanya yang suka berbuat segelintir keonaran dan kekacauan.


Relief Kala Relung Candi Dukuh

Karena Hyang Guru Khawatir kalau kahyangan rusak. Maka Bhatara Guru mengakui kalau kala adalah anakanya. Maka di beri nama Bhatara Kala. Seketika Bhtara KAla meminta makan, Bhatara Guru pun memberikan makanan tetapi di tentukan

1. Orang yang mempunyai anak satu yang di sebut Ontang Anting.
2. Pendawalima, anak laki laki semua atau anak lima puteri semua
3. Kedono Kedini, anak dua laki laki, dan yang perempuan di jadikan makanan Bhatara Kala.


Relief Penjaga Pintu Candi Dukuh
Nandiswara

Untuk menghindari jadi mangsa Bhatara Kala, harus di adakan upacara Ruwatan. Maka, untuk lakon lakon seperti itu di dalam permainan wayang disebut lakon murwakala atau lakon ruwatan. Di dalam lako pewayangan, Bhatara Kala selalu makan para pandawa karena dianggapnya, pandawa aalah ontang anting. Namun, karena pandawa sealu di dekati oleh titisan Dewa Wisnu, yaitu Bhatara Krisnha. Maka, Bhatara Kala selalu tidak berhasil memakan Para Pandawa.

Demikian kisah cerita terlahirnya Bhatara kala, di ambil dari kisah pewayangan dan beberapa kitab yang menerangkan mitologi hindu kuno.

Berikutnya kita akan mengenal pahatan relief yang terdapat pada bangunan candi dukuh.

Jika kita mengacu pada panel relief bagian struktur bangunan candi,  keterangan cerita dan fungsi sudah dijelaskan di atas.

Kebanyakan relief yang terpahat pada bagian Bhurloka atau kaki candi, bertemakan flora atau tumbuh tumbuhan yang menjalar. Bunga berbingkai seperti ceplok piring, bunga matahari dan bunga melati. Sama halnya dengan panel antefiks yang di fungsikan sebagai ragam hias bangunan candi yang terdapat pada selasar bagian tengah dan bagian sudut.

Tidak jauh beda dengan bagian bagian dinding kaki candi, relief tersebut mengambil tema dari flora atau tumbuhan yang mungkin berada di kawasan candi tersebut. Sebab dengan demikian, secara tiddak langsung, gambaran kehidupan pada masa itu sudah di ceritakan lewat detailnya relief relief tersebut, terkecuali pahatan pahatan tertentu, yang benar benar memiliki keterkaitan dengan pemujaan Dewa siwa seperti Makara, kala, Lingga Yoni atau media Arca dewa dewi lainnya yang menepel pada dinding luar bangunan Candi. Yang memang secara keharusan arca tersebut merupakan sibolis dari sekte siwa. Yang memiliki fungsi atau tugas masing masing untuk menjaga arah mata angin yang berbeda.

Arca Mahakala dan Nandiswara, dalam mitologi hindu kuno, kedua arca tersebut memiliki tugas yang sama sebagai penjaga pintu bangunan candi, keberadaan kedua arca tersebut di samping kanan dan samping kiri pintu utawa dan bernaung di dalam bangunan bilik. Arca mahakala berada di sebelah kiri dan arca nandiswara berada di sebelah kanan, jika posisi kita akan masuk ke ruangan candi utama.

Arca Durga Mahisasuramardini, menjaga arah mata angin selatan, jika bangunan candi tersebut menghadap ke arah mata angin timur.
Arca Ganesha, Menjaga arah mata angin sebelah barat dan arca agastya yang menjaga arah mata angin di sebelah utara.


Relief Candi Dukuh


Relief Candi Dukuh

Antefiks Sudut Candi Dukuh

Antefik Candi Dukuh


Relief Candi Dukuh

Keindahan banguanan candi dukuh, sebenarnya tidak lepas dari motif motif pada relief. Hampir menghiasi keseluruhan bangunan candinya, Motif sulur gelung, berupa tumbuh tumbuhan berbentuk naturalis yaitu, lingkaran dengan bunga di tengahnya, di selingi pembatas antara lingkaran berupa tumbuhan menjurai ke bawah. Lingkaran lingkaran tersebut saling berkaitan, sejajar horizontal, mengelilingi bagian bawah sisi luar kaki candi.

Relief Candi Dukuh

Bentuk tirai dengan motif bunga ceplok piring di bagian tengahnya, terdapat pada bagian selasar atau kaki candi. Ceplok piring merupakan hiasan bunga yang di jadikan identitas bangunan candi jawa tengahan. Sebagai penghias untuk menambah unsur setetik.

Relief Candi Dukuh
 
Ragam hias tumbuh tumbuhan, merupakan pola kertas tempel terdapat pada bagian sisi luar bangunan candi. Dan panel ini berada di bagian selasar atau kaki candi.


Relief Candi Dukuh


Candi Dukuh

Banyak hal yang harus kita petik dari leluhur kita. Telah memberikan pesan pesan moral yang terpahat pahat pada dinding bangunan candi. Semua perilaku dan contoh yang baik, untuk melakukan perbuatan yang terpuji, banyak sekali telah di wwarissankan kepada kita. Walaupun kadang kala kita harus berjuang dan belajr untuk memahami pesan pesan tersebut. Tidak mudah memang, akan tetapi, jika kita ada kemauan ingin mengerti, di situlah perjalanan untuk mengetahui jati diri bangsa akan terbuka. Dan kita akan tau tentang bagai mana cara menghargai sesama manusia dan menghargai jerih payah leluhur kita.

Hingga pada sampai akhirnya, pelajaran hidup akan menuntun kita, bagai mana semestinya menghargai jerih payah perjuangan para Pahlawan yang gugur membela tanah air kita. Baru, di situlah, didalam hatimu akan tertanam jiwa nasionalis dan Patriotis yang besar dan membara. Jika menurutmu bagai mana .. ???





Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI