SRI MAKURUNG HANDAYANINGRAT


 Ki Ageng Penggih Sepuh

Dalam rangka melaksanakan kegiatan masa libur kerja, saya bersama teman sudah menjadi kebiasaan untuk melakukan penelitian yg menurutku penting, dan mungkin tidak penting untuk orang lain. Seperti pada awal kata pndahuluan ini. Saya menyatakan bahwa, diri saya bukanlah jebolan sekolah Akademis yang memuat tentang perjalanan Jenjang Pendidikan sekolah Perguruan Tinggi, Entah Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta. yang jelas saya senang melakukan sebuah perjalanan yg menurutku bermanfaat untuk saya Pribadi, Syukur syukur bermanfaat bagi Orang lain. 

Dalam rangka melaksanakan suatu survei lokasi yang saya kunjungi. biasanya saya memilih tempat yang mengandung Unsur Jejak jejak sejarah. Entah itu masa klasic, Masa Colonial, Petilasan bahkan sampai ke kuburan kuburan yang saya anggap sepuh atau tua. Karena menurut saya pribadi. Dengan adanya penelitian kecil yang saya lakukan, saya pun berharap akan menemukan sececah penerangan dari sumber sumber yang saya kumpulkan. Di antaranya sumber Primer atau Sumber Sekunder.

Pada kesempatan kali ini, Masih dalam zona libur kerja lebaran. Saya mengikuti acara blusukan makam makam sepuh di kabupaten boyolali. Adapun makam makam yang kita kunjungi, kita ziarahi adalah

yang pertama :

Makam Prabu Sri Makurung Handayaningrat, Merupakan Kakek dari Sultan atau Raja Kerajaan Pajang Yang bernama Hadiwijaya atau lebih di kenal dengan Mas Karebet atau Jaka Tingkir.

Yang ke dua :

Makam Ki Ageng Kebo Kenongo, Merupakan Putera dari Prabu Sri Makurung Handayaningrat atau Ki Ageng Pengging Sepuh. Beliau adalah Ayah dari Jaka Tingkir.

Yang ke Tiga : 

Makam Tumenggung Padmonegoro

Yang ke Empat :

Makam Ki Ageng Mandurorejo dan Kyai Sabar Drono

yang ke Lima :

Ke komplek makam kasepuhan Desa Sambi, Boyolali

Pada video Up Loadtan telat kali ini, kita akan mengikutil kisah tentang belajar nisan Prabu Sri Makurung Handayaningrat beserta Istri Beliau. Masih di Dusub Malangan, Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali 


Komplek Makam Sri Makurung Handayaningrat


Komplek Makam Sri Makurung Handayaningrat


Komplek Makam Sri Makurung Handayaningrat


Komplek Makam Sri Makurung Handayaningrat

Menikahlah putri baginda Majapahit yang bernama Dewi Kencanawulan atau Kencanawati dengan Prabu Pancadriya yang kemudian diberi gelar Prabu Handayaningrat.

Pada pernikahan mereka, mereka dikaruniai seorang putri bernama Asmayawati, akan tetapi permaisuri meninggal dunia. Karena kesedihan ini, Prabu Handayaningrat tidak mau menghadap ke Kerajaan Majapahit dan membengkang. Murkalah Prabu Brakumara dan berusaha menyerang Prabu Handayaningrat. Patih dan adipati yang tahu hal ini bersembunyi. Prabu Handayaningrat yang mengetahui hal ini pun menyelamatkan diri bersama putrinya dan bertapa di Gunung Duk, sehingga dijuluki Ki Juru.

Waktu berlalu, Dewi Asmayawati tumbuh cantik. Ketika dia mandi di sungai, adalah raja dari buaya yang berwarna putih dan sakti. Buaya ini menyamar menjadi pangeran muda tampan dan menyihir Dewi Asmayawati hingga jatuh cinta. Ki Juru terlambat mengetahui hal ini dan Dewi Asmayawati sudah melahirkan putra yang bagus warnanya serta berseri mukanya. Anak ini dinamakan Jaka Sengara, ketika lahirnya anak ini, Ki Juru pergi.

Singkat cerita ketika Jaka Sengara tumbuh menjadi remaja, ia bertanya kepada ibunya, siapakah ayahnya. Dijawabnyalah kepada Jaka Sengara beserta silsilah keluarga ibunya. Mendengar cerita ini, Jaka Sengara ingin berpegian mencari jawaban hidupnya.

Bertapalah dia di hutan dan mendapatkan suara drwata untuk pergi ke Majapahit dan bertemu Prabu Brawijaya. Jaka Sengara pergi ke Kota Majapahit dan magang untuk menaklukan Pulau Bali. Prabu Brawijaya mengadakan sayembara untuk mengalahkan pasukan Bali. Singkat cerita Jaka Sengara berhasil menaklukan Pulau Bali dan dia menjadi adipati di tempat neneknya dulu, Handayaningrat dan mendapatkan putri Prabu Brawijaya. Sehingga Jaka Sengara mendapatkan julukan Sri Makurung Handayaningrat saat ini. Beliau memiliki tiga anak laki-laki, yaitu Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Amiluhur. Kebo Kanigara meninggal di Gunung Merapi ketika bertapa, Kebo Kenanga menjadi penerus Kerajaan Pajang-Pengging yang memliki cerita sendiri, dan Ki Kebo Amiluhur meninggal saat muda.

Sri Makurung beserta istri dan putra ketiganya dimakamkan di Magelangan, Desa Dukuh, Kabupaten Boyolali. Makan Sri Makurung Handayaningrat sering dikunjugni peziarah khususnya pada Bulan Ruwah atau Jumat Pahing.

Komponen Batu Candi

Komponen Batu Candi


Komponen Batu Candi

Menurut riwayat, Pangeran Handayaningrat menikah dengan Retno Pembayun, puteri sulung Brawijaya Pamungkas atau Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit. Dari perkawinan itu lahir Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Amiluhur. Sumber lain menyebut ia memiliki lima anak, yaitu Retno Pandan Kuning, Retno Pandansari, Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Sulastri.

Wikipedia menyebut nama asli Ki Ageng Pengging Sepuh adalah Sharif Muhammad Kebungsuan, putra bungsu Sayyid Husein Jumadil Kubro dengan Putri Jauhar dari Kerajaan Muar Lama, Malaysia. Muhammad Kebungsuan konon pendiri Kerajaan Maguindanao di Filipina. Namun ada pula sumber yang menyebut nama aslinya adalah Jaka Sengara.

Tiga makam utama di area Makam Ki Ageng Pengging Sepuh Boyolali itu berada di bawah Pohon Kepuh yang tinggi besar dan rindang. Pohon yang sangat mengesankan itu menurut Ki Narto telah berusia lebih dari 600 tahun. Dua makam bersebelahan adalah Makam Ki Ageng Pengging Sepuh dan isterinya Retno Pembayun. Satu lagi adalah Makam Kebo Amiluhur, bungsu Ki Ageng yang tidak memiliki anak.

Pangeran Handayaningrat adalah kepala tanah perdikan Pengging dan dikenal sebagai Ki Ageng Pengging Sepuh setelah ia wafat dan Ki Kebo Kenanga menggantikannya dengan julukan Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging Sepuh tewas tertusuk keris Sunan Ngudung, ayah Sunan Kudus, pada perang antara Demak dan Majapahit.

Sunang Ngudung kemudian tewas oleh Adipati Terung. Mungkin karena Ki Ageng Pengging Sepuh tewas terkena racun warangan keris, maka Mahesa Jenar dikisahkan oleh SH Mintardja sebagai sosok yang kebal segala macam racun, yang paling kuat sekalipun. Itu karena ia telah mendapat sari pati bisa ular Gundala Seta dari Ki Ageng Sela, sahabatnya yang bisa menangkap petir itu.

Jika Kebo Kenanga masuk Islam dan menjadi murid terbaik Syekh Siti Jenar, maka Kebo Kanigara tetap setia pada agama lama (Hindu) dan konon meninggal saat bertapa di puncak Gunung Merapi. Yang menarik adalah adanya sebuah makam di pinggir pagar keliling yang disebut sebagai makam Widuri, yang dikenal sebagai anak tunggal Kebo Kanigara.

Saya sempat mengambil foto pemandangan yang memperlihatkan hampir semua benda yang ada di kompleks Makam Ki Ageng Pengging Sepuh Boyolali. Makam Endang Widuri agak terpisah ada di ujung area. Dalam kisah Nagasasra dan Sabuk Inten, gadis lincah bernama Endang Widuri adalah anak Kebo Kanigara, dan Widuri kemudian menikah dengan Arya Salaka atau Ki Gede Banyubiru.

Namun sebuah sumber menyebut bahwa nama Endang Widuri sesungguhnya hanyalah ciptaan SH Mintardja semata, bukan berdasar data sejarah, sehingga memang pantas diragukan bahwa pusara itu adalah makam Endang Widuri. Setidaknya Ki Narto telah mengatakan di awal, bahwa apa yang dikatakannya hendaknya jangan dianggap sebagai sebuah kepastian.

Karena menjadi murid Syekh Siti Jenar dan tidak mau tunduk pada kekuasaan Sultan Demak, Kebo Kenanga dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Demak, sebagaimana dialami oleh Syekh Siti Jenar. Kisah kematian Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar serta dialog yang menyertainya menjadi cerita klasik yang selalu menarik untuk dibaca.

Kekuasaan Demak tak berlangsung lama dan digantikan Kesultanan Pajang yang didirikan Karebet, anak Kebo Kenanga. Kesultanan Pajang juga tak berumur panjang dan digantikan Mataram yang didirikan Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan. Sutawijaya adalah cucu Ki Ageng Henis atau cucu buyut Ki Ageng Sela yang juga keturunan langsung Raja Brawijaya V.

Penelusuran tentang makam ini membawa saya membaca kembali cerita SH Mintardja tentang tokoh Panembahan Ismaya di Padepokan Karang Tumaritis. Bersama Kebo Kanigara, Mahesa Jenar membongkar rahasia Panembahan Ismaya yang ternyata adalah Pasingsingan Sepuh dan sejatinya bernama Raden Buntara, adik Brawijaya V dari garwa ampeyan.

Raden Buntara menyepi ke Karang Tumaritis karena difitnah sebagai pengganggu isteri seorang tumenggung yang mengikuti Raja Brawijaya V menyingkir ke daerah Gunung Kidul setelah Majapahit runtuh. Itu lantaran Raden Buntara mencium rencana jahat sang tumenggung untuk menguasai harta benda yang dibawa sang raja sebagai bekal menyepi.

Sayang Raja Brawijaya V dan Sultan Trenggana tak percaya pada keterangan Raden Buntara, dan hanya seorang jajar tua yang mempercayainya, namun jajar itu pun dibunuh oleh komplotan sang tumenggung. Raden Buntara akhirnya menyepi dan selalu menggunakan topeng ketika berkelana serta menggunakan sebutan Pasingsingan, nama jajar tua yang telah mati itu.

Dalam kisah itu, Panembahan Ismaya mengatakan bahwa Ki Ageng Pengging Sepuh adalah keponakan yang paling dekat dengannya, sehingga ketika Kebo Kanigara masih kecil ia sering mendengar ayahnya menyebut nama Eyang Buntara.

Salah satu peninggalan menarik di Makam Ki Ageng Pengging Sepuh Boyolali adalah arca yang disebut oleh Ki Narto bernama Nyai Bendrong. Arca itu dibungkus kain, namun Ki Narto memenuhi permintaan saya untuk membuka kain penutup arca. Arca itu bagian wajahnya sudah rusak, hanya saja masih menyisakan keempat tangan kirinya yang relatif masih utuh.

Dugaan saya, patung ini adalah Durga Mahisasuramardini, isteri Siwa yang berdiri di atas kerbau jelmaan Asura. Pada arca utuh, empat tangan kanan Durga memegang Camara (kebut lalat), Cakra, Trisula serta menarik ekor lembu, dan empat tangan kirinya membawa Sangkha (kerang), Kadga (pedang), Parasu (kapak), serta menarik tangan raksasa kerdil yang keluar dari kepala lembu. Raksasa kerdil itu masih terlihat pada patung di atas.

Adalah merupakan sebuah kebahagiaan yang tak ternilai harganya, ketika sebuah perjalanan dan kunjungan ke Makam Ki Ageng Pengging Sepuh Boyolali ini telah mampu menghidupkan kembali kenangan dan kisah masa lalu yang telah ikut mewarnai dan membentuk pikir dan rasa kecintaan pada romantisme sejarah negeri yang hebat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA