Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukan kemampuannya dalam bidang kepemimpinan dan berorganisasi. Soedirman sangat di hormati karena ketaatannya kepada agama Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, dan kemudian menjadi kepala sekolah , di sekolah dasar Muhammadiyah. Beliau juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya, dan menjadi pemimpin kelompok pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda,padatahun 1942, Soedirman tetap mengajar di sekolah dasar yang beliau tekuni. Hingga pada saatnya, pada thun 1944, beliau bergabung dengan PETA ( Pebela Tanah Air ) yang di sponsori oleh fihak Jepag. Lulus dari pendidikan peta, beliau menjadi atau mmenjabat Komandan Batalyon di Banyumas. Selama menjabat, beliau sesama rekannya, sama sama yang notabenya sebagai prajurit, melakukan pemberontakan hingga akhirnya di asingkan ke bogor.
Prestasi Prestasi yang beliau Raih
Pengabdian Kekaisaran Jepang pada tahun 1944 - 1945, itupun didasari karena beliau merupakan taruna PETA.
Hingga pada saat terjadi pemberontakan, dan beliau di buang ke Bogor, beliau mengabdikan diri ke Republik Indonesia mulai dari tahun 1945 - 1950.
Dinas beliau, cabang PETA 1944 - 1945, dan mengabdi di TNI Angkatan Darat 1945 - 1950, lama di kedinasan 5 tahun.
Sebagai Komandan Batalyon PETA Banyumas
Divisi V TKR ( Tentara Keamanan Rakyat )
Panglima Besar dari TKR dan Kemudian TNI
Aksi heroik dalam pertempuran
Perang dunia II
Perang Revolusi Indonesia
Pertempuran Ambarawa
Terlibat Perang Operasi Product atau Perang Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer Ke II pada tahun 1949, yang terkenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogjakarta.
Jabatan atau pangkat
Letnan
Letnan Kolonel
Letnan Jenderal
Hingga akhirnya di nobatkan sebagai Jenderal Besar pada tahun 1997
Penghargaan
Masuk Dalam Daftar Sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
Yang kedua
LetKol Gatot Soebroto
Gatot soebroto adalah salah satu pejuang militer Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau lahir pada 10 Oktober 1907 di Banyumas, Jawa Tengah Putera pertama dari Sajid Boedijoewono. Adalah tokoh perjuangan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan juga Pahlawan Nasional Indonesia.
LetKol Gatot Soebroto adalah salah satu tokoh penting dalam pertempuran Ambarawa. Peranan dalam pertempuran ambarawa, beliau di tugaskan sebagai juru taktik strategi dalam penyerangan tentara Inggris. Beliau menemani Kolonel Soedirmann untuk melawan tentara tentara asing. Pemilihan LetKol Gatot Soebroto sebagai bagian Pertempuran Ambarawa dilakukan setelah berhasil dibentuk Divisi V di Purwokerto.
Yang ke tiga
LetKol Isdiman
Kolonel Anumerta Isdiman Suryokusumo, Lahir pada tanggal 12 Juli 1913 wafat 26 November 1945 adalah Perwira Tentara Keamanan Rakyat atau ( TKR ). Komandan Resimen TKR Banyumas sekaligus Perwira menengah dalam sistim kemiliteran indonesia. Sebagai pahlawan nasional indonesia yang gugur di medan pertempuran diambarawa, semarang, jawa tengah.
Letkol Isdiman lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Ia pernah bersekolah di SMK Bojonegoro. Masa kecil Isdiman dihabiskan di Cianjur. Ambarawa adalah pusaka yang diperjuangkan Isdiman dan laskar pejuangnya. Ia sangat berperan dalam perang di Ambarawa. Ia adalah seorang kepercayaan Kolonel Soedirman untuk mengatur siasat pertempuran di Ambarawa. Ia memimpin para pejuang dalam perang di Ambarawa melawan Sekutu.
Pasukan Indonesia dibawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan kedua desa yang ingin dikuasai Sekutu. Namun, Letkol Isdiman malah terluka parah akibat serangan udara dan dibawa ke Magelang, tetapi Letkol Isdiman gugur saat perjalanan ke Magelang. Maka setelah gugur Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan LetKol M. Sarbini, segera mengadakan pengejaran terhadap mereka.
Letkol Isdiman dikenang sebagai spirit yang hidup dan menggetarkan jantung, memompa darah juang gerilyawan-gerilyawan muda. Saat ini nama Isdiman diabadikan di sebuah jalan di Purwokerto, yakni Jalan Overste Isdiman, atau yang kerap disebut dengan jalan Ovis.
Yang ke empat
Kolonel G.P.H Djatikoesoemo
Jenderal TNI ( Anumerta ) Purnawirawan Goesti Pangeran Haryo Djatikoesoemo adalah putera bangsa yang berdarah keraton, terlahir sebagai putera ke 23 dari susuhaan Pakubuwono ke X.
GPH Jatikusumo memulai karier militernya saat beliau mengikuti pendidikan militer pada zaman belanda yaitu di Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) akan tetapi di Tanggal 3 Maret 1942, Djatikoesoemo yang saat itu masih taruna CORO ditugaskan ikut bertempur melawan tentara Jepang di Ciater, Subang, Jawa Barat. sampai dengan Tanggal 8 Maret 1942 karena pada tanggal tersebut Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Tentara Jepang di Pangkalan Udara Kalijati
Setelah Belanda menyerah maka Djatikoesoemo pun mengikuti pendidikan militer yang bernama Jawa Boei Kanbu Giyugun Resentai dimana pendidikan tersebut diselenggarakan oleh Jepang di Bogor, Jawa Barat dengan tujuan melatih calon perwira Pembela Tanah Air Atau ( PETA ). Yang bertugas memimpin Pasukan Sukarela untuk mempertahankan pulau jawa dari ancaman invasi Sekutu. Setelah lulus dari pendidikan tersebut, Djatikoesoemo pun menyandang pangkat Shodancho (Komandan Kompi) dan ditugaskan di Daidan (Batalyon) I Tentara PETA Surakarta.
Pasca proklamasi kemerdekaan, Chudancho GPH Djatikoesoemo bergabung kedalam Badan Keamanan Rakyat atau ( BKR ) dan menjabat sebagai Ketua BKR Soerakarta hingga pada puncaknya menjadi Perwira Tinggi diperbantukan Markas Besar Angkatan Darat di Tahun 1972.
Beliau Wafat pada tanggal 4 Juli 1992 dalam usia 75 tahun. jenazah beliau di makamkan di komplek pemakaman Raja raja Imogiri, Bantul, Jogjakarta.
Yang ke lima
Kapten Surono Reksodimejo
Jenderal TNI ( Purnawirawan ) yang lahir pada tanggal 6 september 1923 dan wafat pada tanggal 3 Agustus 2010 ) adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat dari April 1973 hingga mei 1974 dan wakil Panglima Angkatan Bersenjata ( Wapangab ). Beliau juga pernah menjabat sebagai menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia dan Menteri Koordinator Bidang Politik Keamanan Republik Indonesia pada masa pemmerintahan Presiden Soeharto. Beliau terlibat dalam pertempuran Ambarawa. Saat itu, beliau ikut membendung tentara inggris di wilayah Ambarawa
Riwayat Jabatan
Kaizabu Syutjo / Dainippon (1942–1943 )
Syudanco/PETA (1943–1945 )
Danki II Resimen I Cilacap (1945–1948)
Ajudan Resimen I Divisi V Purwokerto (1948)
Ajudan Divisi V (1948)
Dan Ba SWK V & Staf Pertahanan Jateng (1948–1949)
Dan Ba 402 Be "N" ST I/III Cilacap (1950–1951)
Assistan Kasad (1951–1952)
Pj. Danbrig Penembahan Senopati Di TT IV dan Di TT III Siliwangi
Kas RI 14 TT IV Salatiga (1953–1954)
Alas RI 15 Sub Ter IV Surakarta (1955–1956)
Hakim Pembantu (Yogyakarta, Semarang, Pekalongan) (1956–1959)
Dan GBN Ter IV, Guru SSKAD, Dir ATEKAD
Wakil Gubernur Militer AMN, Magelang (1961)
Kas Kodam Diponegoro, Semarang (1961)
Gubernur AMN, Magelang (1964–1966)
Deputi I Operasi Menpangad (1966)
Pangdam Diponegoro (1966)
Pangkowilhan II Jawa Madura (1969–1973)
Kepala Staf TNI AD (1973-1974)
Wakil Panglima ABRI (1974-1978)
Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat (1978-1983)
Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (1983-1988)
Beliau wafat di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2010 dalam usia 86 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama ( TMPNU ), Jakarta Selatan.
Yang ke enam
LetKol Sarbini Martodihadjo
Jenderal TNI ( Anumerta ) Purnawirawan Mas Sarbini Martodihardjo. Lahir pada tanggal 10 Juni 1914 dan Wafat pada tanggal 21 Agustus 1977 adalah seorang Jenderal Purnawirawan yang di lahirkan di Desa Indrosari, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah. Dan banyak pengabdian di bidang militer maupun Pemerintahan Republik Indonesia. Dalam masa perjuangan, terutama pada tanggal 20 Oktober 1945. Beliau pada waktu itu brpangkat LetKol dan memimpin Pasukan Tentara Keamanan Rakyat Resien Kedu Tengah. Menyerang dan mengepung Tentara Sekutu dan NICA di desa Jambu, Ambarwa yang kemudian di kenal dengan sebutan Palagan Ambarwa.
Karier Militer nya diawali dari pendidikan opsir PETA (Chudanco) di Bogor selesai Pendidikan Antara tahun 1942-1945 diangkat sebagai Chudanco Saidan II PETA di Gombong, Kebumen. Setelah Jepang kalah dan PETA dibubarkan, Sarbini pulang ke kampung halamannya. Di tanah kelahirannya, Ia membentuk Barisan Keamanan Rakyat (BKR) cabang Kebumen dan menjabat sebagai ketua pada September 1945. Tak lama kemudian, sesuai dengan keputusan Panglima Besar Soedirman, Ia diangkat menjadi Komandan Resimen Kedu I Divisi II TKR yang berkedudukan di Magelang dengan pangkat Letnan Kolonel. Selama masa jabatannya tersebut, pada tahun 1945-1947 Ia aktif memimpin pertempuran melawan pasukan Belanda di daerah Semarang. Pada tahun 1945, Ia diangkat menjadi Komandan STC Divisi III Diponegoro di Magelang. Tahun berikutnya ia dipindahkan ke Kedu dengan Jabatan STC/WK II. Ketika terjadi Pemberontakan PKI di Madiun 1948. Beliau giat membersihkan sisa-sisa TDR (PKI) di daerah Magelang dan sekitarnya. Ketika Belanda menyerbu Yogyakarta, ia selaku Komandan STC WK II memimpin gerilya di daerah Magelang, Kedu, sampai Banyumas.
Yang ke Tujuh
Mayor Soeharto
Mayor Soeharto adalah anak buah kesayangan LetKol Gatot Soebroto. Keduanya terlibar perang di Ambarawa. Mayor Soeharto memimpin pasukan dari Batalion 10 Divisi X, Batalion Bawah pimpinan Mayor sardjono, Dan Batalion sugeng.
Kisah ini ditulis dalam buku TB Silalahi bercerita tentang pengalamannya. Karya Atmadja Soemakidjo terbitan kata hasta pustaka terbitan tahun 2008
" Gatot Dan Soeharto " Memiliki Hubungan dekat
Dalam pertemuan itu, Pak Gatot memerintahkan Pak Soeharto untuk menjaga sebuah bukit yang beraa diwilayah ambarawa pada malam hari. Bukit itu di pndang sangat strategis bagi para pejuang, karena bisa memantau pergerakan musuh. Jika jatuh ke tangan musuh akan berakibat buruk bagi TNI kala itu. Setelah memberikan perintah, Pak Gatot menyerahkan secara keseluruhan keamanan di atas bukit kepada Pak Soeharto.
Ketika kejadian malam itu, Pak Gatot sangat gemetaran melihat bukit yang dijadikan tempat pengintaian di bom bardir oleh sekutu. Bombardir tersebut dilakukan oleh fihak sekutu, untuk membersihkan Tentara dan laskar laskar gerilya, supaya aman saat perjalanan sekutu menuju ke semarang. Suara ledakan dari bom tersebut, memecah telinga di wilayah ambarawa. Pak Gatot berfikir, anak buahnya pasti tewas dalam serangan itu.
Setelah serangan berhenti, Pak Gatot beserta anak buahnya menuju puncak bukit tempat Pak Soeharto dan pasukannya di tugaskan. Pak Gatot memerintahkan anak buah kepercayaannya melanjutkan pencarian dan memeriksa setiap sudut bukit, untuk memastikan keselamatan Pak Soeharto dan para pasukannya. Pencarian kala itu belum menemukan titik temu. Pak Gatoto pun menangis, sempat membayangka jenazah Pak Soeharto ada di antara para korban bom bardir dari tentara sekutu malam itu.
Selang beberapa waktu Pak Gatot pun terkejut, mendapati laporan dari anak buahnya yang menyatakan bahwa, tidak ada korban jiwa dalam penyerangan sekutu atas bukit tersebut. Bahkan, Pak Gatot seolah tidak percaya atas kejadian itu. Lebih terkejut lagi, Pak Gatot melihat Pak Soeharto berjalan bersama dengan pasukannya, tanpa luka sedikit pun. Pak Gatot pun, seketika berubah pemahaman, yang awalnya khawatir dengan keselamatan Pak Soeharto dan para pasukannya, kini berubah menjadi bingung, kagum, bahagia, bercampur dengan rasa heran.
Bagi Pak Gatot, Pak Soeharto adalah anak buah kesayangannya. Alhasil, ketika Pak Gatot melihat sosok Pak Soeharto keluar dari persembunyiannya, dengan keadaan sehat, tanpa terluka sedikit pun, membuat Pak Gatot terharu dan langsung memeluknya sembari berkata
" Kau Masih Hidup Rupanya "
Tak lama Pak Gatot bertanya kepada Pak Soeharto, bagai mana Pak Soeharto berhasil selamat dari tragedi bom bardir tentara sekutu Tanpa luka sedikit pun. Dan Pak Soeharto bercerita, menjelang malam setelah mendapat perintah dari Pak Gatot beliau berfikir, bukit tersebut pasti akan mendapat serangan bertubi tubi dari sekutu, mengingat posisinya sangat strategis untuk sebuah misi membendung tentara sekutu.
Pak Soeharto menyadarinya, jika tetap bertahan akan membahayakan nyawanya dan seluruh pasukannya. Atas alasan itu, Pak Soeharto mengajak pasukannya bersembunyi di sisi lain bukit. Ternyata, perkiraan Pak Soeharto pun tepat, serangan mortir yng membom bardir bukit itu akhirnya terjadi.
Mendengar alasan itu, Gatot pun bahagia di dalam hatinya, menyimpan rasa bangga dengan pemikiran yang di lakukan oleh Pak Soeharto. Akhirnya, Pak Gatot pura pura meluapkan amarahnya karena Pak Soeharto melanggar perintahnya.
Meski marah karena perintah yang di abaikan namun, hati Pak Gatot merasa bersyukur atas keselamatan Pak Soeharto dan seluruh pasukannya.
====================================================================
Jenjang karir Mayor Soeharto.
Pembantu Klerek Bank Desa (Volk-Bank) di Kemusuk, Yogyakarta (1938)
Siswa Sekolah Bintara KNIL di Gombong (1940—1942)
Tentara Cadangan Markas Besar Angkatan Darat KNIL (1942)
Pembantu/asisten Mantri Tani di Wuryantoro, Wonogiri (1942)
Siswa Keibuho (Polisi Jepang) Jepang (1942)
Komandan Regu dan Pembantu Perwira PETA di Karanganyar, Kebumen (1942—1943)
Siswa Pendidikan Militer Lanjutan PETA di Bogor (1943—1944)
Komandan Pleton (Shudanco) PETA di Glagah, Wates (1944)
Komandan Kompi (Chodanco) di Markas Besar PETA di Solo (1944)
Komandan Kompi (Chodanco) Perwira pendidik PETA di Desa Brebeg, Jawa Timur (1944—1945)
Letnan di Brigade Mataram, Yogyakarta (1945)
Komandan Batalyon infanteri di Kebumen dengan pangkat Kapten - Mayor (1945—1946)
Komandan Batalyon X di bawah Divisi IX di Yogyakarta dengan pangkat Mayor (1946—1948)
Komandan Brigade Mataram - Wehrkreise III di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel (1948—1950)
Komandan Komando Resimen Salatiga dengan pangkat Letnan Kolonel (1950—1953)
Komandan Resimen Infanteri 15 di Solo dengan pangkat Letnan Kolonel (1953—1956)
Kepala Staf Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Letnan Kolonel (1956—1957)
Panglima Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Kolonel (1957—1959)
Siswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat/SSKAD (1959—1960)
Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat Brigadir Jenderal (1960—1961)
Panglima Corps Tentara Cadangan Umum Angkatan Darat/CADUAD dengan pangkat Brigadir Jenderal (1961)
Atase Militer/Hankam di Beograd, Yugoslavia (1961)
Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962)
Panglima Komando Strategis Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962—1965)
Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal - Letnan Jenderal (1965—1968)
Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Kopkamtib (1965—1969)
Ketua Presidium Kabinet Ampera I (1966—1967)
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI merangkap Menteri Pertahanan dengan pangkat Jenderal (1968—1973)
Pejabat Presiden Presiden Republik Indonesia (1967—1968)
Presiden Republik Indonesia (1968—1998)
Sekertaris Jenderal Gerakan Non Blok (1992—1995)
Ke Delapan
Kapten Abimanyu
Salah Seorang anak buah Kolonel Soedirman, beliau turut aktif menyusun rencana untuk mengadakan serangan umum di Ambarawa.
Ke Sembilan
Kapten Tjokropranolo
Beliau aalah ajudan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Beliau adalah seorang ajudan yang berani ikut membendung pasukan Inggris saat perjalanan dari jambu.
Ke sepuluh
Kapten Sarwo Edhie Wibowo
Selaku Komandan Kompi dari Bataliyon Achmad Yani, turut aktif dalam perang Ambarawa
Ke Sebelas
Kapten Soerono
Salah Seorang anak buah dari LetKol Gatot soebroto, turut Aktif dalam perang Palagan Ambarawa
Ke Dua Belas
Mayor Sardjono
Komandan Bataliyon TKR Divisi IX, yang turut memperkuat resimen Magelang dalam Perang Palagan Ambarawa.
Ke Tigabelas
Mayor Imam Androngi
Selaku Komandan Bataliyon Divisi V IA, yang melakukan pengejaran terhadap sekutu, antara agelang Sampai Ke Ambarawa
Ke Empatbelas
Mayor Soerjo Soempeno
Selaku Komandan Bataliyon I, Resimen Magelang. Beliau Aktif dalam Perang Palagan Ambarawa
Ke Limabelas
Mayor Soeyoto
Salah Satu anggota resimen Temanggung, Gugur di Mijen Kelurahan Gedanganak. Saat melakukan pengejaran tentara inggris, mulai dari Lemah Abang Karangjati, sampai mijen. Saat melawan Iring iringan tentara Inggris, yang menggunakan Kendaraan lapis baja Jenis Tank Stuart. Beliau meninggal pada tanggal 29 November 1945. Dalam perang Palagan Ambarawa.
Berawal dari
Komentar
Posting Komentar