MASJID PENINGGALAN TUMENGGUNG MANGKUYUDO
MASJID KASEPUHAN, PENINGGALAN TUMENGGUNG MANGKUYUDO
Dalam rangka melaksanakan kegiatan masa libur kerja, saya bersama dengan teman blusukers makam sepuh sudah menjdi kebiasaan untuk melakukan penelitian yang menurutku penting, dan mungkin tidak penting untuk orang lain. Seperti pada awal kata pendahulu ini, diri saya bukanlah jebolan sekolah akademis yang memuat tentang perjalanan jenjang pendidikan perguruan tinggi negeri mau pun swasta. Yang berbasis tentang ilmu kesejarahan atau pun kebudayaan. Hanya senang melakukan sebuah perjalanan yang menurutku bermanfaat untuk saya pribadi.
Untuk melaksanakan survei lokasi yang di kunjungi , pilihan tempat yang kita tuju adalah, tyempat yang mengandung unsur jejak sejarah, entah itu masa clasik, colonial, punden atau petilasan yang di keramatkan.
Perjalanan kali ini, saya akan mencoba mengupas tentang bangunan masjid tua di Desa Ketitang, Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Denger denger kabar, Konon ceritanya bangunan Masjid tersebut adalah peninggalan dari Mbah Wali Mangkuyudo, seorang tokoh Ulama yang di sepuhkan atau di tuakan. Tentunya, saya pun akan mengutip dari sumber yang menurutku sangat menarik untuk di pelajari.
Masjid Mangkuyudo adalah sebuah nama masjid yang berada di Dusun Ketitang, yang terletak tepat di tengah Dusun Ketitang. Masjid Mangkuyudo merupakan masjid tua dan merupakan satu-satunya masjid yang tahun berdirinya secara pasti belum diketahui, karena sampai saat ini tidak ditemukan bukti-bukti tertulis yang pasti, akan tetapi secara bahan material yang masih bias dikenali dan masih dalam kondisi baik menunjukkan bahwa Masjid Mangkuyudo adalah masjid tua dan didirikan pada Jaman Hindu.
Hal demikian dapat dilihat pada ukiran dan ornamen yang terdapat pada mimbar maupun ukiran tiang (saka). Menurut tokoh masyarakat yang mengampu pimpinan sampai dengan tahun 80 an, masjid pernah dipugar pada tahun 1963 hanya saja pemugarannya sangatlah sederhana yaitu hanya tambal sulam dari dinding dan atap genting, itupun menggunakan bahan yang sangat sederhana. Pada mulanya di depan Masjid terdapat kolam tempat berwudzu yang menjadi ciri khas dari masjid-masjid tua, karena factor lingkungan supaya masjid berkesan bersih.
Maka pada tahun 1980 kolam dihilangkan sebagai ganti sumber air wudzu adalah dibangun sumur, karena dengan adanya kolam yang teraliri air dari sawah terkesan kotor sangat berbahaya bagi kesehatan pribadi maupun lingkungan.
Pada tahun 1987 atas prakarsa dari seorang ulama kharismatik dari Banjaragung Kajoran Magelang, KH Abdul Khamid, yang tidak sengaja sedang melakukan ziarah ke makam tua di Dusun Ketitang berinisiatif untuk memugar karena menurut beliau kondisi masjid sudah tidak layak.
;pPemugaran masjid dilakukan dengan cara gotong royong seluruh warga akhirnya tahun 1999 masjid selesai dipugar, walaupun pemugarannya belum sempurna akan tetapi sudah jauh lebih baik dibandingkan dari kondisi sebelumnya, sampai saat ini luas bangunan masjid berukuran kurang lebih 14 x 15 m.
sumb: walimangkuyudo.wordpress.com
Saya pribadi tidak melanjutkan dengan kutipan dari sumber sumber yang lain. Karena menurut saya, kutipan diatas sangat menarik untuk dikupas
Masjid Wali Mangkuyudo |
Sebagaimana diketahui bahwa entitas bentuk Masjid Kasepuhan tersebut dibentuk dengan unik dan khas, memiliki kemiripan dengan bangunan masjid Agung Demak. Memiliki perbedaan dengan masjid-masjid diwilayah lainnya dibelahan dunia. Bangunan dengan penyebutan miniatur Masjid Agung Demak ini memiliki bentuk atap tumpang bersusun tiga yang merupakan bagian kepala masjid, menampilkan fasade bangunan masjid yang khas dan membedakannya dengan jenis atau tipe bangunan tradisional Jawa lainnya. Atap Tajug adalah atap yang pertama kali bersumber dari konsep kosmologi. Pajupat, empat kekuatan mata angin pada dirinya dan diri manusia itu sendiri sebagai pancer. Harus mampu menyeimbangkan, menyelaraskan hingga mengharmoniskan kekuatan-kekuatan itu.
Masjid Wali Mangkuyudo |
Tergambar sangat jelas pada arsitektur dengan atap tajug dengan empat kekuatan disimbolkan dengan empat soko guru, pancer. Mencoba menyeimbangkan (rasio), menyelaraskan (rasa), mengharmonikan (qalbu). Manusia jawa mencoba mewujudkan ketiga. Perbuatan itu (rasio-rasa-qalbu) maka dia akan menyatu membentuk bentuk atap yang disebut atap Tajug.
Dengan bentuk atap geometris piramida tersusun tiga semakin keatas semakin kecil pada bangunan induk (dalem) dan atap limasan pada bangunan serambi (pendopo), masjid ini dinamakan masjid dengan tipe tajug yaitu atap dengan model piramida, meskipun pada bangunan serambinya beratap limasan. Tipe tajug adalah tipe masjid Jawa merupakan dasar bangunan ibadah yang sangat spesifik pada kiblatnya, yaitu bangunan Masjid Agung Demak.
Ukiran Lapik Mustaka Masji, Ukiran bentuk flowra Sulur sulur keluar dari jambangan |
Ukiran Buah Srikaya, Pada bagian Ukiran seperti pada gambar, kita bisa menjumpai pada panel bagian sudut petirtaan kuno. Dan ukiran atau pahatan tersebut bisa kita jumpai disendang senjoyo tengaran |
Ukiran Atau Pahatan pada bagian kerangka masjid |
Komentar
Posting Komentar