KYAI AGENG ROGOSASI, TUMANG, CEPOGO

Ungaran Timur 07 Februari 2023
#GoesDancoex
19 : 49


" KYAI AGENG ROGOSASI "

Mataram Islam Amangkurat

Seperti biasa, dalam rangka mengisi kegiatan saat libur kerja. Saya melakukan perjalanan dolan bareng dengan teman teman yang memiliki hobi yang sama. Adanya kegiatan ini, kami sering menyebutnya dengan istilah Blusukan. Karena, kegiatan yang kita lakukan mempunyai landasan dari kalimat Jas Merah ( Jangan Melupakan Sejarah ). Kalimat tersebut pernah di cetuskan Oleh beliau Bapak Presiden Pertama Ir. Soekarno, saat melaksanakan pidato Kenegaraan. Kalau istilah Orang Jawa ( Ojo Kepaten Obor ) artinya sebuah ungkapan dari Bahasa Jawa di tujukan kepada silsilah Keluarga, yang mempunyai pesan kepada Generasi berikutnya untuk menjaga Silaturrakhmi supaya jangan sampai putus kekeluargaannya. Bahkan kalimat tersebut juga di Pakai dalam Filsafah Sejarah yang artinya jangan sampai putus untuk mengenang Perjuangan para Pahlawan saat mengusir Penjajah di muka Bumi Pertiwi ini. Kedua filsafah tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu, Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang mau dan mampu mengingat jasa para Pahlawannya. Saya menyatakan, bahwa diri saya bukan jebolan dari Akademis, yang memuat tentang perjalanan jenjang pendidikan Sekolah perguruan tinggi. Entah perguruan tinggi Negeri ataupun Swasta. Yang jelas, saya senang melakukan sebuah perjalanan yang menurutku bermanfaat untuk saya pribadi, sukur sukur bermanfaat untuk orang lain. 

Makam Kyai Ageng Rogosasi

Tujuan blusukan kita kali ini adalah, sebut saja Wisata Relgi atau lebih di kenal dengan istlah Ziarah. 
Ziarah di sini memliki Arti, sebuah tindakan atau Praktik sebagian besar Umat Beragama yang memiliki makna moral yang penting. Kadang kadang Ziarah di lakukan disuatu tempat yang Suci bagi Umat yang meyakini dan mengimannya. Tujuannya adalah, mengingat kembali, meneguhkan keyakinan atau mensucikan diri. Sedangkan untuk Kegiatan wisata religi, kita mendatangi atau menyowani ( Sowan dalam penyebutan Bahasa Jawa ) ke makam makam Leluhur.

1. Mendoakan
2. Mengenal tokoh, Tentang Siapakah beliau yang di makamkan.
3. Menelusuri Jejak Tentang Kepahlawanannya, Keteguhannya, Kearifannya, Kebijaksanaannya, Kedermawanannya dan hal yang baik tentang beliau.

Namun, untuk kesemuanya itu tidaklah komplit jika saya hanya mengenal lewat cerita atau legendanya saja. Setidaknya, pribadi saya bisa mengupas cerita, mungkin juga bisa menemukan setitik sejarahnya, tentang sepak terjang dan ketangguhannya. Keinginan saya untuk mengenal Beliau. Walaupun, lewat gambaran atau Visual pahatan batu nisan beserta Jirat makam. Setidaknya saya tau tentang asal usulnya.

Dari sini saya akan mengawali menulis, dan menampilkan dari beberapa sumber yang saya kumpulkan. Yang sudah terbit dan di ikuti oleh banyak Masyarakat dalam sosial media. Tentunya dari sumber alamat yang saya rangkum

Kutipan suber yang mengawali dari alamat https://www.nu.or.id

Berpendapat dengan Analisa yg di tulisnya, analisa tersebut menerangkan bahwa

Kyai Ageng Rogosasi di nyatakan seorang tokoh Ulama yang menyebarkan Agama Islam di Desa Tumang. Yang di ceritakan masih keturunan Kanjeng Sunan Ampel. Alamat tersebut mendapatkan sumber dari seorang warga setempat. Sebelum menunju ke rumah Pakuncen makam Kyai Ageng Rogosasi. Namun dalam kisah cerita perjalanan sang Penulis kurang beruntung. Saat mendatangi rumah yang di maksud, Pakuncen makam sedang tidak ada di rumah, dikarenakan ada keperluan mendadak keluar luar kota.

Sang penulis menyebutkan nama salah satu orang, yang ikut dalam rombongan tersebut. Sang penulis menyebutnya dengan sebutan Sang Pangeran Mataram Islam. Sang Penulis pun juga memaparkan suatu kejadian tentang beliau. Pangeran Mataram Islam tidak mau pulang dengan tangan hampa. Sampai pada akhirnya, beliau menemui salah satu warga setempat dan menggali informasi tentang Siapakah sebenarnya Kyai Ageng Rogosas yang di maksud. Informasi yang di berikan pun menyambungkan tentang keeratan hubungan antara Kyai Ageng Rogosasi dengan Mbah Wali Hasan Munadi Nyatnyono, termasuk jalur ke Ilmuannya. Berikut kelanjutan informasi yang di dapat dari warga menyebutkan, Kyai Ageng Rogosasi merupakan murid dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

Kyai Ageng Rogosasi menyebarkan Agama Islam di Desa Tumang, dengan Sahabatnya yang bernama Ki Empu Supo Driyo. Bahkan sampai mendirikan bangunan Masjid beserta Padepokan yg di fungsikan untuk belajar menuntut Ilmu ke agamaan. Sang penulis juga menyebutkan tentang  ajaran yang di sampaikan oleh Kyai Ageng Rogosasi dengan Empu Supo Driyo. Ajaran tersebut di kenal dengan sebutan Taukhid Panembah Sejati Tunggal. Sampai menceritakan akhir hayat beliau berdua. hingga pada akhir pemakaman keduanya di jadikan dalam satu komplek, tepatnya puncak bukit kecil yang berada di Desa Tumang, Cepogo, Boyolali.

Makam Kyai Ageng Amangkurat

Minimnya Sejarah yang mengupas tentang  aslal usul dan kisah perjalanannya. Dari sini saya sudah merasa kebingungan. Untuk menulis harus mulai dari mana, kalimat apa, dan tokoh yang saya tulis mulai dari siapa. Karena pada saat kunjungan ke Makam beliau untuk yang pertama kalinya, pertemuan saya dengan Pakuncen pun, tidak ada geregetnya sama sekali. dari beberapa pertanyaan saya, Pakuncen enggan bercerita tentang riwayat beliau. Hingga, suatu ketika, saya berkunjung untuk yang kedua kalinya. Itupun, di undang oleh Keponakan beliau, dan mempersilahkan saya untuk masuk ke dalam komplek makam plus menggambil gambarnya. Sampai pada suatu saat kedatangan saya yang kedua. Memang benar ucapan dari keponakan pakuncen tersebut. Saya di persilahkan ziarah dan mendokumentasi makam Kyai Ageng Rogosasi. Setelah selesai ziarah dan mendokumentasi makam. Barulah keponakan pakuncen memberitahu tentang kisah cerita yang di tulis lewat karya tangan dari salah satu tokoh masyarakat desa setempat. Saya pun mulai memanfaatkan karya tulis tersebut dengan membacanya, Saya baca mulai dari Mukadimah hingga isi cerita yang mengupas jati diri Kyai Ageng Rogosasi, bahkan sampai ke Ranji Silsilahnya. Setelah membaca cerita tersebut, saya pun mencoba memahami lewat pemikiran saya. Hingga pada akhirnya, Sayapun mengikut sertakan karya tulis dari tokoh masyarakat desa yang saya fungsikan sebagai pembanding di anatara sumber sumber lainnya.


Makam Empu Bendrek Kemasan, Langgam Nisan Amangkurati

Untuk Sumber yang ke dua, dengan Alamat
https://www.laduni.id.post

Berpendapat dengan Analisanya sebagai berikut " Kyai Ageng Rogosasi merupakan tokoh Ulama yang mendirikan Kampung Tumang, Cepogo  Boyolali. Sekaligus penyebar Agama Islam di desa Tumang. Alamat ini menyebutkan bahwa, Kyai Ageng Rogosasi masih mempunyai silsilah dari Kerajaan Mataram, memiliki nasab dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Kelanjutan dari informiasi yg di sampaikan sang penulis, Kyai Ageng Rogosasi merupakan seorang Pangeran dari Kerajaan Mataram Islam. Beliau adalah Putera Pertama dari Amangkurat I pasangan dari Permaisuri yang bernama Ratu Labuhan. Penyebutan tokoh terkemuka dengan nama Empu Supo Driyo, diantara tokoh keduanya, Mereka bersama sama menyebarkan Agama Islam di daerah Gunungsari, Desa Tumang, Kecamatan Cepogo. Dan Ajaran yang di sampaikanpun memiliki makna yang sangat mendasar yang dikenal dengan Ajaran Taukhid Panembah Sejati Tunggal.  

Makam Empu Supo Driyo Langgam Nisan Amangkurat

Sumber tekait yang membahas tentang Kyai Ageng Rogosasi, Saya cantumkan lagi. kali ini saya mengutip dari salah satu alamat 

https://cepogo-boyolali.desa.id

Menyampaikan lewat karya tulisnya dengan isi sebagai berikut

Sejarah Desa mencatat dan mengabarkan bahwa, Saat ini sebagian masyarakat masih tabu mengungkap silsilah dari Kyai Ageng Rogosasi, karena masih kesulitan mencari informasi. Dari penelusuran data yang di lakukan oleh tim penulis. Dan informasi yang di dapat masih konon kabarnya, berarti belum bisa di falidkan atau belum bisa di pertanggungjawabkan ke absahanya. Dalam narasi sebuah karya tulis menyatakan bahwa, Pendiri atau sesepuh pertama kali yang Bubak yoso Desa Tumang adalah Ki Ageng Rogowulan. beliau seorang Pangeran dari Kerajaan Mataram Islam. Beliau adalah Putera Pertama Amangkurat I, Yang menjadi Raja kala itu, pada tahun ( 1619 _ 1677 ), Yang menikah dengan Permai Suri Ratu Labuhan. Babat Tanah Jawa mengisahkan antara Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring terikat suatu Perjanjian. Dan Perjanjian itu berisikan, Barang siapa yang lebih dulu meminum Air Kelapa Muda Sekaligus,  yang berada di dalam Rumah. Maka, Dialah yang akan menurunkan Raja. Namun sial bagi Ki Ageng Giring, saat berkunjung ke Rumah Ki Ageng Pemanahn, ternyata yang lebih dulu meminum Kelapa Muda tersebut adalah Ki Ageng Pemanahan. Padahal yang mendapatkan Wahyu Untuk meminum Air Dengan tersebut adalah Ki Ageng Giring. Mendapati sebuah kekeliruan, Ki geng Giring pun menyesali adanya Perjanjian tersebut. Sehingga Ki Ageng Giring meminta belas kasihan kepada Ki Ageng Pemanahan. Agar Keturunannya kelak, dapat menggantikan keturunan Ki Ageng Pemanahan menjadi Raja. Jawaban dari Ki Ageng Pemanahan adalah, Nanti setelah keturunanku ketujuh, kemungkinan Keturunanmu yang akan meneruskan menjadi Raja Matara Islam.

Daftar Raja yang tercatat dalam penelusuran sejarah Desa Tumang adalah

1. Panembahan Senopati Putera dari ki Ageng Pemanahan.
2. Panembahan Hanyakrawati
3. Panembahan Marta Pura
4. Sultan agung Hanyokrokoesoemo
5. Amangkurat I
6. Amangkurat II
7. Amangkurat III

Dari perhitungan tersebut maka, Pangeran Puger Menjadi Raja yang ke VII dari Ki Ageng Pemanahan. Pangeran Puger Menduduki  Tahta kerajaan setelah mengalahkan Amangkurat III.
Dalam catatan, dugaan Pangeran Puger merupakan Keturunan Ki Ageng Giring yang di dapat dari Nitik Sultan Agung. Babat tersebut menceritakan Ratu Labuhan adalah Permaisuri dari Amangkurat I. Sehingga dari hasil pernikahannya melahirkan Bayi yang kurang sempurna. Bersamaan itu, Istri Wiramanggala dari Kajoran, ternyata masih keturunan Ki Ageng Giring. Istri Wiramanggala melahirkan Bayi yang sangat Sehat dan Tampan. Amangkurat Mengenal Panembahan Kajoran sebagai Seorang Ulama Sepuh dan Beliau mempunyai kelebihan yaitu, dapat menyembuhkan orang Sakit. Oleh karena itu, Puteranya yang Cacat di bawa ke Kajoran untuk mencari kesembuhan. Panembahan Kajoran pun merasa mempunyai kesempatan yang baik untuk Merajakan Keturunannya. Singkat waktu, dan sekiranya masa penyembuhanpun sudah di anggap selesai. Dengan Cerdiknya, Panembahan Kajoran menukar Bayi dari Wiramenggala di berikan kepada Amangkurat I. Dan menyatakan bahwa, uapya penyembuhan telah berhasil di lakukan. Bayi tersebut akhirnya di kenal dengan sebutan Pangeran Puger. Sementara, anak dari Amangkurat I  asuh oleh Panembahan Kajoran Sampai Dewasa. 

Makam Dengan Jirat dan Nisan berbahan Kayu, Langgam Pakubuwanan

Sang penulis membuka penuturan, dengan versi yang berbeda dengan mengkonfirmasi data di atas. yang di tulis dalam Buku Sejarah Cikal Bakal Desa Tumang membenarkan Peristiwa tersebut. Yang di Tulis bahwa Siwi Aji Rogosasi Memang benar Putera Bangsawan Mataram. Namun kelahiran Sang Putera ini memiliki ketidak sempurnaan pada Fisik. 

Dalam Naskah di tuliskan sebagai berikut :

Seribu Maaf atas kelahirannya Sang Putera itu Kagungan Jaroh Manik Sariro Rogo
Hingga dalam hukum Kerajaan tidak bisa menjadi Seorang Senopati yang memegang kekuasaan sepenuhmya. Maka sang Siwi Aji di endangkan keluar Kerajaan mulai Timur Alit. Di kisahkan bahwa Kyai Ageng Rogosasi atau Rogowulan kecil lahir tidak sempurna. Karena itu, dia tidak dapat melanjutkan Tampuk Kekuasaan sebagai seorang Raja. Kemudian Rogowulan di asingkan dari Kerajaan. Dan di cari anak yang lahirnya sama dengan Rogowulan. kelak Rogowulan Kecil  menjadi Kyai Ageng Rogosasi setelah Beliau Dewasa. Akhirnya, Kyai Ageng Rogosasi di titipkan kepada Kyai Kajoran yang tinggal di Lereng Merapi.

Penulis menyebutkan bahwa, hal ini di paparkan dalam buku yang sama. Pemaparan tersebut berisikan sebagai berikut :

Untuk Husada duka derita Sang Ibu Puri dengan di ceritakan: 

Siwi Brahmana Siddi yang sebenarnya sehari Wijiling Siwi Aji pada Kerabat di dalam Puri yang benar benar ada. Wahyu yang Winahyon oleh Sang Maha Kuasa, mendapat Wahyu Istana Kuwawa, Ngasto Projo Ing Tembeniro. Setelah mendapatkan baru, Sang Siwi Aji di Endangkan. Konon dalam legenda di titipkan Sang Wiku, Kyai Kajor Di Lereng Merapi, Agar di asuh semestinya dan selama lamanya. Di sampaikan dalam Naskah, Kyai Kajor mengasuhnya dengan baik. Dan, semua Ilmu yang di miliki Kyai Kajor sudah di berikan semuanya. Karena itu, Kyai Ageng Rogosasi meminta ijin untuk menuntut Ilmu Pengetahuan. Kyai Kajor berpesan kepada Kyai Ageng Rogosasi, tidak boleh mencari Ilmu atau Berjalan ke Arah Barat dan Selatan. Dan di larang belajar kepada Demang Projo dan Punggawa Keraton. Tetapi Bergurulah kepada Biksu. Di balik pesan Kyai Kajor ini sebenarnya menyimpan satu pesan bahwa, Rogosasi tidak boleh menginjakan kakinya lagi ke Keraton Mataram. Tidak boleh belajar Ilmu yang Mengenahi tentang Sistem Pemerintahan, akan tetapi harus belajar tentang Pengetahuan Agama. Saat pejalanan ke arah Timur, Rogosasi sampai di sebuah pekampungan yang bernama Wonosegoro. Di mana tempat tersebut merupakan sebuah Padepokan yang pernah di bangun oleh Ki Ageng Kebo Kanigoro, Suatu tempat yang di fungsikan Untuk belajar Ilmu Agama yang di teruskan oleh Anak anak Didiknya. Kemudian Rogosasi di Didik oleh Kyai Wonogoro. Setelah kedewasaannya bertambah, Rogosasi ingat akan nasehat Gurunya yang pertama, Yaitu Kyai Kajor. Beliau pernah menerima pesan bahwa, Menuntut ilmu jangan berguru pada satu orang saja. Setelah mendapatkan bekal Ilmu dari Kyai Wonogoro, dan dirasa Ilmu yang di dapatkan cukup. Kyai Ageng Rogosasi pun berpamitan melanjutkan Niat untuk menuntut Ilmu Agama lagi. Beliau berjalan ke arah Utara dan terhenti di wilayah lereng Gunung Unaran, Tepatnya di sisi sebelah timur. Beliau mendatangi sebuah Padepokan yang di pimpin Oleh Kyai Hasan Munadi. Dan beliau pun mengabdikan diri untuk menuntut ilmu di pedepokan tersebut dan menjadi Murid Kyai Hasan Munadi.. Selain Kyai Ageng Rogosasi menjadi Murid, Beliau juga di Nikahkan oleh Puteri dari Kyai Hasan Munadi. Namun, Puteri dari Kyai Hasan Munadi tidak di sebutkan Namanaya. Setelah mendapatkan Ilmu ke Agamaan, dan menikahi Puterinya, Beliau  berpamitan untuk pulang dan membawa Istrinya kembali ke Wonosegoro. Di tempat ini kemudian Kyai Ageng Rogosasi mendirikan Pakuwon dan memulai hidup awalnya bersama dengan sang Istri. Di tempat ini pula yang menjadi tonggak awal berdirinya desa Tumang. Sehingga kabar ini di dengar sampai Keluarga besar Keraton Mataram. Sang Penulis juga memaparkan tentang cacatan dalam sejarah Desa Tumang Tentang Nama Sri Agung Panembahan, Tanda Kutib belum di ketahui tentang nama asli Beliau. Mengutus keponakannya yang Bernama Supo Driyo, Beliau adalah seorang yang Ahli dalam bidang Pembuatan Senjata, Jenis Keris, Tombak dan Pedang. Beliau adalah Salah satu Pewaris dari Trah Supo Driyo. Di utus Untuk mencari Informasi dan membuktikan kebenarannya tentang kabar keberadaan Kyai Ageng Rogosasi. Penulis juga menyelipkan hasil tulisannya yang di kutib dari sumber yang menyatakan. Utusan tersebut berisi dan memiliki arti sebagai berikut :

Ki Supa Driyo di utus untuk menjaga dan menemani Kyai Ageng Rogosai. Jika sudah ketemu kebenarannya maka, Ki Supo Ddriyo di larang kembali lagi ke Keraton. Melainkan beliau harus menemani dan Menjaga Kyai Ageng Rogosasi supaya tidak memberontak ke Keraton Mataram.

Isi Pesan dari Utusan tersebut adalah sebagai berikut :

 Sri Agung Panembahan mengutus Pulunannya bernama Supo Driyo. Untuk menyatakan keadaan Siwi Aji. Apabila benar, Empu tidak perlu kembali ke Kata Gede. Baik lestari kumpul bersama dengan sang Wiku Winardi menjadi Penjawatnya, Ruwet sarto kekurangan apapun, Empulah yang bertanggung jawab dengan Atur Uningo Kota Gede. 

 Hingga di artikan oleh sang penulis dalam kutipannya Tentang pesan yang menjelaskan  bahwa Kyai Ageng Rogosasi tidak boleh kembali atau menginjakan Kakinya lagi ke Keraton Mataram. Dan mengutus Empu Supo Driyo untuk Membangun Pakuwan. Kemudian Empu Supo Driyo meneruskan keahliannya dalam bidang membuat senjata. Bidang tersebut di tekuni hingga terbesitlah dalam benaknya, untuk merangkul Murid murid Kyai Ageng rogosasi beserta Masyarakat sekitar mengolah benda logam menjadi Hiasan yang dapat membuahkan Hasil.

Nisan Pakubuwanan Trah Bayat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), Arti Nisan adalah Tonggak Pendek dan sebagainya yang di tanam di atas kuburan sebagai Penanda. Kata lain yang memiliki makna yang sama adalah  Batu kubur, Jirat Kubur dan Batu Kubur. 

Sama dengan halnya Penanda atau Batu Kubur, Nisan telah mengalami Perubahan pada setiap Eranya. Perubahan tersebut terjadi dengan adanya pergantian suatu masa Kepemimpinan Seseorang yang di anggap sebagai Pepunden atau Orang yang di nomor satukan atau Raja. Saya pribadi memberikan contoh perubahan Pahatan Nisan dari masa Kerajaan Demak. Nisan nisa Kerajaan Demak pun mengalami perubahan sesuai dengan Masa Kepemimpinan dari Putera Raden Fattah. Salah satu Contoh Pahatan Nisan Era Raden Fattah di sebut dengan Dengan Demak Troloyo. Kenapa demikian .. ??? Karena, Nisan nisan lahir setelah Islam masuk ke Nusantara. Nisan tersebut Terpahat menggunakan Media Batu Andesit, Di Pahat sesuai dengan Kiblatnya Nisan Nusantara, yang mengacu pada salah satu kebudayaaan daerah yaitu Aceh. Dan di Aplikasikan dengan Kebudayaan Era Kerajaan Majapahit. Di sebut dengan Nisan Kasepuhan Demak Troloyo. Setelah kemajuan Era Masa Kepemimpinan, Penyebutan Nisan berubah dengan nama Nisan Adipati Unus. Untuk penyebutan Khusus Trah Demak. 

Sedangkan Nisan Untuk Mataram Islam, Terpahat menyerupai Nisan Sepuh Demak Troloyo. Walaupun Sama sama mengikuti Kiblatnya Typho Nisan Aceh. Nisan tersebut lahir setelah Mataram Islam Berkuasa dengan Raja yang pertama yaitu Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya. Untuk Sebutanya Nisan Sepuh Mataram Islam. 

Sama halnya dengan kemajuan Zaman atau Masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokoesoemo. Beliau adalah Raja Mataram Islam yang ke Tiga, yang Lahir di Kota Gede pada Tahun 1593 dan Wafat pada tahun 1645. Beliau memimpin Mataram Islam sejak tahun 1613 sampai 1645. Nisan pada masanya disebut dengan Nisan Ageng Hanyokrokusuman. 

Perubahan pada Nisan pun terjadi setelah Lahirnya Amangkurat, Jika di  amati secara seksama. Nisan Mataram Islam Era Sultan Agung Hanyakrokusumo dengan Nisan Mtaram Islam Era Amangkurat, memiliki perbedaan tipis atau serupa tapi tidak sama. Yang membedakan adalah, pahatan nisan pada Kembang Awannya. Nisan Mataram Islam Amangkurat di sebut dengan langgam Amangkuratan atau lebih di kenal dengan Langgam Mataram Islam Hanyokrokusuman Alit. 

Pahatan Nisan ini pun tidak berhenti sampai di sini saja, Perjalanan Nisan Amangkuratan tebilang cukup lama jika di bandig dengan Pahatan Nisan Mataram Islam Sepuh dan Langgam Hanyakrokusuman Ageng.

Kemajuan Masa atau Era Kepemimpinan terus terjadi setelah Perjanjian Giayanti PadaTanggal 13 Februari 1755, perjanjian yang menghasilkan terpisahnya Mataram Islam Menjadi dua Bagian antara lain :
Kasunanan Surakarta Dengan  Kasultanan Ngayogyakarta.

Setelah Kepemimpinan Sri Susuhan  Pakubuwono IV atau Sunan Bagus, perjalanan Nisan pun terus mengikuti alurnya. Dan perbedaan pahatan Nisan pun jauh lebih mudah di fahami jika di banding dengan Nisan nisan sebelumnya. Tergolong sangat mudah mengenalinya, penamaan pahatan nisan tersebut adalah Pakubuwanan 1800an.


Makam Kyai Emas, Jirat makam dan Pahatan Nisan Pakubuwanan 1800an

Mengenal Tokoh Penting yang Berpengaruh pada Masanya.

Mengenali Tingkatan Jabatan, Dan Tingkatan Derajad tentang Penokohan Seseorang. Dalam arti Penokohan adalah, Sosok Ulama Besar yang menjadi Punggawa Keraton , Ulama Menengah atau Ulama dari Golongan Rakyat biasa. Berikut pemaparan tentang pahatan Nisan yang saya Pelajari dari sumber Buku yang Berjudul

 Nisan Asli Nusantara Hanyakrakusuman.
Penulus M Yazir Arrafat.

Untuk Mengenahi Sejarah Perjalanan hidup Kyai Ageng Rogosasi, Saya tidak akan  mengupas tentang sejerah perjalanan Beliau. Karena, di sini saya belum menemukan sumber literasi sejarah yang di anggap sudah sah. Melainkan, saya punya pendapat sendiri tentang beliau. Bersumber dari Buku Panduan yang sudah saya sebutkan di atas. Saya hanya ingin mengupas tentang Masa kehidupan beliau. Dengan memvisualkan Pahatan Batu Nisan Beliau. 

Kyai Ageng Rogosasi 

Jika membaca literasi dari sumber sumber Cerita yang saya paparkan di atas. Banyak yang berpendapat tentang Asal usul dan Derajad Beliau. Pernyataan yang menceritakan Beliau adalah Seorang tokoh Alim Ulama dari Mataram Islam, bahkan Beliau Putera Seorang Raja Mataram Islam Amangkurat I yang Cacat fisik.

Ada pula yang menulis tentang Silsilah Beliau dari Keturunan Kanjeng Sunan Ampel, dan menytakan beliau adalah Murid Kanjeng Sunan Kalijaga.

Jika Memvisualkan pahatan Nisan, Beliau memang berasal dari Masa Mataram Islam Amangkurat Periode 1700an. Karena terlihat dari Pahatan Nisan yang menunjukan Identitas Langgam Mataram Islam Amangkurat Atau Hanyakrokusuman Alit.

Saya akan mengutip sedikit dari beberapa sumber yang menyatakan siapakah sebenarnya Putera Amangkurat I.

Amangkurat Kapindo atau Amangkurat Kedua adalah Susuhan Mataram ke V yang memerintah dari tahun 1677 sampai 1703. Yang memindahkan Pusat Pemerintahannya dari Keraton Pleret menuju ke Keraton Kartasura. Ia adalah Sunan yang suka memakai Seragam Angkatan laut Belanda. Sehingga Sunan Amangkurat II di sebut dengan Sunan Amral. Amral adalah Ejaan Jawa untuk Admiral ( Laksamana ).

Sunan Amangkurat II adalah putera dari Amangkurat I dengan Ibu yang bernama Ratu Kulon, dan memiliki Nama asli Raen Mas Rahmad. Setelah Ibunya Meninggal Dunia, Ia di asuh oleh Kakeknya yang bernama Pangeran Pekik. Kakek dari fihak Sang Ibu dan Ia di bawa ke Surabaya. Semenjak menjadi Putera Mahkota, Raden Mas Rahmad berselisih dengan Ayahnya sendiri. Karena beliau medengar berita tentang Jabatan Adipati Anom, akan di berikan kepada putera Amangkurat I yang lainnya, yang bernama Pangeran Shingasari. Akhirnya pada tahun 1661, Raden Mas Rahmad melakukan Pemberontakan kepada Ayah kandungnya. Namun, Sang Ayah mampu menumpas dan meredakan Pemberontakan yang di lakukan oleh Raden Mas Rahmad beserta pengikutnya. 

Perselisihan ini semakin memburuk di tahun 1668, ketika Raden Mas Rahmad jatuh hati pada Roro Oyi, Seorang Gadis dari Surabaya yang hendak di jadikan Selir oleh Ayahnya. Berkat bantuan dari Sang Kakek, Raden Mas Rahmad berhasil merebut Roro Oyi dari Ayahnya. Mengetahui hal demikian, Amangkurat I Murka dan membunuh Pangeran Pekik Sekeluarga beserta para Pengikutnya. Raden Mas Rahmad sendiri tidak di bunuh oleh Ayahnya, dan di ampuni dengan Syarat. Raden Mas Rahmad harus membunuh Rara Oyi dengan Tangannya Sendiri. 

Sumber Wikipedia
https://keraton.perpusnas.go.id
https://.p2k.unkris.ac.id
https://p2k.steko.ac.id
https://p2k.undaris.ac.id
Solopost.com Mengutip dari Sumber STIKI Malang

Dari kutipan yang saya petik dari salah satu sumber dengan alamat https://www.kompas.com menyatakan dengan Analisannya : 

Salah satu Istri Sunan Amangkurat I Memiliki dua Permaisuri yang bergelar Ratu Kulon dan Ratu Wetan. 
Dari Ratu Kulon beliau mendapatkan Putera Mahkota yang bernama Raden Mas Rahmad atau Sunan Amral yang lebih di kenal dengan Sunan Amangkurat II. Yang Kemudian mewarisi Tahta Mataram.

Sedangkan dengan Permaisuri Ratu Wetan, Sunan Amangkurat I memiliki keturunan bernama Pangeran Puger yang kemudian bergelar Pakubuwono I.

Sumber yang menerangkan tentang Ranji Silsilah Putera dan Puteri dari ke dua Istri Sunan Amangkurat I adalah https://www.liputan68.com Oleh Dr. Purwadi M.Hum menerangkan dengan analisanya:

A. Putera dan Puteri yang lahir dari Kanjeng Ratu Mas Surabaya

1. Raden Mas Rahmad Abdullah
Pernikahan Amangkurat I dengan Siti Qomariah atau Ratu Mas Surabaya telah lahir Raden Mas Rahmad Abdullah atau Cak Ning. Yang kemudian mewarisi Tahta menjadi Susuhan Amangkurat II

2. Raden Ajeng Pamot Karnaningsih.
Puteri Sunan Amangkurat I yang Cantik Jelita Berbudi Luhur. Beliau Menikah dengan Adipati Wirosari, Bupati Pamekasan Madura.

3. Pangeran Haryo Ronggosatoto.
Terkenal dengan Ahli di bidang maritim.
Pangeran Haryosatoto di angkat menjadi Direktur Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Yang menikah dengan Dyah Pertiwi Putri Adipati Undakan Cakraningrat, Bupati Bangkalan Madura.

4. Raden Ajeng Surati Mundayati.
Puteri Amangkurat I ini menikah dengan Pangeran Haryo Mangkuyudo
Putera Aipati Yudonegoro, Bupati Sumenep Madura


Pahatan Nisan Langgam Amngakurat

B. Putera dan Puteri yang lahir dari Ratu Kencono Semarang

1. Raden Derajat Atau Pangeran Puger
Sejak tahun 1708 bergelar Sinuhun Pakubuwono I

2. Gusti Pangeran Haryo Martosono
yang menikah dengan Siti Aminah, Puteri Adipati maoneng Notokusumo Bupati Pemalang

3. Gusti Pangeran Haryo Singosari
Menikah dengan Raden Ajeng Rengganis, Puteri Adipati Suradipura, Bupati Banyumas

4. Gusti Pangeran Haryo Silarong
Menikah dengan Raden Ajeng Supartini, Puteri Adipati Mangun Oneng Bupati Pati

5. Gusti Pangeran Haryo Panular
Menikah dengan Raden Ajeng Irem Irem, Puteri Adipati Hastrosuto, Bupati Panjer Kebumen

7. Gusti Raden Ayu Susrini Tanjung Biru
Menikah dengan Tumenggung Danurejo, Pejabat Kartipraja atau Pejabat Umum Kraton Mataram

8. Gusti Raden Ayu Klenting Kuning
Menikah dengan Adipati Martoyudo, Bupati Semarang

Putera Puteri Sunan Amangkurat I Mewariskan Kawibawaan KAwidadan serta Kamulyan

Sumber ini di perkuat Catatan Sipil Keraton Mataram
Ratu Mas Balitar 

Sumber di atas juga mencatat bahwa, Putera Sunan Amangkurat I tidak memiliki Jalur Ranji Silsilah dari Kanjeng Sunan Ampel, Apalagi di sebutkan Putera Amangkurat I pernah menjadi Murid Kanjeng Sunan Kalijaga. Kehidupan Masa Para Wali terjadi Pada tahun 1500an, Sedangkan Sunan Amangkurat ke II Hidup pada masa Pemerintahan Mataram Islam Amangkurat Tahun 1700an. Jadi, catatan di atas tidak valid atau hanya sekedar cerita rakyat saja. Jika mengingat rentang waktunya cukup panjang, mencapai 200 tahun. 

Dari beberapa Narasumber yang saya cantumkan, Satupun tidak menyebutkan nama Rogowulan Ataupun Kyai Ageng Rogosasi diantara Keturunan dari Kedua Istri Sunan Amangkurat I.

Langgam Pakubuanan 1800an

Kalau pendapat saya pribadi tentang siapakah beliau yang di sebut dengan Kyai Ageng Rogosasi.
Saya sebutkan salah satu sumber yang menyinggung tentang masa kehidupan Beliau adalah Penulis yang mengatas Namakan sejarah Desa Tumang. Menyebutkan dalam catatanya bahwa, Sepak terjang Kyai Ageng Rogosasi terjadi di masa Pemerintahan Amangkurat.

Jika saya Memvisualkan Pahatan Nisan yang di jadikan Identitas. Pahatan nisan tersebut berlanggam Mataram Islam Amangkurat atau Hanyokrokusuman Alit. Beliau Juga Seorang tokoh Alim Ulama Besar di masanya. Yang perlu di ingat, beliau bukan Putera dari Sunan Amangkurat I.  

Banyak hal yang perlu dan harus kita ketahui tentang Hebatnya leluhur Nusantara. Yang telah menorehkan Sejarah Bangsa yang patut kita kagumi. Yang mampu memberikan warisannya kepada kita. Untuk kita jaga dan kita lestarikan. Kita pun berharap, Supaya warisan tersebut sampai ke anak cucu kita. Supaya mampu bercerita, supaya mampu membenarkan sejarah yang mengungkap betapa hebatnya Leluhur Nusantara. Saat Nenek Moyang kita masih berdiri tegak di Masanya.

Insya ALLOH, Nanti Saya Akan Membahas Tentang Makam Kyai Ageng Wonorogo dan Kyai Ageng Hasan Munadi Nyatnyono


GoesDancoex  














Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATU LUMPANG DAN UNFINIS YONI KENDALI SODO

SITUS CANDI DI MAKAM WALIULLOH KHASAN MUNADI

MAKAM WALIULLOH SYECH SUDJONO DAN KE DUA SAHABATNYA