"  MAKAM KASEPUHAN ITU, SEHARUSNYA ADA DUA PUSARA,YANG SATU POSISINYA DI MANA "


Pagi menjelang di iringi desiran angin

Balutan kabut tipis terasa dingin

Pancaran elok sang surya, menampakan sinarnya

Mentari menyapa dan menyelimuti tubuh ini

Hiruk pikuknya dunia mewarnai semesta

Manusia beranjak memenuhi kewajibannya

Lalu berjalan mengikuti alur cerita

Melihat dan Menatap kedepan untuk meraih impian

Pada kesempatan kali ini, saya akan mengupas sedikit tentang makam sepuh yang berada di karanggede boyolali. Makam tersebut di duga salah satu makam seorang putera senopati perang pangeran diponegoro.

Berawal dari sebuah kabar :

Malam itu di kejutkan nada dering dari telpon genggam yang tergeletak di atas meja, dengan nomor tanpa nama. Lewat telpon mengabarkan tentang makam yang pernah menjadi cerita, yang di gambarkan dalam kondisi yang kurang terawat. Penelpon mengutarakan sebuah niat dan ajakan untuk mengangkat dan membenahi makam tua yang berada di desanya. Secara kebetulan, kita memiliki alur cerita yang sama tentang perawatan dan pelestarian makam makam tua. seketika itu, saya pun tanpa berfikir panjang dan mengiyakannya.

Warga setempat meyakini, makam tersebut telah bersemayam sosok tokoh yang dituakan di daerahnya. Makam kulon lodji yang terletak dibelakang Pondok Pesantren  Al hikmah di Karanggede, Kabupaten Boyolali. Suatu tempat untuk menuntut Ilmu keagamaan, yang sudah memiliki nama dan terkenal seantero boyolali dan sekitarnya. Di kabarkan, kondisi makam tidak terawat dan jirat makam dalam kondisi tidak utuh lagi.

Setelah pagi menjelang dan jam piket sudah lewat, saya memutuskan untuk pergi menuju kelokasi makam yang di maksud. Tentunya sebelum keberangkatan, saya utamakan ijin dulu dengan keluarga yang di rumah. Setelah mendapatkan ijin, saya mulai menempuh jarak yang di bilang lumayan cukup melelahkan, durasi waktu  tempuh, pagi itu kurang lebih 1,5 jam perjalanan.

Sesampainya di lokasi tujuan, saya bertemu dengan beberapa pemuda dan di antara salah satunya adalah orang yang menelpon malam malam itu. Ternyata seorang pemuda yang memang notabenya pecinta situs cagar budaya juga. Namanya Mas Hadi anwar yang selanjutnya mempertemukan saya dengan Ketua organisasi pengurus pemakaman beserta juru kunci atau pakuncen makam.

Gambar 1 

Makam Mataram Islam Amnagkurat

Singkat cerita Mas Hadi menunjukan makam sesepuh yang akan di angkat jirat dan nisannya, setelah  mengamati konstruksi bangunan makamnya, ternyata konstruksi makam tersebut memiliki Langgam Mataram Islam Hanyokrokusuman Alit atau Mataram Islam Amangkuratan. Nisan dengan pahatan tersebut sudah mengalami perubahan dengan tampilan pada poto di atas. Terjadi setelah masa kepemimpinan Sultan Agung hanyokrokusumo dan di gantikan Susuhan Amangkurat I. Di kenal dengan sebutan nisan langgam amangkuratan abad ke 17 pertengahan. Kondisi makam tersebut sangat memprihatinkan, konstruksi jirat makam terkubur tanah dan hanya terlihat pada bagian penampang atasnya saja. Panel jirat makam juga sudah tidak utuh lagi, ada yang hilang dan ada juga yang patah pada bagian sudutnya. Jika kita perhatikan poto makam di atas, posisi jarak nisan tidak terlihat seperti nisan nisan pada umumnya. jarak nisan satu dengan nisan yang satunya sangat berdekatan, kira kira berjarak kisaran 60 cm saja.


Nisan Langgam Amangkurat

Tanpa befikir panjang, karena untuk menyingkat waktu juga, kami pun meminta ijin kepada ketua pengurus makam setemempat. Untuk mengadakan pembenahan makam yang terutama menaikan jirat makam dan mengembalikan posisi nisan pada awal mulanya. Dengan kesediaan rekan pemuda setempat untuk membantu kelancaran jalannya eskavasi makam, di bantu dengan tenaga dan fikiran para pemuda di daerah tersebut. Di awal pengerjaan eskavasi, kita hanya menemukan beberapa panel jirat saja. Pikiran saya, jirat itu memiliki panel panel lainnya yang saling berkaitan. Ternyata, pemikiran saya itu salah, melainkan jirat makam itu cuma ada tiga panel yang di susun secara berjajar dengan membujur dari selatan ke utara. Jadi tidak ada lapisan panel jirat berikutnya.

Makam yang terlihat pada poto di atas adalah, kondisi saat ini setelah kita eskavasi. Memang terlihat semakin tinggi jirat makamnya. Karena kita adakan kesepakatan dengan tokoh tokoh setempat, untuk meninggikan jirat makam. Dengan memberi imbuhan panel jirat pahatan baru yang sudah tidak terpakai.

Tujuan di buat seperti itu supaya, jika suatu saat pembangunan makam terjadi, berharap tidak merubah struktur atau konstruksi makam tersebut. Sehingga masih terjaga kearifan lokal dari bentuk keaslian bangunan makamnya.


Makam kasepuhan Langgam Bayat

Sama halnya dengan keberadaan makam ini, Awalnya saya tidak tau dan tidak mengira, jika tumpukan material bekas bangunan tersebut adalah makam sepuh.  Bisa mengetahui kalau itu makam karena, saya melihat potongan panel jirat dan patahan batu nisan. Pertanyaan itu mulai timbul dan saya memberanikan diri mengajukan beberapa pertanyaan kepada pengurus makam. Tentang benar dan tidaknya, jika tumpukan material tersebut adalah makam. Alhasil, dari jawaban tersebut kurang meyakinkan. Ada yang menyatakan itu bukan makam, melainkan tumpukan batu yang sengaja di kumpulkan, supaya tidak tersebar di seputaran makam dan mengganggu pemandangan yang terkesannya kurang bersih. Dengan keberanian saya memohon ijin untuk memeriksa tumpuk material baru tersebut. Alhasil, sesudah obyek saya periksa, ternyata memang benar benar makam. lanjut eskavasi dan pemugaran makam tersebut di kerjakan secara kebersamaan.


Makam Kasepuhan Langgam Bayat

Setelah beberapa jam kemudian, antara eskavasi dan pemugaran telah selesai. Baru berani memberikan keterangan makam tersebut. Karena sudah terlihat pahatan jirat ataupun langgamnya. Walaupun hanya sedikit menyapaikan, bahwa makam yang terlihat pada gambar di atas masa Pakubuwanan Langgam Tembayat tahun 1800 an. Material yang di gunakan untuk konstruksi jirat makam dan nisan adalah, batuan putih ( cadas ). Kekuatan material jenis batu tersebut, mudah patah dan rentan terhadap benda keras. Jumlah makam dengan masa dan pahatan jirat yang sama tersebut bukan satu saja, dugaan sementara ada 3 bangunan makam. Dengan penempatan atau bangunan makam yang seperti itu, kemungkinan makam tersebut adalah makam keluarga.  

Sama halnya dengan kedua makam tersebut, satu pun tidak ada yang menegnali siapa yang di makamkan. Bahkan ahli waris kedua makam tersebut juga belum di ketahui keberadaannya.

Tapi ada satu cerita yang memberitahukan tentang siapa yang di makamkan di antara salah satunya. Di sebutkan bahwa, Ki Ageng Bagus Ngariban yang berpusara di makam langgam Amangkurat. Beliau di ceritakan anak dari seorang tokoh yang bernama Tumenggung Prawirodikdoyo yang menikah dengan Puteri Hamengkubuwono II, pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro.

Dalam cerita yang sudah melekat di kalangan masyarakat karanggede, bahwa Ki Ageng Bagus Ngariban meninggal dunia dalam usia yang terbilang masih kecil atau balita. Warga setempat meyakini hal demikian dengan melihat fisik bangunan makam yang di maksud sangat kecil. Dalam kontek yang artinya, jarak nisan satu dengan nisan yang satunya sangat berdekatan dan tidak panjang membentang sama halnya dengan bangunan makam pada umumnya.

Kondisi makam sebelum di lakukan eskavasi pada gambar nomor 1 di atas, jarak nisan kisaran 60 cm, tidak terlalu panjang melainkan pendek, tidak sama dengan nisan nisan pada umumnya.

Jika pendapat saya pribadi mengenahi tentang makam tersebut, mungkin berbeda dengan cerita rakyat yang sudah melekat di telinga masyarakat sekitar.

Bangunan makam dengan langgam Mataram Islam Amangkurat tersebut, bukanlah makam Ki Ageng Bagus Ngariban. Kenapa demikian .. ???

Jika harus di kaitkan antara bangunan makam dengan cerita rakyat yang mengupas tentang Ki Ageng Bagus Ngariban, jelas beda jauh masanya. bangunan makam Mataram Islam Amangkuratan memiliki masa atau identitas masanya tahun 1700 an. Sedangkan Ki Ageng Bagus Ngariban pada masa pakubuwono tahun 1830 an. Jadi, tidak ada keterkaitan ki Ageng Bagus Ngariban dengan bangunan makam Amangkuratan tersebut. Lebih jelasnya lagi, makam langgam Amangkuratan bukanlah pusara atau makam Ki Ageng Bagus Ngariban. Karena selisih waktunya kisaran 130 tahunan.

Mungkin jika saya pribadi berpendapat, Makam tersebut sudah ada duluan sebelum tumenggung Prawirodikdoyo di lahirkan.

Nisan 1

Nisan Langgam Amangkurat

Nisan 2

Nisan Langgam Amangkurat

Jika kita amati lagi, tentang bangunan makam yang berlanggam Amangkuratan, ada hal aneh yang membuat saya mulai berfikir kembali. yaitu, perbedaan antara nisan satu dengan nisan pasangannya.

Nisan 1 memiliki pahatan agak pendek sedikit, tidak begitu lebar pada bagian permukaannya, agak tipis pada bagian sisi sisnya, cenderung agak runcing pada bagian bahunya.

Sedangkan nisan ke 2, dengan pahatan tinggi, lebar pada permukaan, dan tebal pada bagian sisinya. Tidak runcing melainkan langsam pada bagian bahunya.

Kedua pahatan nisan tersebut bisa memberi jawaban tentang berapa makam yang terdapat di lokasi tersebut. Bisa di jadikan panduan untuk mengetahui jenis kelami kedua ahli kubur yang di makamkan.

Cara membedakannya sebagai berikut :

Pahatan nisan 1, beliau yang di makamkan berjenis kelamin laki laki

Sedangkan pahatan nisan yang ke 2, beliau yang di makamkan berjenis kelamin wanita.

Artinya, banguan makam langgam amangkuratan bukan cuma satu saja, melainkan ada dua makam yang saling bersebelahan. Mungkin, pemakaman tersebut adalah makam pasangan suami istri.

Kasus seperti ini sering sekali saya jumpai di berbagai tempat
Di antaranya :

           Makam Kyai Kawuk, Desa glawan, Kecamatan Pabelan
           Makam Ki Ageng Mertongasono, desa kelir, kecamatan Bringin
           Makam Ki Nyai Ageng Ndaleman, Ndalema, Tumang, Cepogo

Di komplek makam kasepuhan kulon lodji juga terdapat Benda Cagar Budaya berupa watu lumpan. Keberadaan watu lumpang tersebut di sebelah utara makam Amangkuratan, Tepat berada di ujung nisan bagain kepala makam tersebut. dengan pagar keliling yang terbuat dari material bangunan dan di bawah pohon beringin yang rindang. Dan tempat keberadaan watu lumpang tersebut selalu di rawat dan di bersihkan oleh pakuncen makam.


Watu Lumpang


Watu Lumpang

Apa to yang di sebut dengan ,malam selikuran .. ???
Kalimat selikuran  atau selikur  penyebutan nominal angka dalam bahasa jawa yang berarti dua puluh satu atau malam dua puluh satu

Adalah sebuah tradisi tahunan yang di adakan setiap tanggal 20 malam 21 di bulan ramadhan. Dimana tanggal tersebut berketepatan dengan datangnya malam lailatul qodar atau malam seribu bulan. Tradisi tersebut terlaksana setelah acara khaul atau khol, yaitu sebuah acara yang di adakan untuk  memperingati wafatnya seorang aulia yang di sepuhkan atau di tuakan di dusun krajan desa nyatnyono, kecamatan ungaran barat. Beliau adalah Mbah wali hasan munadi yang memiliki derajad atau tingkatan setara dengan ulama.

Tradisi tersebut di adakan setiap satu tahun sekali di bulan suci ramadhan. Antusias lapisan masyarakat untuk datang dan mengikuti acara yang di adakan oleh panitia desa barengan dengan sebuah tradisi yang di sebut dengan ambengan atau selamatan. Tradisi makan bersama yang digelar di luar serambi masjid. yang sudah di rancang oleh panitia desa dan pelaksanaan tersebut setelah sholat sunnah tarawih. Ambengan tersebut merupakan bentuk atau wujud syukur atas nikmat rizqi yang terlimpah dari Alloh swt, untuk Warga Nyatnyono dan sekitarnya.

sedikit informasi yang saya buat, semoga tahun depan kita bisa mengikuti acara selikuran dan ambengan lagi.
l
salam kearifan lokal nusantara 
r

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA